Pentingnya Legalitas Razia Polisi

Oleh: Darwin Putra Sitepu, S.Pd

Siapa sangka pengedara bermotor Tanah Air semakin “melek” berlalu lintas. sebagaimana tergambar dari dua peristiwa razia yang menimpa warga Kalimalang, Bekasi Jakarta Timur dan warga tanah datar, Sumatera Barat. Ditempat berbeda, keduanya mengalami adu mulut dengan polisi. Melalui akun Facebook masing-masing, mereka mengeluhkan kelengkapan standar razia polisi pada waktu itu. Lantas mengapa hal ini mesti terjadi? Dan sejauh mana urgensi (pentingnya) legalitas razia polisi. 

Pada prinsipnya, Polri dibentuk dengan tujuan yang mulia. Menjadi tenaga penegak hukum, bertugas demi terwujudnya keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat. Termasuk dalam usaha tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hal ini sebagaimana dikatakan dalam pasal 4 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

Pada poin, ..menjunjung tinggi hak asasi manusia, Polri dituntun bekerja santun, tegas, dan sesuai aturan. Mengapa kata santun harus diutamakan? Karena ruang kerja polisi pada dasarnya berada ditengah masyarakat. Bahkan, polisi menyebut dirinya sebagai “mitra masyarakat”. Untuk itulah, kemampuan berbicara dalam memainkan tinggi rendahnya suara tentunya harus disesuaikan dengan tipikal masyarakat. Ini bukan berarti polisi terlihat “lembek” melainkan demi menciptakan harmonisasi antara polisi dan masyarakat. 

“Korban” Razia ilegal?

Namun dibeberapa waktu lalu apa yang dialami oleh pemilik akun Facebook Fitra Aprilliansyah menunjukkan realita yang berbeda, tepat 25 Desember 2015 lalu, berlokasi sekitaran Kalimalang, Jakarta Timur, Fitra melewati sebuah razia yang dilakukan oleh petugas kepolisian. Merasa kaget dengan adanya razia yang diselenggarakan lantaran tidak tampaknya papan tilang. Saat ditanyakan masalah kelengkapan surat-suratnya oleh polisi, Fitra mencoba menanyakan kembali mengapa papan tersebut tidak ada?

Mungkin karena terpancing, petugas polisi mengambil tindakan reaktif. Kesal dan mendorong motor Fitra hingga jatuh dan mengakibatkan patahnya (ujung) tuas rem sebelah kiri motor miliknya. Sebelum akhirnya atasan polisi datang dan menanyakan kelengkapan surat Fitra. Namun, saat Fitra kembali mencoba menanyakan masalah surat izin tugas, komandan polisi tersebut juga “berbelit belit”. Hingga pada akhirnya Fitra memilih untuk ditilang ketimbang melanjutkan usahanya tadi. Mirisnya lagi, pada pengakuan Fitra, pada waktu bertanya soal surat tugas, salah satu polisi dengan nada kesal berkata “kamu siapa??? Kamu bukan provost nanya-nanya surat tugas”. 

Hingga saat keluhannya (Fitra) dimuat oleh media, terakhir kali Nitizen memberi “like” sebanyak lebih dari 10.000 akun dengan lebih dari 300 komentar. Sebuah dukungan yang tidak sedikit. Hal ini juga cukup menunjukkan bahwa Realita itu mungkin juga dialami oleh banyak orang. Seperti komentar akun Facebook Bang Leemans, “wah itu mah udah jadi rahasia umum dan kita sebagai pengendara ga bisa berbuat apa-apa”.

Hampir sama apa yang dialami Joni Hermanto, seorang pengedara yang saat melintas di Jalan Picuran 7 Batusangkar tiba-tiba dihentikan oleh salah seorang petugas Polisi Wanita (polwan) dari Sat lantas Polres Tanah Datar yang tengah melakukan razia kendaraan. Kejadian tersebut terjadi pada hari kamis, 24 Desember 2015, pagi hari, 10.00 Wib. Sontak hal ini membuat Joni kaget, sebab tidak ada tanda-tanda sedang ada razia. Kemudian protes pun ia tanyakan soal legalitas razia tersebut. Meski terus ditanyakan, Polisi tetap tidak mengubris keinginan Joni dan menunjukkan sikap penolakan memperlihatkan surat legalitas razia tersebut. Hingga ujungnya berbuntut adu mulut.

Tergambar dari video yang ia ambil langsung pada saat kejadian. Joni sengaja mengambil gambar untuk membuktikan bahwa benar adanya bahwa ia tidak digubris oleh pihak kepolisian. Salah satu potongan video, menunjukkan bahwa polisi juga menjawab “berbelit-belit”. Seolah pertanyaan itu tak pantas ditujukan padanya. Hingga akhirnya berbeda dengan Fitra, nasib Joni malah dilaporkan ke sat reskrim. Joni pun menganulir kekesalannya dengan mem-posting di akun Facebook miliknya dengan judul “cemen seorang kasat lantas melaporkan saya ke sat reskrim”. Joni dituduh dengan dugaan tindak pidana tidak menuruti perintah petugas kepolisian pada saat melaksanakan dinas kepolisian.

Pentingnya Mematuhi PP No. 42/1993

Melalui dua peristiwa tersebut, pihak Kepolisian Republik Indonesia mesti mengambil sikap tegas terhadap anggotanya yang menyimpang. Sembari mengevaluasi kinerja anggotanya, Polri harus mencermati dengan seksama kedua peristiwa diatas. Terlalu berlebihan jika anggota polisi merasa dijengkali hanya karena ditanyakan soal sprint (surat tugas). Terlalu berlebihan pula jika anggota polisi melakukan tindakan reaktif seperti yang dialami Fitra, warga Kalimalang, Bekasi Jakarta Timur. Padahal sudah jelas adanya Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur standarisasi pelaksanaan razia kendaraan.

Sebagaimana yang telah dirilis oleh pihak kepolisian, bahwa namanya razia surat-surat kelengkapan berkendara harus diimbangi dengan pemenuhan standarisasi amanat Peraturan Pemerintah (PP) No 42 Tahun 1993, pasal 13 & pasal 15. Ciri-cirinya secara umum harus ada papan tilang. Letak papan tilang pun tidak sembarangan, jarak lokasi razia dengan papan tilang minimal 100 m. Kemudian dipenuhi pula syarat kejelasan razia, surat tugas. Sebelum menunjukkan Surat Izin Mengemudi (SIM) & STNK, terlebih dahulu polisi menunjukkan surat tugasnya. 

Dari dua poin aturan tersebut, terlihat bahwa ada maksud baik pemerintah mengatur jalannya pelaksanaan razia. Secara umum, diaturnya tata letak papan tilang, adalah sebagai tanda ada razia berjarak 100 m dari pengedara ke lokasi. Ini juga membuat pengendara tidak ujub-ujub dihentikan, sehingga mengalami kebingungan dan seperti tengah dijebak. Namun di lain hal, diluar razia resmi, polisi punya andil dalam menghentikan pengendara yang melanggar lalu lintas, sebagaimana yang diamanatkan UU No. 2/2002 tentang Polri. Itu pun harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu tidak sembarang tilang.

Dasar hukum pentingnya legalitas hukum dalam razia ialah PP 80/2002. Salah satu pasal yang sejak awal menunjukkan adanya kewajiban bagi para petugas kepolisian untuk membekali diri mereka dengan surat tugas. Tertuang dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“PP 80/2012”).

Pada poin kedua, surat tugas razia wajib dimiliki polisi. Apakah itu sebagai tim atau perorangan. Sebagaimana PP No 42/1993 masih berlaku, Polisi harus melengkapi dirinya pada saat melakukan razia dengan adanya surat tugas. Apa jadinya, jika tanpa surat tugas, tim polisi melakukan razia pada jam yang terlewat batas. Apa jadinya pula polisi ujub-ujub menghentikan pengendara padahal dalam kasat mata lengkap dengan atribut kendaraan. Siapapun misalnya, tidak mau tiba-tiba ada oknum polisi datang ke rumah menangkap suami/istri atau anak-anak anda tanpa surat perintah. 

Namun kita tidak boleh menutup mata bahwa pengadaan razia sangatlah penting. Razia digunakan sebagai langkah preventif untuk mencegah terjadi, menyebar dan adanya potensi kejahatan. Salah satunya upaya tindakan pencegahan terhadap pencurian kendaraan. Termasuk memeriksa kelengkapan berkendara dari helm, kelayakan dan standarisasi motor hingga ada atau tidaknya SIM dan STNK. Sedemikian pentingnya razia, demikian jugalah pentingnya keabsahan pengadaan razia. Sehingga tidak terjadi razia legal/oplosan. 

Hemat saya, surat perintah tugas menjadi keniscayaan dalam pengadaan razia. Ini juga agar rakyat khususnya pengendara bisa dengan nyaman diperiksa sesuai aturan yang berlaku. Apalagi tugas utama kepolisian adalah menegakkan hukum. Itu berarti syarat resmi yang diatur oleh PP No. 42/1993 wajib dipatuhi. Namun bukan berarti rakyat tidak percaya pada seragam resmi bapak polisi, dan bukan berarti rakyat masa bodoh dengan kerja keras bapak polisi. Tak lain dan tak bukan rakyat hanya ingin aturan yang sudah ada, diberlakukan dengan baik dan benar. Agar pemenuhan pada poin menjunjung hak asasi manusia pengedara dapat terpenuhi. Salam tertib berlalu lintas.***

Penulis adalah Tenaga Pengajar PKn SMP Muhammadiyah 3 Medan, Alumnus PPKn Unimed 2013

()

Baca Juga

Rekomendasi