Sipirok

SIPIROK
Mhd Ikhsan Ritonga

Sebuah panorama yang kau berikan
di alun-alun kota nan sejuk dan rupawan
sembari menghebuskan panggilan tuhan dalam tiap uap-uap larva kehidupan nan sederhana namun rupawan ada cerita indah di balik sejuta keindahan laksana senja yang kini adalah sebuah kenangan
Sipirok, dengan sebuah kata terucap
"NAPA-NAPA SIBUAL BUALI"
itu indah penuh makna di setiap cerita 
di kaki perbukitan terlihat rakyatmu rukun dan tentram sodoran kopi robusta di setiap persimpangan
seakan daya tarik nan indah singgah di raga kecilmu itu Sipirok, kota sejuta keindahan kecil, bermakna, unik dan istimewa kami bangga jadi putera daerahmu dalam tiap langkah yang tak membisu

DI PENGHUJUNG SENJA
Mhd Ikhsan Ritonga

Menatap dari bukit kecil ini
memancar semangat yang akan sirna
ia tersenyum sambil menari-nari di sebuah rindu memancarkan megah merah penuh kenangan senja di bukit simago-mago yang indah ini
seakan merupakan penghujung luka yang abadi di penghujung senja ini, hanya meratapi atas rindu pada sang Ilahi

SELAMAT BERKELANA
Mhd Ikhsan Ritonga

Bersamamu kini hanya akan menjadi cerita saat semua kembali pada semula akan cerita dan kisah di hari-hari bahagia selamat berkelana duhai asmarandana dalam setiap doa dan usaha dalam jiwa ku berdoa dikau selalu ada dalam asa selamat berkelana "September" kita bersua kembali dalam waktu berbeda

PERGI DAN JANGAN KEMBALI
Mhd Ikhsan Ritonga

Tak ada yang harus ditutupi 
ketika bangsa hanya sebuah slogan dalam sumur tua para jenderal yang kau bantai disana apa masih pantas kau hadir dalam ibu tercinta?
tidak, bukan! sudah jangan banyak cerita sekali tidak tetap tidak dalam jiwa kami atas namakan Pancasila
menolak akan hadirnya para pendosa dalam negeri tercinta

UJARAN JAHAT
Domi. S. Hayong

Jika segala ujaran jahat
tumbuh dan semarak
malam akan menjadi panjang
gelapnya sangat menakutkan
uap kemarau menelan kota
dan desa para cahaya meredupkan diri
Srigunting, Agustus 017

HAL KEGENTINGAN DAN PERPPU
Domi. S. Hayong
“Mana ada kegentingan!”, katamu
jangan bertanya tentang kegentingan
dia akan datang bersanding dengan maut maka ketika mampu
membaca tanda-tanda
kewaspadaan kudu di benteng

tidakkah tuan mampu
membaca tanda-tanda
yang kian menderas?
kian terkontaminasi kalangan muda?
barangkali tuan tidak
sedang di sini
meski tuang sedang di sini
Srigunting, Juli 017


MENYUSUN KALIMAT
Domi. S. Hayong

Menyusun kalimat-kalimat narsis
memang kepintaran anak dunia
melampiaskan murka ketika mata tembak tertuju ke jantungnya

sebuah keunggulan yang tegak
memang menuai runtuk dan kertak gigi
yang bukan semata anak dunia
mampu memandang dengan
mata terang

biarkan mereka berbenah sendiri
suara kebekuan
hanya hidangan
mata hati yang beku
Srigunting, September 017 

KETULUSAN HATI
Domi. S. Hayong

Aku mau berjaga-jaga mengawasimu
karena seorang lelaki dari kampung sebelah tak henti-henti mengingini
tubuhmu

aku menghadangnya di suatu sore
kupukul pahanya dan semoga
untuk waktu yang lama
dia lupa menandai jalan bahkan jalan yang teramat sering dilaluinya
sambil senandung

dan padaku kuikrarkan mata
untuk hanya memandangmu
dari dermaga sebab laut binal
dan aku pun belum tahir
untuk jadi bayanganmu
Srigunting, Agustus 017 

SUATU PAGI DI AWAL OKTOBER #1
Ahmad Afandi

Selipan rindu membangunkan kelopak mata dering weker baru saja menjamah isi kepala aku ingat pagi ini ada secerca pesan yang sempat tertunda belum terbaca

SUATU PAGI DI AWAL OKTOBER #2
Ahmad Afandi

Nanti, pukul sembilan dia berujar agar aku mendekap bayang menidurinya, hingga memimpikan setiap hari selama tujuh hari entah apa maksudnya 
sepertinya perpisahan mulai mengusik hati yang resah


SUATU PAGI DI AWAL OKTOBER #3
Ahmad Afandi

Hanya itu isi pesannya
jemariku mulai menakutkan 
bercucuran keringat ketika aku ingin berpuisi tentang pagi mentari, dan kisah sepi bulan kemarin dia meninggalkan kota demi pendidikan bisiknya


SUATU PAGI DI AWAL OKTOBER #4
Ahmad Afandi

Sudah seminggu aku tidak diberi kudapan sebungkus kata sayang beserta puluhan puisi puaskan dahaga
aku memutuskan untuk mengunjungi dunia maya mungkin saja kau juga merindukan hanya ada ungkapan selamat jalan penuhi berandaku
sekejap saja aku tipam bersama air mata


AKU SENDIRIAN DALAM PEKAN RAYA CINTA
Isni Sarah

Petang mulai bercerita perihal kita
selalu begitu, menafsir hari
membaca perjalanan hingga kita sering terjebak terkurung waktu, terpasung prasangka.
kita dan kesunyian terus menjadi jadi
berpindah siklus rasa, memuntahkan isi hati barangkali kita tidak begitu pandai menerka sebab orang-orang sekitar tidak lagi ikut campur

aku sungguh sendirian di pekan raya cinta ini meneladani jejak tapak pujangga dan kepulangan kian rakus 
memakan petaka peluru rindu ini

SEBUAH FESTIVAL
Isni Sarah

Kini dia telah sampai di sepotong sungai seperti kisah petuah yang jenaka nan indah menyusun rubiah waktu membaca persoalan
hingga buih buih waktu berpelukan pada masa pada penantian.

sungguh! kita telah lupa cara berpesta
tidak lagi lihai berpindah kaki
mengelokkan tangan 
seperti pena yang menerawang puisi

JEJAK HUJAN
Isni Sarah

Betapa sukar menempuh medan belukar meraba kisah dari balik tanah basah suara renyah hujan kian tekun membobol atap dengan paksa menemuiku sekadar ingin mengembalikan kenangan yang terpenjara di hatinya.

musim hujan tiba sedari awal, sebelum sedih menjamah tubuhmu. jatuh pula bayangan kau di depan pintu, membikin jejak susah hilang langit yang terus menerus membiarkan pundaknya,dibasahi hujan. tak henti-hentinya menjahatiku

MEMBACA BEKAS HUJAN DI KACA JENDELA
Isni Sarah

Tiba-tiba aku begitu akrab dengan dingin suara hujan yang sering pecah membentur kaca begitu lelah, cuma ingin menemuiku.
anehnya, tak pernah ia bimbang untuk pulang membiarka tanah, petang dan rembulan tanpa baju
dan basah sana-sini

aku begitu jauh menghabiskan riwayat kesunyian

AKHIR TULISAN /1/
Iriani Purba

Kita telah lama tiba di rumah 
serta menanggalkan jas dan tas yang bau lelah.
perjalanan ini serba berkeringat 
lalu aku memandangi seolah-olah sunyi menyusun tiap larik dan menjelma dirimu.

kita telah lama saling melihat 
bicara tak banyak, hanya ada bau napas dan coffee
lalu di tangan kirimu, aku menghapal asap rokok yang sama di dalam tubuhmu dan sebagian lagi pada tulisan.

AKHIR TULISAN /2/
Iriani Purba

Setelah kepergianmu 
berangsur-angsur samar, menolak segala sepi membanjiri matamu, air-air yang tak jelas datangnya kau kembali, memilih membawa seperangkat tubuhmu yang tinggal di mataku.

apa sebab maka aku rajin membaca tubuhmu di sela-sela lelah, perjalanan sepulang kerja, di ruang kerja dan di kamar mandi. sebab, ada tanya yang ingin kubongkar kuabadikan dalam doa, sebagaimana Tuhan mengutusku di sisimu.

AKHIR HUJAN /1/
Iriani Purba

Hujan menguyur kota kenangan 
di atas genting, mereka begitu nyaring 
berteriak pada tuan rumah 
kepada anak-anak waktu tentang kedatangannya.

hujan  memang begitu dingin menyala
sesaga matamu yang turun berderasan kenangan.

AKHIR HUJAN /2/
Iriani Purba

Aku memang tak dapat berhenti memecahkan kepala mata, langkah dan rumah penuh shadow

hujan adalah hari terakhir orang-orang menangis. 
sebab lantaran pelangi sudah lahir dari perut langit.
kenangan tertidur kembali.

RINDU
Misbah Fitrita Ginting

Aku memang rindu pada aroma tanah pengikis debu tapi rindu mengajarkanku tak harus bertemu karena gerismispun tak selalu temu dalam hujan

PAHAM
Misbah Fitrita Ginting

Berceritalah, aku orang yang tak bosan mendengar menangislah, bahuku terlalu kuat hanya untuk menopang tersenyumlah, karena mataku tak pernah lepas dari pandangan seindah surga biarkan hatiku patah menjadi seribu kepinganpun tak apa karenaku sudah lihai menyusun puzzle yang berlalu lalang yang semakin hari semakin bertambah pula kepingan-kepingannya

EGO
Misbah Fitrita Ginting

Mungkin ego sudah menjadi suratan takdir tapi bukan berarti ia mampu merusak diri mungkin kau tak pernah menyadari tapi orang lain turut mencampuri tak aka ada asap jika tak ada api tak mungkin kawan menjadi lawan

BERATAP SEPI
Toba Sastrawan Manik

Ketika aku bangun, sepi telah menantiku saat aku terlelap, sepi menjadi mimpiku
sejak itu, sepi berafilasi keramaian bagiku sedang keramaian manifestasi sepi yang belum sampai

DITERKAM SEPI
Toba Sastrawan Manik

Aku telah lama terperangkap sepi
perlahan merasuk sejak kepergian bagian dari cinta bayangmu ramai dibenak tapi dalam warna buram
senyummu abadi, tapi kalah dari angin mati kini kau pergi jauh melangkahkan kaki sesuka hatimu sedang aku terperangkap sepi sejak sepi menjadi api kesetian

PENANTIAN
Toba Sastrawan Manik

Senja berulang kali menunjukkan warna yang sama aromanya tetap hening melayukan segala yang tegar
senja kembali, langkah tak berdaya dan kembali rapuh menertawakan penantian dari kemarin senja telah lenyap, kembali menipu diri tentang senja akan datang dan kita bersama menertawakannya

Antara Kau, Hujan dan Rindu
Toba Sastrawan Manik 

Kuharap masih menggenang bejana hatimu saat hujan menjadi antara rindu kau dan aku turunnya menjadi dalih untuk kisah berkisah bahwa rindu tidak lain adalah hujan hujan adalah representasi doa yang teralienasi

SIA-SIA/ 1
Minarti Manalu

Jejak yang berliku menangkap keresahanku dengan sia-sia
bersama ampas debu tanpa ada jejak-jejak bermakna yang terpahat
Nommensen, 2 Oktober 2017

SIA-SIA/ 2
Minarti Manalu

Ini ke sekian kali air mata dalam kehampaan dunia tanpa ukiran harapan telah redup dalam kekecewaan pada sesosok bayangan tak bertuan
Nommensen, 2 Oktober 2017

SIA-SIA/ 3
Minarti Manalu

Rindu yang hadir
menjemputku dalam gelap
dan memenjarakan sebuah perasaan
pada sesosok bayangan tak bertuan
Nommensen, 2 Oktober 2017

SIA-SIA/ 4
Minarti Manalu

Takdir yang berbeda mengorek kepedihan yang susah menyelinap dalam relung melepas amarah
menoleh pada masa lalu
Nommensen, 2 Oktober  2017

()

Baca Juga

Rekomendasi