Oleh: Fadmin P Malau.
Ketika memperingati Sumpah Pemuda 28 Oktober, tidak terpisahkan dengan lagu Indonesia Raya. Alasannya, karena ketika 28 Oktober 1928 pada Kongres II Pemuda Indonesia lagu Indonesia Raya pertamakali dinyanyikan pada upacara resmi oleh paduan suara pemuda-pelajar dan pencipta lagu Indonesia Raya, WR Soepratman langsung mengiringi dengan biolanya.
Waktu itu menyanyikan lagu Indonesia Raya dilarang kolonial Belanda. Namun, keberanian para pemuda lagu Indonesia Raya dinyanyikan pada Kongres II Pemuda Indonesia yang melahirkan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan para pemuda-pelajar sepakat menjadikan lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan Indonesia.
Jiwa kebangsaan sudah lahir sejak adanya pergerakan Budi Utomo (Boedi Oetomo) pada 20 Mei 1908 dengan berbagai kegiatan yang membentuk rasa kebangsaan dan nasionalisme. Aktivitasnya menghimpun pemuda dari berbagai suku dan daerah di Indonesia. Pemuda dari Pulau Jawa mendirikan Jong Java, dari Sumatera ada Jong Sumatera, dari Sulawesi bernama Jong Celebes, dari Maluku dikenal Jong Ambon, dari organisasi pemuda Islam bernama Jong Islamiten dan lainnya. Akhirnya dari pertemuan-pertemuan yang dilakukan berhasil dilaksanakan Kongres I Pemuda Indonesia 30 April dengan 2 Mei 1926 di Jakarta.
Dua tahun kemudian, dilaksanakan Kongres II Pemuda Indonesia di Jakarta 27 sampai 28 Oktober 1928 menghasilkan Sumpah Pemuda yakni Bertanahair Satu, Tanahair Indonesia. Berbangsa Satu, Bangsa Indonesia. Berbahasa Satu, Bahasa Indonesia.
Lagu Indonesia Raya karya seniman dan juga wartawan, Wage Rudolf Soepratman pada Kongres II Pemuda Indonesia, 28 Oktober 1928 diterima sebagai lagu kebangsaan. Tidak berapa lama lagu itu meluas ke seluruh Indonesia.
WR. Soepratman ketika itu wartawan suratkabar Sin Po, sebuah suratkabar yang diterbitkan masyarakat Tionghoa mengusulkan kepada pimpinannya untuk menerbitkan lagu Indonesia Raya ciptaannya. Lantas lagu itu dicetak dan diterbitkan (disebarluaskan) ke seluruh Nusantara.
Berkat eskpose dari suratkabar Sin Po, lagu Indonesia Raya diketahui secara luas pada masyarakat Indonesia kala itu. Pemerintah Hindia Belanda terkejut dan marah karena menilai lagu itu membahayakan kepentingan dan merugikan politik Belanda maka lagu Indonesia Raya dilarang. Rakyat bergolak. Berbagai suratkabar di Indonesia menggugat, termasuk politisi bangsa Indonesia memprotes tindakan pemerintah Hindia Belanda melarang lagu Indonesia Raya.
Protes keras atas larangan menyanyikan lagu Indonesia Raya direspon pemerintah Hindia Belanda yang menyatakan tidak berkeberatan menyanyikan lagu Indonesia Raya tetapi kalimat “Merdeka, Merdeka” tidak dicantumkan.
WR. Soepratman sebagai pencipta lagu mengerti syair lagu ”Merdeka, Merdeka” itu yang ditakutkan Belanda dan syair lagu ”Merdeka, Merdeka” itu menyemangati persatuan dan gelora perjuangan tidak berhenti.
Berjuang pantang menyerah
Sikap pantang menyerah, terus berjuang ditunjukan Wage Rudolf Soepratman. Terbukti Ia menghubungi para pemilik perusahaan rekaman di Batavia (Kini Jakarta) yaitu Odeon, ThioTek Hong dan Yo Kim Tjan untuk merekam lagu Indonesia Raya. Dari tiga perusahaan rekaman itu, Yo Kim Tjan yang bersedia merekam lagu Indonesia Raya karena tidak takut ditangkap Belanda.
Rasa percaya diri dan tidak takut perusahaan rekaman itu ditangkap Belanda karena WR Soepratman bekerja paruh waktu sebagai pemain biola pada orkes populer yang dipimpin Yo Kim Tjan. Selain itu WR Soepratman juga bekerja sebagai wartawan di suratkabar Sin Po yang pertamakali mempublikasikan teks lagu Indonesia Raya sesudah dikumandangkan WR Soepratman pada Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928.
Yo Kim Tjan mengusulkan agar rekaman lagu Indonesia Raya dibuat dalam dua versi, yaitu versi asli yang dinyanyikan langsung oleh WR Soepratman sambil bermain biola. Versi kedua adalah berirama keroncong yang nyaris tidak banyak diketahui masyarakat. Alasan memproduksi lagu Indonesia Raya versi keroncong agar semua orang Indonesia sudah tahu irama lagu kebangsaan bila kelak dikumandangkan.
Kedua lagu itu direkam di rumah Yo KimTjan di daerah Jalan Gunung Sahari, Batavia, dibantu seorang teknisi berkebangsaan Jerman. Master rekaman piringan hitam berkecepatan 78 RPM yang versi asli suara WR Soepratman disimpan dengan hati-hati oleh Yo Kim Tjan. Hanya versi keroncong yang kemudian dikirim ke Inggris untuk diperbanyak.
Belanda akhirnya panik dan menyita semua piringan hitam versi keroncong baik yang sudah sempat beredar maupun yang masih dalam perjalanan dari London ke Batavia. Belanda tidak mengira bila lagu yang dinyanyikan oleh WR Soepratman sebetulnya sudah direkam setahun sebelumnya tanpa ada yang tahu. Master lagu itu luput dari pengetahuan pihak penjajah Belanda dan Jepang.
Puteri sulung Yo Kim Tjan, Kartika menyimpan masternya sesuai amanah WR Soepratman yang meminta Yo Kim Tjan untuk menyelamatkan master lagunya agar bisa didengungkan pada waktu Indonesia Merdeka. Keluarga Yo Kim Tjan tahun 1942 membawa dan menyelamatkan master lagu itu dalam pengungsiannya ke Krawang, Garut. Kini sekeping piringan hitam lagu Indonesia Raya versi keroncong yang diselamatkan keluarga Yo Kim Tjan itu ada di Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta.
Sebuah catatan perjalanan sejarah bangsa bahwa sebelum pembacaan teks Sumpah Pemuda diperdengarkan lagu Indonesia Raya gubahan W.R. Soepratman dengan gesekan biolanya.
Sesungguhnya teks Sumpah Pemuda dibacakan pada 28 Oktober 1928 itu bertempat di Jalan Kramat Raya 106 Jakarta Pusat yang sekarang menjadi Museum Sumpah Pemuda. Gedung Museum Sumpah Pemuda itu adalah milik dari seorang Tionghoa bernama Sie Kong Liong.
Pada waktu itu hadir di Kongres Pemuda yang membacakan teks Sumpah Pemuda empat orang pemuda Tionghoa yakni Kwee Thiam Hong, Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien kwie. Sejarah perjalanan panjang lagu Indonesia Raya mengiringi semangat Sumpah Muda sampai hari ini.***
Penulis Dosen Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan, relawan Badan Warisan Sumatra (BWS) Medan.