Ajar Poda Jokowi Mengundang Tawa Bahagia

Oleh: Muhammad Arifin. PRESIDEN RI Joko Widodo hadir pada mata ni horja (puncak acara adat). Kedatangan presiden beserta keluarga disambut dengan membunyikan gordang sambilan dan disuguhi dengan sirih. Pemberian sirih merupakan tanda selamat datang kepada tamu. 

Dalam penyambutan itu, suhut dan anakborunya menunggu di pintu gerbang sebagai tanda kebesaran hati dari suhut dan anakborunya maka dibunyikan gordang sambilan dan disambut prosesi manortor hingga mundur ke gelanggang tempat acara.

Presiden Joko Widodo sebelumnya mengaku siap untuk manortor karena sudah latihan. Hal sama dilakukan Kahiyang dengan belajar tari tortor dari guru khusus. Bahkan Kahiyang telah manortor bersama Bobby di acara margalanggang (manortor II) pada Jumat (24/11) malam. Begitu pula dengan Gibran Rakabuming Raka dan istri, Selvi Ananda serta putranya Jan Ethes Srinarendra. Keluarga Gibran datang ke acara adat pernikahan adiknya sehari lebih cepat daripada ayahnya, Joko Widodo dan juga telah manortor di acara mangalo-alo mora. “Beliau (Joko Widodo) datang ke horja sebagai raja, karena itu disambut dengan upacara kebesaran adat Mandailing,” tutur H Pandapotan Nasution SH, selaku pemangku adat dan Raja Pasununan. 

Selanjutnya, Presiden Jokowi akan manortor akan disambut Raja-raja Adat Mandailing, Angkola, Sipirok, dan Padang Lawas. Setelah itu ada prosesi mangulosi atau menyelendangkan ulos kepada Joko Widodo dan Iriana. Syahrin Husin Lubis yang bergelar baginda Mangaraja Soripada, Sarbini Harahap, dan Porkas Dalimunthe yang bergelar Patuan Kumala Soangkupon akan melakukan pemberian ulos kepada presiden beserta istri. Namun sebelumnya, ditampilkan tortor sabe-sabe sebagai bentuk penghormatan kepada presiden. 

Selanjutnya, pengantin Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu dibawa dari rumahnya menuju ke Tapian Raya Na Martua. Lantas dilaksanakan upacara khusus marpangir yang memiliki makna untuk menghanyutkan masa remaja serta didoakan selamat menempuh hidup baru dan memperoleh keturunan anak laki-laki dan perempuan. 

Dari rumahnya, kedua mempelai dibawa menuju ke Tapian Raya Na Martua dengan arak-arakan dan diiringi gondang. Marpangir memiliki makna khusus untuk menghanyutkan masa remaja serta didoakan selamat menempuh hidup baru dan memperoleh keturunan anak laki-laki dan perempuan. “Itu sebagai batas untuk memasuki masa dewasa, dengan menghanyutkan barang-barang yang terkait dengan masa kecil kedua pengantin,” tutur H. Pandapotan Nasution, Raja Pasununan yang memimpin upacara adat Manopot Horja.

Lebih lanjut, Pandapotan menyebutkan bahwa iring-iringan kedua mempelai menuju Tapian Raya Na Martua diawali dengan tukang pencak dan penari tortor selaku pembuka jalan. Di lokasi yang telah disiapkan terdapat pancur pangir sebagai tempat untuk melakukan upacara marpangir. 

“Waktu pulangnya dari Tapian Raya Na Martua, posisi iring-ringan berubah. Bobby dan Kahiyang posisinya berada paling depan karena mereka telah menjadi orang tua,” tambahnya. Selanjutnya keduanya digiring menuju ke gelanggang acara dan diberikan gelar adat. Sesuai kesepakatan raja-raja Mandailing dan Tapanuli Bagian Selatan memutuskan gelar adat untuk Bobby Nasution adalah Sutan Porang Gunung Baringin Naposo, sedangkan Kahiyang Ayu Siregar bergelar Namora Pinayongan Kasayangan.

Setelah melewati beragam prosesi, dilanjutkan mangupa, satu upacara adat yang berwujud doa, pesan-pesan dan petunjuk kepada kedua pengantin, disampaikan dengan bahasa adat yang berwujud sastra Mandailing. Prosesi mangupa ini dibawakan seorang yang disebut Datu Pangupa. Hamdan Nasution yang bergelar Mangaraja Parlaungan yang menjadi Datu Pangupa memberikan nasihat, doa, pesan-pesan dan petunjuk kepada kedua pengantin. 

“Agar nama gelar adat berkat maka dilaksanakan margupa. Di dalamnya berupa pasu-pasu, berisi doa restu agar Bobby dan Kahiyang selamat dalam menempuh rumah tangga dan bermartabat,” tutur Pandapotan Nasution, SH, pemangku adat Mandailing bergelar Patuan Kumala Pandapotan. 

Tujuan dari pangupa adalah memperkuat tondi ke dalam tubuh, dalam bahasa adat disebut hobol tondi tu badan, artinya tondi bersemayam dalam tubuh dengan aman dan nyaman. Dalam bahasa pangupa digambarkan dengan telur yang direbus, di mana kuning telur dilindungi oleh putih telur dengan baik. Apabila tondi hobol tu badan diharapkan orang yang diupa akan tegar menghadapi segala tantangan.

Istilah tondi (bahasa Mandailing - daerah Tapanuli Selatan, Sumatera Utara), berpadanan dengan beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang mencakup kata semangat, tenaga, dan kekuatan yang bersifat psikologis. Seiring dengan itu, beberapa pakar memiliki kesamaan pendapat tentang pembahasan makna tondi ini. 

Sasaran dari pangupa adalah tondi, keduanya tak bisa dipisahkan. Tondi adalah tenaga spiritual yang memelihara ketegaran jasmani dan rohani agar serasi, selaras dan seimbang dalam kehidupan seseorang dalam bermasyarakat. 

Dalam pandangan adat, manusia seutuhnya terdiri dari tiga unsur, yaitu: badan, jiwa (roh), dan tondi. Badan adalah jasad kasar yang terlihat dan dapat diraba. Jiwa (roh) adalah benda abstrak yang menggerakkan badan kasar tadi. Tondi adalah benda abstrak yang mengisi dan menuntun badan kasar dan jiwa tadi dengan tuah, sehingga seseorang kelihatan berwibawa dan punya marwah. 

Orang yang telah rusak akal budinya dianggap tidak martondi. Badannya sehat, jiwanya (roh) ada, akan tetapi karena tondinya tidak ada sebagai penuntun badan kasar dan jiwa tadi, maka dia menjadi manusia yang tidak normal. Itulah sebabnya tondi itu harus tetap bersatu dengan badan seseorang. Di sinilah pangupa memegang peranan.

Joko Widodo dan Iriana beserta Ade Hanifah Siregar duduk duduk di sebelah kiri Bobby dan Kahiyang. Proses selanjutnya adalah keduanya makan dengan tangan dan saling memberikan minum. Proses memberi makan dalam mangupa ini memiliki makna tersendiri bagi mempelai yakni saling menyayangi dan mengasihi. 

Ajar Poda

Memasuki penghujung acara penting berupa ajar poda. Prosesi pemberian nasihat kepada mempelai ini merupakan tahap lanjutan dari prosesi adat sebelumnya, mangupa. Ajar poda yang diartikan sebagai kata nasihat. 

Nasehat pertama disampaikan ibu Bobby, Ade Hanifah Siregar. Dia mengatakan, dirinya tetap terbuka jika memang diperlukan bantuan. “Mama selalu siap jika memang Kahiyang membutuhkan. Kini, Mama adalah orangtua Kahiyang juga,” ucapnya. 

Sebelum menutup, Ade Hanifah Siregar menegaskan, kedua pengantin jangan pernah meninggalkan salat karena salat tiang agama. Bagaimanapun sibuk dan repot, tolong luangkan waktu kembali kepada Tuhan yang menciptakan kita. “Semua ini tidak ada artinya tanpa bimbingan Allah SWT. Jika tetap dalam jalanNya,maka kita akan selamat dunia dan akhirat, lahir bathin,” katanya. 

Usai menyampaikan ajar poda dari besan, giliran Joko Widodo menyampaikan. Orangtua mempelai wanita itu menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya atas penerimaan, keramahtamaan, dan sambutan yang luar biasa, termasuk pemberitan marga kepada putrinya Kahiyang Ayu Siregar. Saat mengucapkan kata ‘Siregar’ dengan logat jawanya. Hadirin terlihat tersenyum dan tertawa bangga. 

Jokowi juga menyampaikan terimakasih atas upacara adat yang sangat meriah dan penuh filosofi yang sangat meriah, penuh filosofi dan bermakna. “Saya yakin persaudaraan kita akan terus berlanjut dan membawa berkah kepada kita semua, kepada masyarakat, bangsa dan negara,”katanya. 

Dia juga menyampaikan,, hari ini adalah hari yang baik, hari yang berbahagia bagi pasangan pengantin yang telah selesai di-upah dan diberikan gelar adat yang di dalamnya berisi nasehat dan doa kepada pengantin. Namun, sebagai orangtua maka akan memberikan ajar poda sebagai bekal untuk menjalani kehidupan. 

“Ananda Bobby dan Kahiyang, dalam rangkaian acara adat tadi. Ananda berdua telah banyak nasehat. Ananda berdua mempunyai kewajiban untuk saling menyayangi, saling mencintai, saling mernghormati dan saling menjaga tanggungjawab masing-masing. Tanggungjawab Anda berdua termasuk tanggungjawab sosial kepada keluarga, kepada masyarakat, agama dan bangsa dan negara,” katanya. 

Dia menyampaikan pepatah di adat Mandailing, holong do maroban domu, domu maroban parsaulian. Usai membaca pepatah berbahasa Mandailing hadiri kembali terlihat tertawa senang dan bangga. Ada juga yang spontan memberi aplaus. 

Dilanjutkan, pepatah ini memiliki arti kasih sayang membawa persatuan, persatuan membawa kebaikan bersama. Selanjutnya ada beberapa hal lain yang perlu diamalkan pengantin. 

Pertama, pantun hangoluan, teas hamatean (untuk hidup bahagia haruslah menjaga sopan santun. Jika tidak menjaga sopan santun, maka malapetaka bisa datang). Kedua, suan tobu di bibir, dohot di ate-ate (manis bukan hanya di mulut, tetapi juga di hati. Kebaikan yang dikatakan juga kebaikan yang dilakukan sepenuh hati). 

Ketiga, tangi di siluluton, inte di siriaon (jika ada kemalangan, walaupun tidak diundang, kita wajib berupaya untuk datang dan menolong. Namun demikian, jika ada kegembiraan, kita hanya wajib datang kalau diundang. Keempat, bahat disabur sabi, anso adong salongon (kalau kita banyak menanam, maka kita akan banyak memetik hasilnya. Artinya, banyak-banyaklah berbuat kebaikan, agar Ananda memetik kebahagiaan). 

Petuah ini ditutup dengan petikan Horas! Horas! Horas!. Dengan berakhirnya ajar poda maka dilanjutkan dengan prosesi manortor somba. Tortor somba lantas ditarikan Bobby dan Kahiyang di hadapan orangtuanya sebagai tanda terima kasih dan penghormatan kepada orangtua dan raja-raja adat.

()

Baca Juga

Rekomendasi