Oleh: M. Hanafiah Lubis.
Memang tidak bisa dimungkiri, bahwa masyarakat adalah pelaku utama pengguna dan pengembang bahasa. Namun belakangan ini penggunaan bahasa Indonesia yang benar oleh para masyarakat sebagai pengguna bahasa Indonesia, semakin tidak menampakkan prestasi yang cemerlang. Pasalnya di manapun kita berada, kita seakan tidak pernah lepas melihat kesalahkaprahan dalam perilaku berbahasa yang dipampangkan oleh masyarakat dengan begitu mudahnya.
Tentu hal ini sangat disayangkan, sebab masyarakat yang menjadi perintis perilaku berbahasa kemudian membuat berbagai kesalahkaprahan dalam kegiatan berbahasa. Padahal Presiden Soeharto pernah mencanangkan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sejak 20 Mei 1995. Tetapi tetap saja kesalahkaprahan berbahasa semakin tidak pernah habis untuk dianalisis.
Salah satu bentuk kesalahkaprahan yang hingga kini menjadi problematik ialah tentang “Bentuk urutan kata dan makna pada sebuah istilah”. Bentuk kesalahannya misalnya pada penggunaan istilah “Razia Polisi atau Polisi Razia”, dan “Pisang Goreng atau Goreng Pisang”. Dari kedua bentuk istilah itu, kemudian muncul pertanyaan, bentuk manakah yang dianjurkan dari istilah tersebut, serta bagaimana makna sebenarnya dari kedua istilah tersebut?
“Razia Polisi atau Polisi Razia”
Pada dasarnya istilah “Razia Polisi atau Polisi Razia” sama-sama memiliki hukum Diterangkan-Menerangkan. Pada istilah “Razia Polisi” kata “razia” merupakan unsur pokok utama yang diterangkan (D) maka unsur tersebut harus diletakkan di depan. Sedangkan kata “polisi” merupakan unsur yang menerangkan atau menjelaskan kata utama (M), maka dari itu kata “polisi” harus diletakkan setelah unsur yang utama.
Hal yang demikian juga terjadi pada istilah “Polisi Razia”, kata Polisi dalam hal ini berkedudukan sebagai unsur yang diterangkan (D). Sedangkan kata “Razia” merupakan unsur yang menerangkan (M) terhadap unsur utama. Namun bagaimana arti dari kedua istilah tersebut?.
Jika kita kaji dari segi pemaknaan, kedua istilah ini tentu mempunyai perbedaan makna yang signifikan. Istilah razia polisi pada dasarnya memiliki makna, razia yang dilakukan terhadap polisi, atau dengan kata lain razia ini diperuntukkan pada polisi.
Namun untuk lebih jelasnya, kita dapat mengkajinya dengan memberikan awalan me- pada istilah razia polisi sehingga istilah yang dihasilkan adalah merazia polisi. Berkaitan dengan awalan me-, kita tentu ingat studi morfologi yang menyatakan bahwa awalan me- juga berfungsi untuk menyatakan suatu perbuatan atau tindakan.
Dari penjelasan itu, istilah razia polisi ataupun merazia polisi sudah jelas memiliki makna tindakan razia yang diperuntukkan pada polisi. Oleh karenanya, istilah razia polisi tentunya kurang tepat jika ditulis pada setiap plang-plang di jalan raya ketika para polisi sedang melakukan razia pada pengendara yang nakal berlalu lintas.
Bila ditinjau dengan istilah lainnya, pada hakikatnya istilah “Razia Polisi” ini sama bentuknya dengan istilah razia PNS yang dapat kita artikan sebagai razia bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang nakal, kemudian istilah razia narkoba yang dapat diartikan sebagai razia bagi pengedar ataupun pemakai narkoba, serta razia preman yang kemudian diartikan sebagai razia bagi para preman.
Memang istilah razia polisi tidak bisa dikatakan untuk tidak dipakai, namun kita harus melihat konteksnya. Kita mungkin pernah mendengar pada sebuah kantor kepolisian yang pimpinannya melakukan razia kepada anggotanya demi menjaga nama baik institut kepolisian di mata masyarakat. Nah dalam hal ini istilah razia polisi, baru tepat dalam penggunaannya, sebab istilah tersebut sejalan dengan maknanya.
Di sisi lainnya bagaimana pula dengan istilah polisi razia?. Pada dasarnya istilah “polisi razia” diartikan sebagai polisi yang sedang razia. Namun karena istilah polisi yang sedang razia tersebut terlalu panjang untuk digunakan, maka istilah tersebut bisa tetap menjadi “Polisi Razia” atau diubah menjadi “Polisi Merazia”. Dalam hal ini kita tentu kembali ingat fungsi awalan me- yang sudah dijelaskan di atas.
Oleh karena itu, istilah “Polisi Razia atau Polisi Merazia” adalah istilah yang tepat untuk digunakan pada plang-plang yang dipampangkan di jalan raya saat polisi melakukan razia pada pengendara lalu lintas yang nakal berlalu lintas.
Lalu bagaimana dengan istilah “Pisang Goreng dan Goreng Pisang”.
Istilah “Pisang Goreng dan Goreng Pisang” pada dasarnya juga sama-sama menganut hukum Diterangkan (D) dan Menerangkan (M) seperti halnya istilah “Polisi Razia dan Razia Polisi”. Namun untuk istilah pisang goreng makna yang dirujuk adalah pisang yang digoreng, hal tersebut sama dengan ungkapan ayam goreng yang diartikan ayam yang digoreng dan ikan goreng yang berarti ikan yang digoreng.
Bahkan dalam bahasa Inggris yang notebenenya menganut hukum Menerangkan-Diterangkan (M-D) kita mengenal istilah Fried Banana. Kemudian ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang menganut hukum D-M maka istilahnya akan menjadi Pisang Goreng bukan goreng pisang. Contoh lain yang sejalan dengan hal tersebut, misalnya pada istilah Fried Rice yang kemudian diubah ke dalam Bahasa Indonesia menjadi nasi goreng bukan goreng nasi.
Sedangkan istilah Goreng Pisang, makna yang dihasilkan adalah kegiatan menggoreng pisang (yang sedang digoreng adalah pisang). Dalam hal ini dapat kita jelaskan ketika istilah goreng pisang diberikan awalan me- yang beralomorf meng- maka istilah goreng pisang jelas menjadi menggoreng pisang yang menyatakan makna kegiatan menggoreng pisang.
Dari penjelasan tersebut, semoga kita dapat mengubah perilaku berbahasa kita menjadi lebih baik, dengan memahami pemakaian bentuk-bentuk istilah yang telah dijelaskan sesuai dengan makna yang dirujuk oleh pengguna bahasa. Agar terciptanya masyarakat Indonesia yang cerdas dalam berbahasa.
***
Penulis adalah Wakil II Duta Bahasa Sumut 2015 dan Mahasiswa PPs UMN AW.