Siti Kewe, Novel Perdana Karya Raihan Lubis Diluncurkan

Analisadaily (Medan) - Meninggalkan profesi sebagai seorang jurnalis tidak membuat seorang Raihan Lubis berhenti dari dunia tulis menulis. Malahan, pengelaman selama liputan menjadi jurnalis berbuah bentuk menjadi sebuah buku novel berjudul Siti Kewe.

Ditemui di acara peluncuran Siti Kewe, Raihan mengatakan, buku perdananya ini menceritakan tentang kisah seorang pemuda Gayo yang galau, antara memilih menjadi petani kopi atau hidup di luar tanah Gayo. Ketika konflik di Aceh, banyak orang memilih keluar Gayo karena situasi yang tidak aman.

“Banyak sekali pertikaian yang membuat orang-orang harus pergi meninggalkan tanah Gayo,” kata Raihan di sela-sela peluncuran novel, di Penang Corner, Jalan Dr Mansyur, Medan, Sabtu (28/10).

Dilanjutkannya, setelah kemudian tsunami ada perjanjian damai, dan Aceh kembali damai secara umum, Gayo juga terdampak dari kedamaian dan petani kopi bisa kembali berkebun. Hal ini membawa perubahan besar terhadap Kopi Arabika Gayo, sehingga banyak anak-anak muda kembali ke kampungnya untuk membangun kebun-kebun kopi yang terlantar.

“Nah, salah satu pemuda Gayo menjadi tokoh utama dalam novel ini,” ujarnya.

Acara peluncuran novel Siti Kewe karya Raihan Lubis di Medan, Sabtu (28/10).

Acara peluncuran novel Siti Kewe karya Raihan Lubis di Medan, Sabtu (28/10).

Raihan menjelaskan, novel Siti Kewe terinspirasi dari liputan-liputannya selama di Aceh. Kisah-kisah yang ditemukannya selama liputan, dirangkumnya dalam sebuah novel dengan tebal 180 halaman tersebut.

“Karena waktu itu banyak hal yang tidak bisa kita tulis secara berita, akhirnya tersimpan di kepala. Setelah saya tidak menjadi jurnalis lagi, saya pikir saya ingin menuliskannya. Dalam bentuk novel inilah, salah satu yang bisa saya tuliskan,” jelasnya.

Proses pembuatan novel memakan waktu kurang lebih hampir satu tahun. Untuk risetnya sendiri dilakukan selama Raihan menjalani proses liputan menjadi jurnalis, yaitu ketika zaman konflik di Aceh sekitar tahun 2000, kemudian bencana tsunami 2004, sampai proses damai atas konflik.

“Damai itu terjadi setelah satu tahun tsunami, tapi setting novel ini saya buat empat tahun pasca tsunami,” ungkapnya.

Mengenai kendala dalam pembuatan Novel, Raihan mengaku ada beberapa hal seperti sudah lama tidak menulis, membangkitkan kembali gairah menulis, kemudian ada hal-hal yang harus lebih riset lagi. Misalnya kondisi terkini Kopi Arabika Gayo di Aceh pasca tsunami.

“Setelah tsunami, Kopi Arabica Gayo mengalami peningkatan. Sebetulnya, jauh sebelum tsunami, Kopi Arabika Gayo itu sudah banyak di ekspor ke mana-mana. Tetapi setelah tsunami, orang lebih banyak tahu lagi,” ucapnya.

Momentum Sumpah Pemuda

Raihan menuturkan, peluncuran novel Siti Kewe sengaja dilakukannya bertepatan dengan momentum peringatan Sumpah Pemuda. Baginya, hal ini tidak terlepas dari keinginannya untuk mengajak para anak-anak muda, khususnya penulis dan jurnalis muda agar meningkatkan kemauan dalam berkarya.

“Jika ada kemauan, menulis tidak susah. Sebenarnya, jurnalis tidak jauh dari dunia tulis menulis. Tapi memang, untuk mengumpulkan menjadi sebuah buku cukup sulit dan butuh motivasi kuat,” sebutnya.

Selain itu, dipilihnya peluncuran novel Siti Kewe bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda, juga karena tokoh utama dalam novel adalah anak muda yang harus balik ke kampung atau pergi ke kampung orang lain untuk mencari kehidupan. Maka itu, juga dipilih untuk diluncurkan tepat di hari Sumpah Pemuda ini.

“Terkait novel ini saya berharap kepada pemuda, mungkin profesi menjadi petani tidak begitu menarik, tapi kalau kita bisa menghargai jerih payah petani, dan bagaimana kita bisa hidup dari bertani, sebenarnya menjadi petani itu adalah profesi yang luar biasa,” terangnya.

Novel Siti Kewe karya Raihan Lubis.

Novel Siti Kewe karya Raihan Lubis.

Edisi perdana kali ini, novel Siti Kewe dicetak 500 eksemplar melalui self publishing. Buku diterbitkan dan dengan dana sendiri oleh penulis. Jika ada pesanan, novel dicetak dan selanjutnya disalurkan. Harga novel dibanderol Rp 70.000.

Untuk diketahui, Raihan Lubis menjadi jurnalis dari tahun 1998-2009. Wanita kelahiran Medan ini pertama kali berkarier di Sonya FM sebagai penyiar, dan di Kiss FM sebagai reporter. Setelah itu Raihan berkarier di Majalah Gatra untuk Medan.

Usai dari Gatra, wanita kelahiran 1975 itu melanjutkan karier jurnalistiknya di Serambi, Aceh, kemudian Detik.com. Tidak sampai di situ, Raihan juga sempat menjajal jurnalis fotografi sebagai stringer fotografer di beberapa kantor berita asing.

Saat ini, ibu dari tiga orang anak tersebut berprofesi sebagai Praktisi Humas untuk proyek Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta.

(REL)

Baca Juga

Rekomendasi