Pelajaran dari Kisah Harut dan Marut

MARI kita renungkan firman Allah SWT di dalam surat Al-Baqarah ayat 102 yang artinya : “.......Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”

Kisah mengenai Harut dan Marut memang masih simpang siur. Para mufassirin (ahli-ahli tafsir), ada yang berpendapat mereka benar-benar malaikat yang turun ke bumi ada pula yang berpendapat mereka itu orang yang dipandang shaleh seperti malaikat. Dan ada pula yang berpendapat mereka itu adalah orang-orang jahat yang berpura-pura shaleh seperti malaikat.

Beberapa pakar berpendapat kisah ini merupakan simbol dari kehidupan manusia. Di dalam Alqur’an ada kisah-kisah simbolik (tamsyiliyah) bila dicermati pada intinya merupakan bentuk kondisi yang terjadi di dunia, dan hal itu sudah terjadi.

Malaikat di sini dianggap merupakan simbol dari orang-orang yang pada awalnya melaku­kan kritikan terhadap sesuatu yang belum ia jalani. Karena dalam ayat yang lain, malaikat pada awalnya melakukan kritikan kepada Allah SWT ketika Allah ingin menciptakan makhluk yang bernama manusia untuk menjadi khalifah di bumi. Setelah itu, mereka juga melakukan kritikan ketika Allah menyuruh mereka untuk tunduk kepada Adam sehingga awalnya Adam harus menun­jukkan ‘kepintarannya’ sehingga mereka baru percaya, hanya Iblis saja yang masih tetap ngotot untuk tidak tunduk kepada Adam.

Di dalam Alqur’an ada kisah-kisah yang memakai laqab (gelar) seperti Fir’aun, Qarun, Hamman, Abu Jahal, Abu Lahab adalah kisah yang sepanjang bumi berputar akan terus berulang dengan peran utama yang berbeda-beda. Lain jika kisahnya tersebut langsung ditujukan kepada nama tertentu saja seperti Muhammad, Isa dan sebagainya yang memang khusus untuk nama-nama tersebut.

Kembali ke persoalan Harut dan Marut dalam The Meaning of The Holy Qur’an karangan Abdullah Yusuf Ali dijelaskan bahwa keduanya tinggal di Babylonia, sebuah pusat ilmu pengetahuan pada masa silam, khususnya ilmu perbintangan. Masa itu kemungkinan sekitar zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan bangsa timur yang kuat dan religius. Masa hidup keduanya boleh jadi lebih awal dari periode itu, mengingat Harut atau Marut tidak memiliki ilmu jahat dan kedua tangannya jelas bersih dari perbuatan buruk. Tapi ilmu pengetahuan dan seni jika dipelajari oleh orang-orang jahat bisa digunakan untuk hal-hal jahat. Orang-orang jahat pada dasarnya banyak mempelajari ilmu pengetahuan yang benar tetapi jika diterapkan untuk tujuan jahat, maka ia akan menjadi jahat. Harut dan Marut tidak menyembunyikan ilmu pengetahuan maupun mengajari seseorang tanpa blak-blakan memperingatkan mereka soal cobaan dan godaan ilmu pengetahuan di tangan orang-orang jahat. Sebagai orang yang memiliki ibu batin, mereka juga melihat penghujatan yang mungkin saja keluar dari lisan orang-orang jahat yang memiliki ilmu pengetahuan dan memperingatkannya tentang hal itu. Ilmu pengetahuan memang suatu ujian dan godaan: jika kita diperingatkan, kita mengetahui segala bahayanya: jika Allah SWT mengaruniai kita dengan kemauan bebas maka kita mesti bebas memilih antara manfaat dan mudhoratnya.

Yang dipelajari orang-orang jahat dari Harut dan Marut digunakan untuk melakukan kejahatan. Bila digabungkan dengan keburukan dan penipuan maka pengetahuan tersebut menjadi guna-guna dan pelet. Mereka tak mela­kukan apapun melain menimbulkan pertikaian antara pria dan wanita. Tapi kekuasaan mereka tentu saja terbatas pada hal-hal yang diizinkan oleh Allah SWT, karena kebesaran-Nya melindungi semua orang yang memohon petunjuk dan bertobat serta kembali kepada-Nya. Namun selain mudhorat yang mungkin saja bisa ditimbulkan oleh orang-orang jahat itu apda orang lain, keburukan utama yang mereka perbuat justru menimpa jiwa mereka sendiri. Mereka menjual diri sendiri menjadi budak Setan.

Apa yang coba dimunculkan dari tulisan ini pada intinya, mungkin senada dengan pen­dapat para pakar bahwa saat ini banyak orang yang pura-pura menjadi orang suci se­perti malaikat. Ia nampak ‘suci’ tetapi di belakang kotor. Ia selalu memberikan pelajaran-pelajaran yang berbau kesucian dan memberi­kan batasan-batasan mana yang boleh dilaksana­kan dan mana yang tidak, tetapi dirinya sendiri tidak mampu menahan godaan, akibatnya ia mendapat murka Allah.

Hari ini, banyak para pengamat yang mencoba mengamati persoalan. Baik ekonomi, politik, agama, sosial, budaya dan sebagainya. Mereka pada awalnya bersih karena memang belum masuk dalam koridor kekuasaan. Tetapi ketika masuk atau dimasukkan dalam kekua­saan, banyak yang tidak sanggup menahan godaan. Akibatnya karena mereka banyak orang yang memang benar-benar bersih dicap tidak bersih. Dan orang yang tidak bersih dicap bersih. Teman saya sering berkata orang-orang seperti ini adalah musang berbulu domba.

Banyak orang yang dulunya berteriak ‘ganyang korupsi’ tetapi ketika mereka mendapat kesempatan mereka juga melakukan hal yang sama nau’zubillahi min zhalik. Lagi-lagi godaan akhirnya membuat mereka runtuh. Mereka seperti Harut dan Marut dua malaikat yang awalnya bersih, tetapi setelah mendapat lampu hijau dari Allah untuk turun ke bumi mereka tidak sanggup terhadap godaan yang ada. Akhirnya mereka menjadi kotor.

Kisah Harut dan Marut ini perlu menjadi bahan renungan bagi kita. (Jika memang) mereka adalah malaikat. Maka malaikatpun bisa tergoda, apalagi kita yang memang ada hasrat (nafsu) sehingga mudah tergoda. Sesungguhnya ketika jika sudah masuk dalam tataran dunia, bila tidak istiqomah maka akan tergoda. Teori tidak selamanya sama dengan praktik. Oleh karena itu mari kita selalu berusaha melakukan introspeksi untuk tidak selalu menyalahkan orang lain sebelum kita merasakan kebersihan dan kebeningan jiwa ini.

()

Baca Juga

Rekomendasi