Tuntut Ganti Rugi Lahan

Massa Mengamuk di Lokasi Pabrik Semen

Banda Aceh, (Analisa). Ratusan massa mengamuk saat melakukan aksi anjuk rasa yang berakhir ricuh di lokasi proyek pembangunan pabrik PT Semen Indonesia Aceh (SIA) kawasan perbukitan Ke­camatan Muara Tiga (Laweueng), Kabupaten Pidie, Sabtu (30/7).

Dalam aksi tersebut, massa yang membawa senjata tajam itu marah melakukan aksi anarkis dengan merusak dan melakukan pembakaran terhadap sejumlah fasilitas proyek milik perusahaan di lokasi tersebut.

Fasilitas yang dibakar massa berupa satu pick-up BL 8737 AF, tanki berisi solar 16.000 liter, camp direksi yang digunakan sebagai kantor karyawan, dua pos jaga, satu tempat ibadah, satu MCK dan dua alat berat. Peralatan kerja termasuk sarana lainnya yang dibakar massa adalah milik PT Hase Alam yang sedang melakukan pekerjaan pembersihan.

Massa yang mengamuk itu berasal dari Gampong Kule, Kecamatan Batee dan Desa Cot, Kecamatan Muara Tiga terdiri laki-laki dan perempuan. Mereka menuntut pembayaran harga tanah yang terkena lokasi proyek pabrik semen yang menurut warga belum disele­sai­kan oleh PT Samana Citra Agung yang diberi mandat oleh PT Semen Indo­nesia untuk mengurusi masalah tersebut.

Bentrok ini berawal saat warga yang menggelar aksi ujuk rasa di lokasi pembangunan pabrik semen itu, warga meminta untuk bertemu dengan salah satu perwakilan PT. Samana Citra Agung dan PT. Semen Indonesia. Karena tak ada yang bersedia bertemu, akhirnya warga marah dan berujung rusuh dan membakar sejumlah fasilitas.

Kapolres Pidie, AKBP M Ali Kadhafi SIK  mengatakan, kepolisian bersama TNI Pidie berhasil membubarkan massa unjuk rasa anarkis tersebut. Demo yang melibatkan sekitar 800 orang itu disebutkan tidak ada izin dari kepolisian.

Sebelumnya polisi dan TNI sudah berupaya menghentikan terjadi kerusuhan, karena emosi warga tidak bisa dibendung lagi, akhirnya warga merusak sejumlah fasilitas dan membakar mobil yang sedang diparkir di depan lokasi pembangunan pabrik semen.

Polisi dibantu TNI bersenjata lengkap berhasil mendorong massa yang mengamuk ke luar dari areal proyek. Sebanyak 50 personel Brimob bersenjata lengkap disiagakan untuk menjaga lokasi supaya tidak terulang aksi serupa.

Menurut Kapolres Ali Kadhafi, warga dari Gampong Cot, Kecamatan Muara Tiga dan Gampong Kulee Kecamatan Batee, menuntut pembangunan pabrik itu diberhentikan sementara sampai ganti rugi lahan milik warga setempat diselesaikan.

Sementara menurut laporan dari PT Samana Citra Agung, mereka memiliki sertifikat kepemilikan tanah seluas 1.548 hektare yang kini menjadi lokasi proyek pembangunan pabrik semen. “Kami akan segera memanggil pihak yang bertanggung jawab dari aksi ini, tindakan seperti ini tidak bisa dibenarkan,” katanya.

Kaji Ulang

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh didesak mengkaji ulang seluruh tahapan perizinan pembangunan pabrik semen di kawasan Laweung. Langkah itu dinilai perlu segera dilakukan guna mencegah potensi konflik yang lebih besar, menyusul terjadi aksi kerusuhan dan pembakaran di lokasi pembangunan pabrik semen tersebut.

Koordinator Badan Pekerja Forum Anti-Korupsi dan Transparansi Anggaran (Fakta), Indra P Keumala mengatakan, proses perizinan pabrik semen di Laweung, Kecamatan Muara Tiga, Pidie tidak memenuhi aspek legalitas.

Terutama bila didasarkan pada perdebatan status kepemilikan lahan dan proses penerbitan izin Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang dilaksanakan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Aceh.

“Kerusuhan Sabtu (30/7) kemarin merupakan akumulasi terhadap sikap abai pemerintah Aceh dalam merespons keluhan warga. Padahal tuntutan ganti rugi lahan sudah disuarakan warga Laweung sejak Januari lalu,”  tegas Indra P Keumala, Minggu (31/7).

 Mantan Koordinator Aceh Parliament Watch ini menyebutkan, terkait hal itu pihaknya pernah membangun komunikasi dengan pemerintah kabupaten Pidie melalui Wakil Bupati M Iriawan. Saat itu, pihaknya mendesak agar Pemkab Pidie menitikberatkan pada proses Amdal serta segala rekomendasi perizinan lainnya agar dilaksanakan sesuai prosedur.

Selain itu, Indra juga menyentil integritas Bapedalda Aceh dalam menerbitkan izin Amdal pembangunan Pabrik Semen Laweung. Bapedal Aceh perlu menjelaskan bagaimana izin Amdal bisa terbit sedangkan status lahan masih bermasalah yang disertai penolakan warga dengan berbagai alasan.

Indra juga mempertanyakan status kepemilikan saham pabrik semen yang dibangun di kawasan Laweung itu. Pihaknya mengingatkan Pemprov Aceh bertindak trasparan. Ini sangat penting diperhatikan. Jangan justru pabrik semen yang dalihnya untuk kepentingan publik tapi nyatanya cuma ditujukan mengamankan kepentingan oknum pejabat dan kroninya.

Ditambahkan, segala kebijakan yang ditempuh Pemprov Aceh dalam menjalankan rencana eksploitasi kekayaan alam Aceh harus diarahkan pada tujuan peningkatan penerimaan daerah untuk kesejahteraan rakyat. Atas tujuan tersebut pemerintah Aceh tidak perlu tergesa-gesa menempuh kebijakan, apalagi jika nantinya kepemilikan pabrik semen tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pihak asing.

“Pemprov Aceh bertanggungjawab menjelaskan semua itu kepada publik. Kami juga mengimbau agar DPRA memberikan atensi khusus terhadap persoalan ini,” tegas Indra. (mhd/irn)

()

Baca Juga

Rekomendasi