Oleh: MH Heikal. Ada anggapan selama ini, seni kaligrafi hanya terdapat atau berasal dari Arab. Padahal, seni kaligrafi juga terdapat diberbagai belahan bumi lainnya. Seni yang telah dikenal ribuan tahun lalu ini, konon dikenal pula di Jepang. Seni kaligrafi di “Negeri Sakura” ini dikenal dengan sebutan Shodo. Berasal dari bahasa Jepang yang artinya kaligrafi (cara menulis). Terdiri dari dua huruf kanji: kaku (menulis) dan michi (cara).
Sejarah kaligrafi Jepang (Shodo) dapat di lihat kembali ke asalnya yaitu kebudayaan China. Penciptaan sistem tulisan cina itu sendiri kira-kira sekitar 4.500 tahun lalu. Kaligrafi di kembangkan dalam waktu sangat lama pada saat dibawanya ke Jepang. Sekitar abad ke-6 bersamaan dengan awal mulanya sistem menulis cina (kanji) masuk ke Jepang.
Shodo bukan hanya sebuah latihan atau cara menulis yang baik. Lebih merupakan awal mulanya bentuk seni dari oriental. Shodo adalah sebuah kombinasi antara keahlian dan imajinasi seseorang yang belajar secara intensif. Dengan penggunaan kombinasi garis-garis yang elegan.
Ada beberapa alat dan bahan khusus. Digunakan dalam membuat kreasi Shodo seperti: Shitajiki, alas untuk kertas. Biasanya yang lembut dan berwarna hitam. Bunchin, digunakan untuk menjepit kertas agar tidak bergeser, biasanya sudah tersedia di shitajiki-nya. Hanshi, kertas tipis khusus untuk menuliskan kaligrafi. Suzuri, tempat tinta yang keras (bisa terbuat dari batu atau bahan metal lainnya). Sumi, tinta berbentuk batang hitam, nantinya dicampur dengan air, setelah itu digosokkan ke suzuri untuk mendapatkan tintanya.
Selanjutnya adalah perlengkapan yang paling utama dalam pembuatan Shodo, yaitu kuas yang dinamakan Fude. Ada berbagai macam bentuk fude, mulai dari kecil hingga besar.
Fude ukuran besar biasanya digunakan untuk membuat tulisan, sedangkan yang kecil digunakan untuk membubuhkan tanda tangan si pembuat Shodo. Batang fude terbuat dari bambu atau kayu pohon. Bulunya terbuat dari bulu hewan. Seperti domba, musang, rakun, rusa, bahkan ekor kuda. Bulu itu kemudian diikat dan ditempelkan pada batang fude. Rapi tidaknya ikatan bulu fude sangat mempengaruhi tekstur tulisan.
Sekilas Shodo tampak begitu mudah dibuat. Orang yang masih pemula akan langsung mengalami kesulitan saat mencobanya. Karena banyaknya hal yang harus diperhatikan sedetilnya. Mulai dari keseimbangan bentuk tulisan, tarikan garis, tebal-tipisnya garis, hingga irama tulisan. Secara permodelannya, Shodo terbagi dalam tiga macam. Kaisho, gyousho dan sousho.
Kaisho, berarti kaligrafi. Dibuat sepersis mungkin dengan huruf versi cetak. Seperti di koran ataupun buku (tidak digaya-gaya) agar mudah dibaca.
Kaligrafi model inilah pertama dipelajari para siswa sekolah dasar. Karena penulisannya tidak jauh beda dengan yang mereka gunakan sehari-hari. Dengan begitu model kaisho bisa dengan mudah mereka pelajari.
Gyousho, berarti huruf yang digunakan Shodo dibuat sedikit miring. Berbeda dengan kaisho yang kesannya tegas, gyousho terlihat lebih santai. Penulisannya sama seperti tulisan tangan dengan bagian-bagian ujung yang terlihat lebih tumpul.
Sousho, berarti tulisannya terasa lebih bebas dengan huruf-hurufnya yang dibuat miring. Sousho lebih sulit dibaca di antara model lainnya. Dalam pembuatannya, kebanyakan kaligrafer tidak melepaskan maupun mengangkat fude atau kuas-nya. Jadinya garis-garis yang ada akan terasa menyatu.
Di Jepang sendiri, seni kaligrafi (Shodo) ini dipelajari diberbagai jenjang pendidikan. Pada anak sekolah dasar Shodo wajib untuk dipelajari. Bahkan, dibeberapa universitas, seperti University of Tsukuba, Tokyo Gakugei University, dan Fukuoka University of Education terdapat kelas khusus untuk belajar Shodo.