Tol Medan-Berastagi

LONGSOR yang terjadi beberapa hari lalu di jalan menuju ka­wasan wisata Kota Berastagi tepatnya di Jalan Jamin Gin­ting KM 36-38, adalah momentum untuk segera me­wujudkan jalan alternatif Rawasering (Tanjungmorawa-Seribu Do­lok, Tongging). Karena hingga kini jalan menuju Berastagi tidak memiliki jalan alternatif, sehingga saat terjadi bencana long­sor maka akan sangat berdampak terhadap kelancaran trans­portasi. Bahkan dampak longsor kemarin adalah ter­hambatnya pengiriman sayur mayur ke beberapa daerah wi­la­yah Kota Medan, sehingga sehari sayur mayur menjadi lang­ka. Apalagi longsor terjadi di tengah suasana libur Tahun Baru yang menyebabkan ribuan kenderaan terjebak beberapa jam.

Pembangunan jalur alternatif   semakin terasa dibutuhkan untuk meng­hindari terjadinya kemacetan di Jalan Negara Medan-Brastagi-Kabanjahe yang sudah tidak mampu  lagi menampung padatnya arus lalu lintas, sehingga setiap hari-hari besar dan hari libur, terjadi kemacetan yang sangat pan­jang. Pembangunan jalan alternatif juga mendukung  ka­wasan objek wisata Danau Toba yang menjadi kebanggaan warga Sumut.

Perjuangan masyarakat Karo tentang pembangunan jalan tol Me­­dan-Tanah Karo yang pernah diusulkan tokoh pemuda  Karo Roy Fachraby Ginitng cukup beralasan. Perlu segera di­tindaklanjuti  pem­bangunannya, karena diyakini akan ber­dampak luas bagi per­kembangan ekonomi rakyat sekitar tu­juh kawasan Danau Toba di wilayah Kabupaten Karo. As­pirasi masyarakat untuk pem­­bangunan jalan tol Medan- Ta­nah Karo sepanjang sekitar 50 Km tentu akan mempercepat jarak tempuh dan mengatasi ke­­­macetan. Saat ini dengan jarak tempuh bila tidak ada kendala di jalan lebih kurang sekitar 2 jam. Bila jalan tol ini diwujudkan, ke­mungkinan  waktu tempuh hanya sekira 35 menit Medan ke Brastagi.

Jalur Jalan Medan Kabanjahe setiap hari di lalui ribuan kendaraan dari Medan ke 7 kabupaten yang melewati Tanah Karo yang melintas di jalan Medan-Tanah Karo, baik bus, mobil pribadi, truk maupun sepeda motor. Jalan ini penting perannya  karena merupakan jalan yang menghubungkan dua provinsi (Sumut-Aceh). Waktu tempuh yang seharusnya paling lambat 2 jam sampai di tujuan, bisa menjadi 8 jam, bahkan lebih jika terjadi longsor atau kecelakaan lalu lintas.

Pemrakarsa, Prof Johannes Tarigan dalam paparannya di de­pan Gubsu HT Erry Nuradi dan Ketua Komite II DPD RI Par­lindungan Purba saat rapat koordinasi jalan tol  beberapa wak­tu lalu menjelaskan, jalan tol Medan-Berastagi sangat pen­ting untuk kemajuan daerah Berastagi dan kawasan se­putarnya. Soalnya, jalan biasa yang saat ini ada, tidak bisa men­jadi jaminan untuk kemajuan yang lebih pasti. Karena, jarak tempuh yang seharusnya hanya dua jam, dalam kondisi tertentu seperti adanya kecelakaan lalulintas, jarak tempuh 60 kilometer bisa menjadi 12 jam. Kondisi ini, sangat tidak efektif dan efisien.

Prof Johannes mengaku, proyek ini  diperkirakan pe­nger­ja­an­nya akan menghabiskan dana sekira Rp 4 triliun. Jika dikelola swas­ta, diperkirakan dalam waktu 12 tahun, investor akan break even­ point (BEP). Dalam sket gambar yang sudah di­rancang, jalan tol Medan-Berastagi akan terhubung dengan jalan tol Amplas. Dari tol Amplas akan terus ke Barusjahe hing­ga ke Tanah Karo. Di Tanah Karo juga perlu dibuat ring­road. Bahkan,  jika sudah ter­bangun jalan tol Medan-Be­rastagi, maka jarak tempuh yang se­belumnya dua jam se­makin berkurang. Cukup 45 menit dari Me­dan ke Berastagi. Hal ini sangat efektif dan efisien. Nilai eko­nomisnya tinggi. Tidak saja arus lalulintas orang, tapi juga la­lulintas barang yang diyakini akan berkembang pesat. Setidaknya, Be­rastagi se­bagai kota wisata akan kebanjiran arus wisatawan lokal. Turis lokal diharapkan dari Medan-Deliserdang, Langkat dan Binjai.

Jalan tol Medan-Berastagi ini  juga akan mendukung destinasi wisata Danau Toba. Karena, wisatawan yang ingin ke Danau Toba tidak saja bisa dari Medan-Tebingtinggi-Parapat, atau langsung ke Bandara Silangit tapi juga bisa lewat Medan-Berastagi-Merek-Danau Toba. Begitu juga arus barang. Selama ini petani tidak berani memastikan kerjasama penjualan sayur-mayur dan buah-buahan ke Singapura, karena beralasan tidak pastinya arus lalulintas barang keluar dari Berastagi. Dengan adanya jalan tol, bukan hanya kepastian membawa sayur dan buah tapi juga bisa menggunakan kontainer berpendingin.

Kalau pemerintah hanya memokuskan perhatian pe­ngem­bangan kawasan Danau Toba, tentu akan membuat "mati" kawasan Tanah Karo, Pakpak Bharat dan Dairi. Jadi, jalan tol Me­dan-Berastagi sabagai upaya untuk menyamarata­kan pem­bangunan bagi tiga daerah tersebut. Begitupun, pelebaran jalan Medan-Berastagi yang saat ini harus tetap menjadi prioritas. Agar proyek ini segera terwujud diperlukan kesamaan pandang antara Pemrovsu, legislatif dan pemangku kepentingan lainnya. Karena sudah ada investor swasta yang bersedia menjalankan proyek tol Medan-Karo.

()

Baca Juga

Rekomendasi