Oleh: Poltak MS
Hampir bisa dipastikan, di era serba modern dan era digital saat ini, manusia yang tinggal di pedesaan maupun perkotaan tidak pernah bisa lepas dari alat-alat elektronik dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan peralatan elektronik sudah menjadi keharusan yang tak terelakkan lagi. Mulai dari kebutuhan di dapur seperti penanak nasi (rice cooker), oven, microwave, kompor listrik, blender, kulkas, mesin cuci, dan dispenser, kebutuhan informasi dan hiburan seperti televisi, radio, komputer dan laptop, alat komunikasi seperti telepon genggam (HP) dan internet, serta kebutuhan kenyamanan seperti pendingin ruangan (AC) dan kipas angin.
Alat-alat elektronik akan terus berkembang seiring tuntutan modernitas dan kebutuhan gaya hidup, serta kepraktisan pemakainya. Namun, seperti layaknya barang-barang lainnya, setelah masa tertentu, produk-produk elektronik ini tentu saja pada akhirnya akan menjadi benda yang tidak dipakai lagi karena mengalami kerusakan atau sudah ada penggantinya dalam versi terbaru.
Jika sudah demikian, barang-barang tersebut menjadi rongsokan elektronik atau sampah elektronik yang biasanya akan mengokupasi sudut-sudut ruang kerja dan gudang di rumah atau kantor. Dan tanpa disadari pemakainya, keberadaan alat-alat elektronik ini akan meningkatkan jumlah sampah yang dihasilkan, lebih populer disebut sebagai sampah elektronik atau electronic waste (E-Waste).
Biasanya pula, penghasil sampah elektronik ini akan bingung untuk menanganinya atau bisa jadi secara serampangan membuangnya begitu saja ke tempat sampah. Pembuangan sampah elektronik mengalami kesulitan karena tidak semua tukang servis atau pemulung mau menerima rongsokan yang sudah kadaluwarsa dan sudah tidak ada lagi pasarnya.
Seringkali para pembuang sampah elektronik tidak menyadari kalau di dalam setiap peralatan elektronik yang dipakainya terkandung komponen-komponen yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan dapat dikategorikan sebagai limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) jika dibuang begitu saja tanpa penanganan yang tepat. Sebab dalam komponen-komponen alat elektronik itu terkandung bahan-bahan beracun seperti merkuri, timbal, kromium, arsenik, dan lain-lain.
Jika sampah organik hanya perlu dibuang dan ditimbun karena mudah lapuk dan bisa diuraikan senyawanya oleh bakteri atau dikubur dan akan menghasilkan pupuk organik, maka lain halnya dengan sampah non-organik. Sampah tersebut ditangani mulai dari tempat penampungan sementara hingga ke tempat pembuangan sampah non-organik berupa plastik, besi, kaca, dan beberapa material didaur ulang oleh industri kecil. Sementara itu sampah elektronik berupa trafo, bohlam, radio, TV, telepon, dan komponen pendukung lainnya, belum ada yang menangani secara sistematis dari waktu ke waktu.
Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun bifenil yang bersifat karsinogenik itu jika terus dibiarkan menumpuk, hingga berpotensi menggunung, maka akan sangat membahayakan bagi kesehatan manusia. Selain itu berdasarkan beberapa penelitian ilmiah, keberadaan sampah elektronik secara tidak langsung juga dapat menurunkan IQ, karena ketika dibakar, sampah yang mengandung logam berat ini menimbulkan polusi udara (pencemaran timbal) yang sangat berbahaya. Jika dibuang ke permukaan tanah begitu saja, akan menghasilkan lindi (cairan yang berasal dari dekomposisi sampah dan infiltrasi air eksternal dari hujan).
Karenanya, sampah elektronik harus ditangani secara khusus agar tidak mencemari lingkungan di sekitarnya dan aman bagi manusia. Menguasai teknik mendaur-ulang sampah elektronik ini menjadi sangat penting saat ini sebagai salah satu solusi tepat penanganan masalah lingkungan. Di samping bisa pula mendapatkan kembali material-material yang terkandung di dalamnya karena memiliki nilai ekonomis tinggi dan bisa dimanfaatkan kembali untuk bahan baku pembuatan produk baru.
Proses Daur Ulang Sederhana
Memang beberapa teknologi telah diterapkan di negara maju untuk proses daur ulang limbah elektronik ini. Sebagian teknologi memberikan performa yang cukup bagus untuk dikembangkan. Sebagai negara berkembang, Indonesia pun sangat berkeinginan mengadopsi teknologi tersebut, tentunya dengan penyesuaian untuk kondisi di Indonesia. Mengingat umumnya di negara asalnya, teknologi tinggi menjadi ciri khas produk mereka, sehingga penyesuaian menjadi teknologi menengah yang mampu dibuat dan diproduksi di dalam negeri menjadi poin penting penerapannya di Indonesia.
Sebelum melakukan tindakan daur ulang sampah elektronik, terlebih dahulu perlu kita ketahui komposisi dari limbah ini. Untuk setiap produk elektronik tentu mempunyai komposisi yang berbeda tergantung dari jenis dan juga produsennya. Beberapa material sampah elektronik bisa didaur ulang seperti plastik, baik itu untuk mengasilkan bahan bakar setara dengan bensin dan solar, kemudian aneka macam logam seperti besi, tembaga, aluminium tentunya sangat bernilai ekonomis tinggi kalau bisa dimanfaatkan lagi, belum lagi beberapa logam dalam jumlah yang kecil tetapi sangat bernilai seperti perak dan emas tentunya menjadikan kegiatan daur ulang ini sangat menjanjikan ke depannya.
Banyak masyarakat yang tidak menyadari atau malah tidak pernah tahu kalau di dalam setiap perangkat elektronik terdapat komponen yang terbuat dari emas meski dalam jumlah yang sedikit. Emas adalah salah satu konduktor yang terbaik dan logam ini bisa ditemukan dengan mudah dalam processor, harddisk, atau PCB. Tidak perlu mengeluarkan banyak uang dan tenaga untuk mengolah komponen tersebut menjadi emas.
Metode sederhana juga bisa diterapkan untuk mendapatkan logam mulia dari sampah elektronik. Siapapun bisa menerapkan cara ini untuk mendapatkan butiran emas berharga dari komponen elektronik bekas. Bahan yang perlu Anda siapkan adalah air raksa, asam nitrat, serta kain parasit. Setelah semuanya tersedia, masukkan komponen ke dalam gelas kaca yang berisi asam nitrit. Tunggulah beberapa saat sampai cairan tersebut berproses dan menjadi hijau. Siapkan kain parasit untuk menyaring cairan tersebut. Serbuk emas akan menempel pada kain yang Anda gunakan. Untuk menyatukan serbuk tersebut, gunakanlah air raksa.
Tuangkan air raksa di atas kain dan goyangkan kain tersebut sampai serpihannya menyatu. Setelah itu, peraslah air raksa sampai Anda mendapatkan serbuk putih. Pembakaran adalah langkah terakhir yang harus Anda lakukan. Dengan suhu tinggi, bakarlah serbuk putih tersebut hingga menjadi emas padat. Metode sederhana ini bisa membantu Anda mendapatkan butiran emas yang mempunyai harga jual tinggi.
Jika dengan metode sederhana ini Anda bisa mendapatkan emas dari sampah elektronik, tentu Anda akan berpikir ulang untuk tidak sembarangan lagi membuang sampah elektronik. Karena jika sampah elektronik bisa diolah dengan baik akan menjadi sesuatu yang mempunyai harga jual tinggi. Selain itu, masih banyak logam lain yang bisa Anda manfaatkan dari sampah elektronik. Anda masih bisa mendapatkan manfaat dari sampah elektronik yang telah Anda gunakan asal tahu caranya. Membuangnya ke tempat tampah atau ke tempat penampungan sampah bukanlah kebijakan yang tepat.
Ada banyak cara untuk mengolah sampah menjadi sesuatu yang berharga dan bermanfaat. Oleh karena itu, Anda tidak seharusnya memperlakukan sampah sebagai buangan. Sampah bisa menjadi aset berharga bagi sebuah bisnis jika bisa dikelola dengan baik. Sampah bisa berubah menjadi emas dengan pengelolaan yang tepat dan efektif.