Pentingnya Mengarahkan Diri Secara Benar

Oleh: Y.M. Bhikkhu Thanavaro Thera, B.A., M.Ed.

Namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhassa

Memang sudah merupakan suatu ke­cenderungan dalam diri kebanyakan orang untuk berbuat kesalahan, dan ke­keliruan. Namun, hal-hal semacam ini tidak seharusnya dibiarkan terjadi ber­ulang-ulang dan terus menerus hingga menjadi kebiasaan. Orang bijaksana se­nantiasa berusaha sedini mungkin mem­perbaiki setiap kesalahan, dan kekeliruan yang pernah dilakukan dengan sadar mau­pun tak sadar. Usaha perbaikan inilah da­lam Agama Buddha disebut “mengarah­kan diri secara benar.” Ungkapan meng­arahkan diri secara benar ini tentunya juga mencakup makna meningkatkan kebaji­kan, keluhuran, dan kemuliaan, yang  di­mi­liki hingga menjadi sempurna. Menya­dari betapa besar manfaatnya bagi mereka yang mendambakan kemajuan, peningka­tan dan perkembangan batiniah, Sang Buddha Gotama bersabda bahwa: "Meng­arahkan Diri Secara Benar"  adalah suatu Manggala, suatu Berkah Utama.

Dalam Kitab Dhammapada, Attavagga 157 ada syair yang berbunyi:

" Seseorang yang mencintai dirinya sen­diri hendaknya menjaga dan menga­rah­kan dirinya secara benar. Orang bijak­sana senantiasa waspada dalam salah satu, kalau tidak semuanya, dari tiga jenjang masa kehidupannya."

Sementara itu, dalam Lokavagga 173 terdapat syair :

" Bagaikan bulan yang terbebas dari awan, demikian pula halnya seseorang, yang dengan kebajikannya menying­kir­kan kejahatan yang pernah dilakukan, nis­caya akan menerangi dunia ini."

Dari syair-syair diatas, tertampak de­ngan jelas bertapa penting upaya menga­rah­kan diri secara benar. Ini tidak hanya akan membuahkan manfaat sebatas bagi dirinya sendiri saja, melainkan juga bagi orang-orang lainnya.

Ditinjau dari segi sosial, seseorang yang mengarahkan diri secara benar ten­tunya tidak akan menjadi ancaman atau bahaya apa pun bagi masyarakat luas dan seke­lilingnya. Bahkan lebih jauh, dengan meng­arahkan diri secara benar, seseorang dapat­lah dianggap telah ikut serta secara nyata dalam menciptakan masyarakat yang da­mai, sejahtera, aman dan sentosa. Dengan menyadari manfaat yang besar tersebut, sudah selayaknya jika setiap orang berusaha mengarahkan diri secara benar.

Memang, cukup sukar untuk dapat mengintrospeksi atau melihat kesalahan dan kekeliruan, yang terdapat dalam diri sendiri. Jauh lebih sulit lagi ialah mem­perbaiki kesalahan dan kekeliruan, yang telah terlihat. Namun, ini semua bukanlah merupakan suatu yang mustahil. Senanti­asa terpampang kesempatan  yang luas bagi setiap orang untuk memperbaiki serta meningkatkan tataran batinnya hingga mencapai kesempurnaan.

Orang bijaksana dengan penuh keya­kinan senantiasa berusaha dengan sege­nap kemampuan mengintrospeksi diri ser­ta meningkatkan tataran batinya hingga men­capai kesempurnaan.

Bagaikan nahkoda yang tanggap, yang dengan tangkas membalikkan arah kapal dari rute yang salah sebelum kandas terh­ajar karang, demikian pula hendaknya orang bijaksana, yang dengan sadar me­ng­arahkan (membalikkan)  dirinya dari jalur yang keliru sebelum jatuh terperosok dalam jurang penderitaan.

Seseorang yang dahulunya tidak mem­punyai sila tetapi kemudian mejaga ke­susilaannya; atau seseorang yang dahu­lunya tidak mempunyai keyakinan tetapi ke­mu­dian membangkitkan keyakinannya; atau seseorang yang dahulunya kikir/pelit tetapi kemudian mengembangkan kemu­ra­han hati atau kedermawanannya; me­reka inilah yang dikatakan "Mengarahkan Diri Secara Benar." Ini contoh sikap yang nyata dalam mengarahkan diri secara benar. Selain itu tentunya masih ada sikap yang lain lagi, misalnya: dari jahat ber­u­bah menjadi baik, dari biadab berubah men­jadi beradab, dari kejam berubah men­­jadi welas asih, dari penipu berubah men­jadi jujur, dari ceroboh berubah men­jadi waspada, dari malas berubah menjadi rajin, dari ber­khianat berubah menjadi ber­bakti, dari pe­marah berubah menjadi penyabar, dari pendendam berubah men­jadi pemaaf, dan sebagainya. Patokannya ialah bahwa segala perubahan dari sesuatu yang dipandang oleh agama, tradisi, dan kebudayaan seba­gai hal yang negatif ber­alih ke hal yang positif.

Suatu hal yang paling penting dalam mengarahkan diri secara benar ini ialah bahwa usaha ini haruslah dilakukan oleh diri sendiri. Usaha ini tidaklah mungkin dapat dilimpahkan atau diserahkan kepa­da orang lain, siapapun gerangan orang­nya dan apapun juga kedudukannya.

Dalam lingkup yang luas, Sang Buddha Gotama bersabda:

" Oleh diri sendiri kejahatan diperbuat, oleh diri sendiri pula seseorang menjadi ternoda. Oleh diri sendiri kejahatan dihin­dari, oleh diri sendiri pula seseorang men­jadi suci. Suci atau ternoda tergantung pada diri sendiri. Tidak ada seorang pun yang dapat menyucikan orang lain." ( Dham­mapada, Attavagga 165)

Dari sabda diatas dapatlah dinyatakan secara tegas bahwa dalam Agama Buddha, usaha sendiri senantiasa memegang peranan yang paling utama dalam meraih kemajuan, peningkatan, dan perkembang­an batiniah. Tanpa usaha sendiri, sangat­lah mustahil bagi seseorang untuk meng­harapakn adanya orang lain yang menga­nugerahkan kemajuan, peningkatan, dan perkembangan batiniah pada dirinya se­cara cuma-cuma. Dengan perkataan lain dapatlah dikatakan bahwa apakah seseo­rang berhasil meraih kemajuan, peningka­tan, dan perkembangan batiniah; semua itu tergantung penuh pada diri sendiri.

Dalam banyak kesempatan, Sang Buddha Gotama menerangkan bahwa: " Eng­kau sendirilah yang harus berusaha. Para Buddha hanyalah Penunjuk Jalan."  Lebih lanjut,  Beliau juga bersabda: " Diri sen­dirilah pelindung bagi diri sendiri. Siapa pula yang dapat menjadi pelindung selain diri sendiri? Mereka yang telah melatih dan mengarahkan dirinya secara benar, nis­caya akan memperoleh suatu pelin­dung yang  tiada taranya."

Dengan penjalasan ini kita diharapkan dapat memahami bahwa, mengarahkan diri secara benar adalah langkah awal yang mutlak, yang harus dikerjakan oleh setiap orang dalam upaya menuntun diri menuju kemajuan, peningkatan, dan perkembangan batiniah yang pesat.

Sabbe satta bhavantu sukhitatta.

Semoga semua makhluk hidup ber­bahagia.

()

Baca Juga

Rekomendasi