Tiga Golongan Tercela

Dalam sebuah hadis yang diriwa­yatkan dari Abu Dzar, Nabi Muhammad Saw. pernah bersabda, “Ada tiga golong­an manusia yang tidak akan diajak bicara oleh Allah Swt. pada hari kiamat kelak, yaitu  seorang mannan (pemberi) yang tidak memberi sesuatu kecuali untuk diungkit-ungkit, seorang pedagang yang berusaha melariskan barang dagangannya dengan mengucapkan sumpah-sumpah palsu dan seorang yang menjulurkan sarungnya sampai di bawah kedua mata kaki.” (HR. Muslim).

Hadis ini merupakan peringatan Nabi kepada kita agar tidak masuk ke dalam salah satu kelompok tersebut. Hari kiamat adalah hari ketika semua manusia akan  mem­pertanggungjawabkan segala per­buatan­nya, baik atau buruk. Ketika itu manusia akan menjalani hisab untuk mem­perhitungkan amal dan dosanya. Se­luruh manusia yang pernah hidup di dunia akan dihisab Allah. Tidak terba­yangkan berapa lama kita menunggu hingga tiba giliran untuk menjalani hisab tersebut. Alangkah celakanya manusia ketika tiba gilirannya dihisab ternyata Allah tidak menghiraukan dan mencuekinya karena salah menjalani hidup ketika di dunia.

Golongan pertama adalah orang  yang suka mengungkit-ungkit pemberiannya. Memberi adalah perbuatan terpuji, apalagi orang yang diberi sangat membutuhkan pemberian tersebut. Tapi memberi dengan membangkit-bangkit pemberian adalah perbuatan tercela. Orang demikian laksana menelan muntahnya kembali. Kenapa mengungkit-ungkit pemberian merupakan perbuatan tercela? Karena hal ini menun­juk­kan ketidakikhlasan pemberi atas pem­beriannya. Ada maksud-maksud tertentu di balik pemberian tersebut. Dengan kata lain, ia memberi sesuatu dengan maksud-maksud pamrih dan tidak ikhlas.

Beberapa waktu lalu, ketika ramai pemilu legislatif, kita menyaksikan dari media massa ada orang-orang yang telah memberikan sesuatu kepada orang lain, lalu karena tidak terpilih ia meminta kembali pemberiannya. Ada pula yang menghancurkan kembali jembatan yang telah dibangunnya untuk menghubungkan satu desa ke desa lain, karena ternyata ia gagal menjadi anggota legislatif. Inilah orang-orang yang celaka dan terkutuk di sisi Allah.

Tercelanya mengungkit-ungkit pem­be­­rian juga karena dapat menyakiti hati orang yang menerima. Ia merasa disepe­lekan oleh pemberi. Dalam Al-Quran Allah jelas sekali melarang kita untuk me­ngiringi pemberian dengan mengung­kitnya kembali. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghi­lang­kan (pahala) sedekahmu dengan menye­but-nye­butnya dan menyakiti (perasaan si pe­nerima), seperti orang yang menaf­kah­kan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemu­dian.” Dalam ayat ini Allah menye­butkan perbuatan de­mi­ki­an adalah riya dan perbuatan orang yang tidak beriman.

Golongan kedua adalah pedagang yang suka mengucapkan sumpah palsu untuk melariskan dagangannya. Perbuatan ini juga tercela dan sangat dimurkai Allah. Setiap pedagang pasti ingin beruntung, tetapi Islam tidak membenarkan peda­gang berbohong, apalagi mengucapkan sumpah palsu. Perkataan bohong memang kalau sudah terbiasa diucapkan akan te­rasa ringan saja di lidah untuk mengu­cap­kannya. Tapi Allah sangat benci kepada orang demikian.

Dalam dunia perdagangan dan bisnis, kejujuran sepertinya sudah mulai langka. Pedagang dan pengusaha sudah tidak segan-segan mengucapkan kata-kata bo­hong kepada pembeli. Ketika orang me­nawar dagangannya dikatakan bahwa modal saja belum cukup. Ada lagi yang men­campur barang yang kualitasnya tidak sama. Tidak jarang pula ia bersumpah atas nama Allah untuk meyakinkan pembeli. Ini sangat tercela di sisi Allah. Berda­ganglah dengan cara-cara yang wajar. Keuntungan yang diperoleh secara wajar dan sah di sisi Allah, jauh lebih berkah daripada keuntungan yang diperoleh dengan cara tidak wajar, menipu, curang dan berlawanan dengan ajaran agama.

Kelompok ketiga yang dimurkai Allah adalah orang yang menjulurkan sarung­nya (celananya) sampai di bawah kedua mata kaki. Jangan dipahami bahwa memakai celana panjang sampai menutup mata kaki adalah haram. Atau hanya memakai celana gantung hingga ke betis bagi laki-laki, itulah yang dianggap sebagai sunnah Rasulullah yang paling benar. Berpakaian hingga ke betis, tetapi menyiratkan kebanggaan di dalam hati pemakainya bahwa dialah orang yang paling suci dan paling mengikuti sunnah Nabi, juga mengindikasikan adanya riya dan kesombongan di dalam dadanya.

Celaan ini berkaitan dengan kesom­bong­an pemakainya. Pada masa lalu orang yang menjulurkan kain atau celana­nya hingga di bawah mata kaki sering memperlihatkan sikap angkuh dan som­bong. Inilah yang dilarang keras oleh Nabi Saw. Selain itu, orang demikian tentu ka­lau berjalan celananya bisa menyapu ta­nah. Tentu saja kemungkinan besar ce­la­nanya dapat terkena noda najis, sehingga tidak suci untuk dibawa berwu­dhuk. Akhirnya, kalau pun ia shalat, maka shalatnya menjadi tidak sah, karena pakaiannya tidak suci dari najis.

Mudah-mudahan kita terhindar dari tiga kelompok manusia tercela demikian. Amin

()

Baca Juga

Rekomendasi