Di Jepang

Anak SD Sudah Ada Pakai Bra

FENOMENA puber di usia dini ini disebut Shishin­kikou hasshou di Jepang atau sindrom pubertas dini. Fenomena ini mulai melanda siswi SD di Jepang. Dalam sebuah laporan, anak perempuan usia 10 tahun kini mengalami pengeluaran hormon pubertas lebih cepat dan dalam jumlah tidak normal.

Pada salah satu kasus yang dijumpai, siswi kelas 2 SD sudah memiliki payudara  berukuran B, dan pada usia sepuluh tahun, ukuran dadanya menjadi C. Meski belum ada data statistik pasti, kecenderungan dada anak SD yang semakin besar sudah mulai terlihat sejak beberapa tahun lalu.

Siswi SD yang mulai me­ngenakan bra ke sekolah pun jumlahnya semakin banyak. Hal ini mendorong pasar baru bagi produsen pakaian dalam untuk mengem­bangkan bra yang cocok dikenakan oleh anak-anak. Tidak hanya sekadar itu, kasus "pelecehan seksual" oleh teman sebaya pun mulai terjadi di kalangan Sekolah Dasar.

Salah satu siswi kelas 3 SD misalnya, mengaku dadanya yang disebutkan berukuran C sering dipegang oleh "pacar" sebayanya. Selain itu, di sebuah SD swasta telah terjadi pencurian bra milik siswi kelas 2 SD. Sungguh feno­mena yang dapat membuat banyak orang mengerenyitkan dahi.

Negara Jepang dikenal sebagai negara maju dengan produk teknologinya merajai dunia. Kemajuaan negeri sakura ini tidak lepas dari sistem pendidikan yang diterapkannya, khususnya untuk jenjang Sekolah Dasar (SD). Meski termasuk negera maju dan terkenal ternyata Jepang mendi­dik anak-anak SD dengan cara tradi­sional dan sederhana.

Anak akan sekolah ditentukan oleh pemerintah setempat. Prosesnya diawali dengan pendaftaran anak-anak yang kemudian dipilihkan sekolahnya berdasarkan tempat tinggalnya. Orang tua tidak diperbolehkan memilih sendiri sekolah untuk anaknya. Di Jepang tidak ada sekolah berlabel 'favo­rit', semua sekolah memiliki kua­litas yang sama.

Berangkat sekolah bersama dengan model tas dan topi yang sama.

Anak-anak SD dan SMP Jepang wajib jalan kaki dan dilarang membawa HP ke sekolah. Ketika SMA mereka baru boleh naik Jitensa (sepeda). Mereka berjalan ke sekolah dalam kelompok yang sudah ditentukan.

Topi

Dengan memakai topi kuning mereka harus bersama-sama dalam kelompoknya masing ma­sing. Jika ada yang tidak masuk, ketua kelompok wajib melapor ke sekolah.

Anak-anak tidak perlu sera­gam untuk ke sekolah kecuali jika pelajaran olahraga. Uniknya semua anak SD di Jepang memakai tas sekolah yang sama. Warnanya hitam atau biru bagi laki laki dan boleh warna-warni bagi perempuan. Tas ini sangat mahal, tetapi bergaransi sampai 6 tahun. Jadi sekali dipakai, sampai lulus tamat.

Jam belajar SD dimulai pukul 8 pagi dan berakhir jam 4 sore dengan materi pelajaran tidak ba­nyak. Mata pelajaran di sekolah Jepang yaitu Matematika, Bahasa Jepang, Seni, Olahraga, dan Life Skill. Sampai kelas 2, anak hanya diajar perkalian, pembagian, penambahan dan pengurangan. Materi ini diajarkan terus berulang-ulang sampai mereka benar-benar faham.

Pelajaran Bahasa Jepang mutlak diajarkan untuk seluruh anak. Untuk kelas 1 SD harus hafal dan bisa menulis 80 kanji. selanjutnya di kelas 2 harus hafal 150 kanji dan seterusnya. Untuk Olahraga juga sangat ditekankan. Sehingga pembibitan atlet olimpiade dimulai sejak dini.

Anak diajak langsung ke alam untuk belajar IPA. Anak diajak ke kebun, diajak mancing ikan, dan dari kegiatan itulah ilmu pengetahuan dimasukkan. Saat liburan musim panas, semua anak diwajibkan membuat project jenis apa saja, bisa seni, percobaan atau yang lain. Di Jepang buku-buku panduan percobaan banyak ditemukan dan dijual dengan harga sangat murah. Begitulah sekilas gambaran pendidikan SD di Jepang. (aac/sdn/ar)

()

Baca Juga

Rekomendasi