DAERAH wisata selalu menjadi kunjungan utama disaat hari libur, khususnya pada saat Lebaran kemarin. Hampir semua tempat wisata dipadati pengunjung. Namun ada kebiasaan buruk yang selalu dilakukan pengelola wisata, baik mengatasnamakan pemerintah (Peraturan Daerah) maupun pemuda setempat, yakni menaikkan tarif hingga berlipat-lipat di luar ketentuan. Baik tarif masuk ke kawasan wiasata, parkir kenderaan, maupun biaya penginapan dan makan. Penyakit ini sepertinya sulit disembuhkan walaupun banyak penikmat wisata mengeluh. Hingga akhirnya pengunjung cukup sekali datang ke tempat itu.
Tidak hanya pengelola tempat wisata kelas “kampung”, destinasi pariwisata yang katanya akan dijadikan kelas dunia juga berperilaku sama. Misalnya pengelola pariwisata Danau Toba yang sekarang digadang-gadang akan dijadikan Monaco of Asia, juga mengambil kesempatan pada momentum liburan Idulfitri dengan menaikkan tarif 1000 persen untuk retribusi memasuki kawasan Parapat. Tak ayal terjadi perdebatan dan protes dari pengunjung. Namun protes itu tak berlaku dan pengunjung tidak mungkin memutar arah. Tarif yang diberlakukan sepihak itu untuk kenderaan minibus, atau mobil pribadi dikenakan biaya Rp20ribu hingga Rp50ribu, tergantung bentuknya. Sementara untuk bus penumpang berukuran besar Rp120ribu. Pembayaran retribusi tersebut belum termasuk retribusi setiap wisatawan. Padahal sesuai Peraturan Daerah Pemkab Simalungun Nomor 9 Tahun 2011, Tentang Tarif Retribusi Lokasi Wisata, untuk setiap kendaraan roda empat hanya dikenakan Rp5ribu, dan Rp2ribu untuk setiap wisatawan.
Begitu juga ketika akan berwisata di daerah Tigaras, Kecamatan Dolok Pardamean, Simalungun melihat sisi lain Danau Toba. Pengunjung di luar Kabupaten Simalungun untuk menuju ke salah satu lokasi wisata ini, harus melewati belasan aksi pungutan liar di sepanjang Jalan Sidamanik. Dengan modus perbaikan saran jalan, lima pemuda di belasan titik meminta uang sukarela kepada pengguna jalan. Dengan menggunakan kardus dengan akting memperbaiki jalan, para pemuda ini dengan berbagai cara dan kata meminta para pengguna jalan untuk menyerahkan uang mereka. Tak tanggung-tanggung, beberapa titik juga sampai melakukan aksi sedikit memaksa. Jika tidak diberi, maka mobil akan dipukul dengan kayu atau batu. Berbeda dengan pengguna jalan yang menggunakan sepedamotor bila tidak memberi akan disorakin layaknya seorang pecundang. Hal yang sama juga terjadi di beberapa titik kunjungan wisata, yakni menuju pantai Bahorok Kabupaten Langkat tak ayal banyak kutipan tidak jelas.
Hal menarik yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Simalungun adalah terhitung 12 Juli 2016, menggratiskan retribusi masuk melalui pintu gerbang Danau Toba, Parapat. Karena kutipan yang dilakukan oknum petugas itu dinilai telah mencoreng citra Pemkab Simalungun. Bupati Simalungun, Dr JR Saragih SH MM merobohkan spanduk kecil di kedua sisi pintu gerbang yang bertuliskan pengenaaan retribusi masuk sesuai peraturan daerah (Perda), dan mengganti dengan tulisan gratis atau bebas retribusi. Bupati akan menerbitkan Peraturan Bupati atau Perbup sebelum Perda tentang Retribusi Jasa Umum dicabut dengan persetujuan DPRD. Bahkan patut diacungkan jempol Bupati stas nama pemerintah kabupaten menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat dan para pengunjung di Parapat yang dikenai retribusi tidak wajar pada liburan Idulfitri 1437 H.
Sikap Bupati Simalungun juga hendaknya diikuti oleh kepala daerah lainnya, yakni menghapuskan Perda Retribusi berkaitan dengan jasa memasuki kawasan wisata. Alasannya Perda itu selalu disalah gunakan oleh orang-orang tertentu dan rawan penyelewengan di lapangan. Bahkan terkesan tidak memberi kenyamanan bagi pelancong. Pemerintah daerah harus mencari solusi lain dalam menggali Pendapatan Asli Daerah (PAD) bidang wisata ini. Karena umumnya daerah yang mengandalkan pariwisata sebagai sumber PAD tidak memberlakukan retribusi bagi pengunjung. Misalnya Bali, tidak ada retribusi ketika memasuki kawasan wisata di sana. Begitu juga Jogjakarta.
Semangat pemerintah untuk menjadikan Danau Toba sebagai destinasi Monaco of Asia janganlah dinodai dengan kutipan-kutipan retribusi yang memberatkan. Karena dengan kutipan dipintu masuk kawasan Danau Toba itu, menanamkan kesan pertama belum apa-apa sudah harus bayar. Dengan digratiskan memasuki Kota Parapat sebagai ikonnya Danau Toba tentu akan menambah daya tarik tersendiri bagi pelancong, sehingga dapat mendongkrak sektor-sektor lainnya yang secara otomatis akan menambah pendapatan ekonomi kerakyatan. Keputusan Bupati Simalungun menggratiskan mamasuki Kota Parapat ini harus dikawal, bukan tidak mungkin akan muncul kutipan lain secara illegal yang dapat merugikan masyarakat. Polisi juga harus ambil bagian untuk mengamankan pelaku pungli.