Oleh: Ahmad Nugraha Putra
SELALU dipajang eksklusif. Dudukannya pun dipilihkan yang istimewa. Ibarat bintang lapangan, posisinya selalu utama. Hijaunya cerah, menyinari seisi etalase. Keanggunan zamrud chatam tetap mempesona pengagum dan pecintanya.
Hijaunya yang mahsyur, memberikan eksistensi yang kuat bagi batu sintetis ini. Walau pun zamrud chatam hasil pabrikan, namun jenis batu itu mempunyai keunggulan sebagai batu buatan manusia yang punya ciri tersendiri dan mengimbangi pasar batu alam.
Membahas batu sintetis chatam, sebaiknya terlebih dulu menelaah sejarah dan awal proses penemuannya. Sebab meskipun sintetis, batu ini selalu dipatok dengan harga cukup tinggi di pasaran.
Seperti jenisnya, chatam bukanlah nama tempat pertama kali batu itu ditemukan. Chatam merupakan nama seorang ahli kimia cemerlang lengkapnya Carrol Chatam yang menemukan formula pembuatan batu sintetis.
Dimulai pada 1930, seorang ahli kimia asal Amerika, San Francisco, Carrol Chatam mengembangkan rasa penasaran dan minatnya untuk membuat batu pertama. Hingga akhirnya ia berhasil menumbuhkan kristal beryl putih-bening, yang kemudian pada 1935 ia juga berhasil menumbuhkan zamrud (emerald) untuk pertama kalinya, yang kini dipamerkan di Smithsonian Institution.
Jerih payahnya selama bertahun-tahun terbayarkan dengan hasil kerjanya. Batu sintetis jenis zamrud chatamnya, menghiasai dan meramaikan dunia permata di dunia. Selain itu, ada beberapa jenis batu lainnya yang ia kembangkan, seperti ruby chatam dan safir chatam.
Sempat sebelumnya, Chatam meledakkan garasi rumahnya dan beberapa bagian rumah tetangganya saat melakukan percobaan pembuatan batu berlian (diamond) sintetis. Saat itu, ia mendapat tekanan dari orangtuanya dan polisi untuk beralih hobi, namun ia tetap berusaha sampai berhasil.
Walaupun jenis batu itu sebenarnya bukanlah batu permata alami (proses alam), namun tetap indah dan menarik perhatian pencinta batu, termasuk di Indonesia. Dari berbagai literasi, produksi berskala besar batu sintetis pertama kali pada 1907. Saat itu terkenal dengan teknik flame fusion atau verneuil process, teknik pembuatan batu sintetis yang diciptakan ahli kimia dari Francis.
Kembali ke chatam, setelah teknik ini berhasil akhirnya sukses secara komersial menyintetisi zamrud chatam dan sekarang menyebar di seluruh pelosok dunia. Di Medan, zamrud chatam punya ceritanya sendiri. Walaupun diketahui dunia batu akik telah melewati masa jayanya, namun batu-buatan ini masih bisa bertahan di tingkat harga lumayan.
"Koleksi saya saat ini yang paling mahal harganya yaitu zamrud chatam, walaupun tren batu akik turun, tapi milik saya masih berkisar Rp500 ribu sampai Rp1 jutaan," jelas penjual akik di Jalan Avros Medan, Marjulis.
Sebagai penjual batu akik yang sudah bertahun-tahun ia geluti bersama teman-teman, ia masih merasakan dampak turunnya geliat batu akik di Indonesia sejak beberapa waktu lalu. "Dulu membeli batu zamrud chatam sampai jutaan rupiah, saat ini harganya sangat jatuh," imbuhnya sembari menunjukkan batu zamrud chatam hijau dari tempat penyimpanan khusus.
Bagai kerajaan yang jatuh karena kudeta, batu akiknya kini hanya menunggu orang yang ingin membeli dengan harga murah. Untuk zamrud chatam miliknya, sekarang hanya dihargai dengan beberapa lembar pecahan seratus ribu rupiah.
Padahal, zamrud sintetis punya berbagai keistimewaan. Dengan pelarut khusus yang disebut flux, yaitu kombinasi bahan kimia jenis lithium oxide, molybendum oxide dan vanadium oxide yang mampu bertahan pada suhu tinggi. Formula flux inilah yang memecah kebuntuan, terutama masalah mencairkan komponen-komponen yang kemudian jika dicampurkan dengan benih kristal kecil untuk menumbuhkan kristal baru.
Yang membuat batu sintetis ini bernilai tinggi, yakni waktu pencampuran hingga larut begitu lama. Butuh waktu bertahun-tahun untuk menghasilkan kristal yang kemudian menumbuhkan batu permata yang berharga, indah, dan tentunya memikat para pecinta batu.
Batu sintetis ciptaan Carrol Chatam itu sedikit lebih unggul daripada batu akik yang terbentuk secara alami melalui proses geologi. Zamrud alami cenderung memiliki banyak patahan dan inklusi di dalam kandungan batunya. Batu zamrud alami juga tidak tahan lama walau memiliki tingkat kekerasan hingga 8 skala mohs. Sedangkan zamrud chatam, sedikit pun tidak memiliki cacat.
Hijaunya yang tajam, lekukan permatanya yang tinggi dan motifnya yang memberikan kesan eksklusif, zamrud hijau masih selalu diperhatikan dan dipertimbangkan untuk dimiliki pencintanya. Aplagi saat pasar batu permata di tanah air mengalami kelesuan.
Di penghujung hidupnya, ahli kimia Chatam juga berhasil mengembangkan usaha batu permata dengan membangun sebuah perusahaan untuk menjual permata sintetis ciptaannya. Inovasinya juga menyentuh pada pengembangan teknologi pembuatan batu sintetis merah delima (ruby), alexandrite dan safir biru dan oranye.