Muslim Kaffah Sepanjang Hayat

Oleh: Sofyan

Hai orang-orang yang beriman masuk Islamlah kamu secara kaffah dan jangan mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya dia musuh yang nyata bagi kamu (QS. Al-Baqarah 208).

Asbabun Nuzul

AYAT  ini turun berkaitan dengan seke­lompok kaum Yahudi yaitu Abdullah bin Salam, Tsa’labah Ibnu Yamin, Asad dan Usaid bin Ka’ab, Sa’id bin Amr dan Qais bin Zaid. Mereka menghadap kepada Nabi saw. hendak beriman dan meminta agar dibiarkan merayakan kebaktian pada hari Sabtu serta mengamalkan isi Taurat pada malam harinya. Mereka beranggapan bahwa hari Sabtu adalah hari yang harus dimuliakan dan kitab Taurat ada­lah kitab yang diturunkan oleh Allah juga. Maka turunlah ayat ini agar tidak mencampur adukkan agama.

Makna Silmi dan Kaffah dalam

Tafsir Ibn Kasir

Dalam asbabun nuzul di atas, turunnya ayat ini berkaitan dengan sekelompok orang dari kalangan Yahudi (sebagaimana disebutkan di asbabun nuzul)  dan kelompok lain yang menyatakan diri mereka masuk Islam kemudian meminta izin kepada Nabi saw. untuk mengadakan kebaktian pada Sabtu serta membaca kitab Taurat di malam hari.

Melalui ayat ini Allah memerintahkan kepada mereka agar lebih menyibukkan diri mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam, menggemakan syi­ar-syiar Islam, tidak menjadikan hari Sabtu sebagai hari istimewa karena telah dihapuskan dan diganti dengan hari-hari raya Islam serta  meninggalkan hal-hal lain yang tidak berkaitan dengan Islam.  Umat  Islam saat itu diperintahkan Tuhan agar berpegang  kepada tali Islam, mengamalkan semua perintah dan menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya serta  lebih fokus mengamalkan  semua cabang iman dan syariat Islam yang sangat banyak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Perintah untuk masuk Islam secara kaffah terdapat dalam ayat,”Udkhulu fissilmi kaffah”,  kata silmi menurut al-Aufi, meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, ad-Dahhak, Ikrimah, as-Saddi, Ibnu Zaid dalam Tafsir Ibnu Kasir diartikan dengan agama Islam. Menurut Qatadah yang di maksud dengan as-silmi yakni berserah diri.

Sedangkan makna kaffah menurut Ibn Abbas, Mujahid, Ikrimah, Abul Aliyah, Qatadah, ad-Dahhak dan Muqatil Ibnu Hayyan diartikan dengan seluruhnya. Menurut Mujahid makna ayat tersebut yaitu berkaryalah kalian de­ngan semua amal dan semua segi kebajikan.

 Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman dari kalangan ahli kitab, kendati mereka telah beriman kepada Allah namun masih tetap berpegang kepada Kitab Taurat dan syariat yang telah diturun­kan di kalangan mereka yang telah dihapuskan. Maka Allah menyeru kepada mereka semua agar masuk ke dalam syariat Nabi Muhammad saw. dan tidak meninggalkan sesuatupun yang ada padanya serta meninggalkan apa yang ada dalam Taurat.

Menjadi Muslim Kaffah

Dalam sabdanya Rasulullah saw. menegaskan, bahwa  iman memiliki tujuh puluh dua  lebih cabang dan tingkatan iman yang paling utama adalah kalimat laa ilaha illallah, sedangkan cabang iman yang paling rendah yaitu membuang duri di tengah jalanan.  Banyaknya  cabang-cabang iman serta syariat Islam jika diimplementasikan  dalam praktekkan dalam kehidupan seorang Muslim  maka akan membentuk kita menjadi Muslim yang kaffah.

Makna Islam secara bahasa diartikan dengan al-khudu’ atau at-taat wal-istislam  yaitu patuh, tunduk serta berserah diri serta selamat. Secara bahasa Islam diartikan dengan,”Engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat yang diwajibkan, melaksanakan puasa dan menunaikan haji bagi yang mampu”.

Untuk lebih mempertegas makna Islam, bahwa orang Islam adalah mereka yang patuh pada perintah Allah menjauhi larangan-Nya, tunduk pada aturan-aturan yang telah ditetapkan  Tuhan sebagai pembuat syari’at.

Kata syari’at diartikan dengan peraturan, hal ini dijelaskan dalam Alquran,”Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syari’at (peraturan) dan urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui” (Q.S. al-Ma’idah/5: 48).

Menurut Ragib al-‘Asfahani dalam Mu’jam Mufradat al-Faz Alquran syari’at dimaknai dengan ketentuan ketuha­nan. Secara ringkas syari’at Islam diartikan dengan ketentuan atau peraturan-peraturan Allah yang diturunkan kepada umat Islam melalui Rasulullah saw.

Allah adalah Tuhan yang membuat peraturan serta hukum-hukum yang berkaitan dengan agama dan kehidupan di dunia. Maka manusia sebagai aktor dalam kehidupan harus tunduk pada aturan dan kehendak Allah serta Rasul-Nya. Kehendak Allah dan Rasul-Nya harus diketahui oleh manusia, sehingga secara kongkrit syari’at Islam dapat dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai aspek, baik di bidang aqidah, ibadah, muamalah, akhlak, munakahat dan jinayat.

Kapatuhan dan ketundukan se­orang Muslim kaffah terhadap perintah Tuhannya menjadikan mereka umat yang selamat hidupnya di dunia dan insya Allah selamat di akhirat. Bahkan  lebih dari itu seorang muslim kaffah sejati­nya mampu menyelamatkan kehidupan manusia. Di antara ciri khas Muslim kaffah, antara lain:

Konsisten dalam Berdakwah

dan Menuntut Ilmu

Melalui Alquran surat Al-Baqarah 208 Allah menyuruh semua orang-orang yang beriman agar masuk Islam secara kaffah, berpegang teguh pada tali agama Allah, bersabar menghadapi ujian yang datang kepadanya serta tidak takut menegakkan amar  ma’ruf nahi munkar sesuai dengan koredor yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Muslim kaffah senantiasa konsisten dalam berdakwah dan tidak lelah menghiasi diri de­ngan ilmu, karena melakukan sesuatu harus berdasarkan ilmu, bukan perasaan atau mengekor kepada orang lain. Para da’I harus dibekali dengan ilmu, ilmu untuk kemaslahatan orang banyak

Dakwah yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya adalah dakwah yang dipenuhi dengan hikmah dan mauizah hasanah, bukan dakwah yang brutal, anarkis dan radikal. Dakwah Islam di bumi pertiwi harus ditegakkan dengan jalan damai, menjauhi  keke­rasan dan penuh dengan nilai-nilai kasih sayang dan menjunjung tinggi etika.

Sejarah mencatat bagaimana Islam masuk ke Indonesia dengan jalan da­mai, tanpa peperangan dan kekerasan sehingga menarik hati masyarakat Indonesia untuk memeluk Islam dengan kesadaran tanpa ada paksaan. Hal sesuai dengan ayat Quran,”la ikraha fiddin” (Tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam).

Taat pada Pemerintah

Seorang Muslim kaffah senantiasa taat pada pemimpinnya, selagi tidak melarang, menghalangi umat Islam beribadah dan memerintahkan mereka melakukan kemunkaran. Sikap sabar dan mematuhi aturan pemimpin menjadi sebuah keharusan, “Atiullah waatiurrasula wa ulil amri minkum” (Taatlah kamu kepada Allah, Rasul dan ulil amri di antara kamu).

Menjalin Ukhuwah Islamiyah

Sesama Muslim bersaudara sebagai­mana penegasan Rasul,”Innamal mu’­minu­na ikhwah”, maka sejatinya sesama Muslim saling membantu, menyayangi, tidak saling sikat dan sikut sehingga menimbulkan perpecahan. Berbeda dalam hal furuiyyah bukan alasan sesama Muslim saling membenci, bermusuhan dan tidak tegur sapa, karena pada dasarnya kita adalah umat yang satu, satu Tuhannya, sama Nabi­nya, arah kiblatnya pun tidak berbeda, sama kitab sucinya. Perbedaan dalam berorganisasi jangan sampai menjadikan kita terkotak-kotak sehingga mudah untuk dilumpuhkan.

Munculnya Perrpu No 2 Tahun 2017 yang telah menjadi undang-undang kini menimbulkan keresahan dan kegalauan di kalangan umat Islam. Keresahan itu muncul disebabkan banyak hal, ada yang mengkhawatirkan tidak dapat men­jalankan kebebasan beragama dengan baik, terjadinya kriminalisasi terhadap para ulama dimana mereka yang memiliki pemikiran kritis terhadap pemerintah akan seenaknya saja ditangkap di penjara bahkan dihabisi nyawanya seperti yang terjadi pada tahun 1965 ketika terjadinya pemberontakan PKI.

Munculnya Perrpu ini dikhawatirkan  umat Islam akan mempersempit ruang untuk mengembangkan kebebasan dakwah Islam dan masih banyak lagi asumsi-asumsi lain yang muncul ke permukaan. Maka sabar dalam ketaatan, sabar dalam mendapatkan ujian kunci sukses menghadapi hal di atas. Bermohon kepada Yang Maha Kuasa agar bangsa ini tidak mudah diadu domba oleh setan-setan penyebar kebencian dan permusuhan. Semoga Allah meridhai, amin.

Penulis dosen di STAI Darularafah (STAI DA), penerima beasiswa 5000 Doktor Kementrian Agama RI 2015.

()

Baca Juga

Rekomendasi