Oleh: Sari Ramadhani
HARTA karun tidak melulu emas. Sebuah benda yang dianggap sebagai aset berharga suatu daerah juga bisa disebut demikian. Salah satunya batu akik (gemstone) klawing asal Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah. Batu ini menjadi simbol kebanggaan warga setempat.
Masyarakat Purbalingga setuju akan hal ini. Di daerah mereka, batu akik cantik Indonesia lainnya bisa ditemukan. Sesuai namanya, batu klawing yang dikenal di kancah pecinta gemstone, banyak ditemukan di Sungai Klawing.
Mungkin bagi kalangan pecinta gemstone masih banyak yang belum mengetahui batu klawing. Sejatinya, meski tidak setenar bacan, akik klawing sangat melekat di hati masyarakat Jawa Tengah.
Seorang pedagang yang juga kolektor asal Purbalingga, Imam (28) menuturkan, akik klawing sudah sejak lama menjadi ikon Kota Purbalingga. Tetapi keterbatasan ekspos media membuat batu ini baru dikenal dua tahun terakhir.
"Sejak zaman nenek moyang kita dulu sudah ada batu klawing. Berkat perjuangan pemuda lokal, batu ini sekarang dikenal di kancah nasional dan internasional," tutur pria bertubuh kurus itu.
Dalam dua hingga tiga tahun terakhir, batu klawing sudah bisa disejajarkan dengan batu pancawarna asal Garut. Bukan hanya karena bentuknya yang mirip, tetapi keduanya juga memiliki jaminan kualitas sama.
Batu yang mudah ditemukan di sepanjang aliran Sungai Klawing tersebut, jenisnya juga beragam. Masyarakat banyak menyebutnya klawing pancawarna, telur kodok, nogo sui, dan ragam batu tidak tembus cahaya (badar) lainnya.
Harga Fantastis
"Batu ini kami jadikan oleh-oleh khas Purbalingga. Informasi terakhir, klawing bergambar pemandangan dijual seharga Rp175 juta dan dibeli kolektor asal Bali," sebut lelaki berambut keriting itu.
Kini harganya berkisar dari Rp2,5 jutaan, bahkan yang berkualitas terbaik mencapai Rp2,5 miliar. Di tengah melemahnya geliat batu akik, harga termurah klawing masih cukup fantastis.
Kebanggaan masyarakat lokal tidak terhenti hanya menjadikan harta karun ini sebagai buah tangan. Pemkab setempat juga ikut membantu mempromosikan batu tersebut. Pihak-pihak terkait promosi pariwisata daerah juga berperan aktif. Sebagai contoh, pemda mewajibkan setiap PNS memakai dua batu klawing setiap hari, baik berbentuk cincin, liontin, bros, maupun bentuk lainnya.
Dari total koleksi gemstone milik Imam, 99 persennya adalah batu klawing. Kecintaannya pada aset daerah begitu tampak. Ia juga mengapresiasi peran pemerintah yang membatasi pencarian bongkahan batu klawing. Tujuannya untuk mengurangi eksploitasi alam dan mencegah pertambangan semena-mena.
"Saya bangga sekali batu klawing mengharumkan nama Purbalingga. Dulu waktu SD, saya jual batu ini hanya Rp200 per kg. Sekarang sudah di atas Rp2 jutaan," sambung sosok yang berjualan gemstone sejak SMP ini.
Klawing memang sudah disejajarkan dengan pancawarna. Namun, menurut Imam, batu khas daerahnya tetap memiliki keunikan dan perbedaan tersendiri.
Dalam dunia gemstone, ada beberapa varian batu pancawarna. Batu jenis ini hampir dapat ditemukan di setiap daerah. Hanya nama yang membedakan satu dengan lainnya. Di sepanjang bantaran Bukit Barisan juga banyak dijumpai pancawarna. Namun, masyarakat sekitar lebih fokus pada batu-batu bening khas Sumatera, contohnya idocrase dari Aceh dan Padang.
Khas Mendunia
Keistimewaan klawing tampak dari ciri khasnya yang disebut nogo sui. Dalam bahasa Jawa berarti naga lama (tua). Kekhasan ini sudah bisa dibilang mendunia.
"Kita punya batu dengan khas nogo sui, yaitu bercak hijau dan merah bertekstur padat. Orang Eropa menyebutnya blade stone. Kalau di Perancis disebut tetesan darah Kristus," katanya.
Di Garut, motif nogo sui sulit ditemukan. Jenis yang sama dengan batu klawing dapat dijumpai di Sumbawa, tetapi belum terekspos media dan teksturnya agak sedikit rapuh. Batu-batu mirip ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Di tingkat nasional, kelas kontes nogo sui dibagi tiga. Yaitu classic, semi classic dan multicolour. Untuk kelas gambar, batu ini juga sudah diakui. Untuk harga jual, kapasitas nama dan kualitasnya patut diperhitungkan.
Imam mengatakan, batu klawing bisa disejajarkan dengan bacan, sungai dareh, lumut Aceh dan batu akik terkenal lainnya. Ia pun memiliki batu klawing kesayangan yang diduga menjadi penyemangat serta menguatkan karisma.
Imam sangat aktif mengikuti kontes keliling Indonesia untuk mempromosikan batu klawing. Ia mengaku sudah lebih lima kali berpartisipasi dalam kontes yang digelar di Medan.
"Saya melihat pasar di Medan masih antusias. Pecinta batu masih sangat gencar dan bersemangat," ujar pria yang bekerja di salah satu perusahaan keamanan di Jakarta itu.
Gemslover asal Medan, Muhammad Ali Budi menambahkan, pada gelaran kontes di Medan 2016 lalu, nogo sui masuk ke dalam kelas pictorial agate. Hal itu disebabkan karena batu klawing termasuk batu motif (bergambar).
"Saya mewakili gemslover se-Indonesia, berharap akik bisa seperti dua tahun lalu. Kondisi itu sangat membantu semua sektor kehidupan. Tanpa peran media, akik tidak akan booming lagi. Klawing juga bisa lebih mendunia lagi," pungkasnya.