Namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhassa.
Tepat pada hari Sabtu , tanggal 11 Februari 2017, jatuh pada bulan purnama atau dalam penanggalan lunar Imlek tanggal 15 bulan pertama. Bagi orang Tionghoa pada umumnya, hari ini dikenal sebagai Cap Go Meh (Malam Tanggal Lima Belas), perayaan lima belas hari setelah Sin Cia atau tahun baru Imlek. Bagi umat Buddha, hari ini juga bertepatan dengan peringatan hari Maghapuja yang jatuh pada saat purnama di bulan Magha dalam kalender Buddhis. Maghapuja (puja/penghormatan di bulan Magha) merupakan hari besar dalam agama Buddha. Di negera-negera Buddhis seperti Thailand, Srilangka, Myanmar, Kamboja, dan Laos, peringatan ini dirayakan secara meriah dengan berbagai upacara keagamaan. Namun demikian, yang terpenting bukanlah seberapa besar dan meriahnya peringatan Maghapuja dilakukan, melainkan sejauh mana umat Buddha memaknai peringatan ini dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam tulisan ini kita akan membahas sedikit lebih mendalam tentang sejarah dan makna peristiwa ini dalam ajaran Buddha.
Sejarah Peristiwa Maghapuja tidak disebutkan secara eksplisit dalam kitab Tipitaka Pali, namun secara ringkas disebutkan dalam kitab komentar atau penjelasan (atthakatha) dari Dighanakha Sutta, Majjhima Nikaya 74. Dighanakha Sutta, sesuai dengan judulnya, adalah kotbah Sang Buddha kepada pertapa pengembara Dighanakha tentang pandangan filosofis yang dianut pertapa pengembara itu. Di sini Sang Buddha menunjukkan kesalahan dari pandangan pertapa Dighanakha tersebut dan mengajarkan bahwa seorang yang bijaksana setelah menyadari bahwa satu pandangan yang dianut dapat bertentangan dengan pandangan lain sehingga menyebabkan perselisihan, tidak menganut pandangan apa pun dan melepaskan semua pandangan. Kemudian Sang Buddha melanjutkan dengan menjelaskan bahwa jasmani adalah tidak kekal (anicca), penderitaan (dukkha), dan bukan diri (anatta). Ketika seseorang menganggap jasmani ini seperti ini, ia akan melenyapkan nafsu keinginan. Demikian juga, tiga jenis perasaan (perasaan menyenangkan, tidak menyenangkan, dan netral) adalah tidak kekal, penderitaan, dan bukan diri. Dengan perenungan yang demikian dalam meditasi, seseorang akan mencapai pembebasan batin. Seseorang yang batinnya telah terbebaskan tidak memihak siapa pun dan tidak berselisih dengan siapa pun dalam hal pandangan-pandangan filosofis. Ia menggunakan kata-kata dan bahasa yang digunakan di dunia ini tanpa melekatinya. Pada akhir kotbah, pertapa Dighanakha mencapai kesucian Sotapanna dan Bhikkhu Sariputta, salah satu siswa utama Sang Buddha yang sedang mengipasi Beliau di belakang-Nya, mencapai kesucian Arahat. Sebelumnya Bhikkhu Sariputta yang dikenal juga sebagai siswa Sang Buddha yang terkemuka dalam hal kebijaksanaan baru mencapai kesucian Sotapanna dan baru ditahbiskan sebagai bhikkhu selama dua minggu. Teks kanon (kitab suci) Pali berhenti sampai di sini, tetapi kitab komentar menambahkan sebagai berikut: "Setelah menyelesaikan khotbahnya saat matahari terbenam, Sang Buddha turun dari Gijjhakuta (Puncak Burung Nazar) dan pergi ke Veluvana (Hutan Bambu) dan berkumpul dengan para siswanya. Perkumpulan tersebut memiliki empat keistimewaan (caturangasannipata): Terjadi pada saat purnama di bulan Magha , Para siswa yang berkumpul berjumlah 1.250 orang Bhikkkhu, berkumpul tanpa diundang, mereka semuanya adalah Arahat dengan enam kekuatan batin ( abhinna), dan semuanya merupakan ehi bhikkhu upasampada. Pada kesempatan agung itu, Sang Buddha menerangkan prinsip-prinsip ajaran yang disebut Ovada Patimokkha.
Sang Arahanta, Sammma-Sambuddha , Yang Maha Suci, Yang Maha Tahu, Yang Maha Bijaksana, telah bersabda tentang Ovada-Patimokkha yang terdiri atas tiga syair sebagai berikut:
Kesabaran merupakan pelaksanaan Dhamma yang tertinggi.
Para Buddha bersabda: Nibba¯na adalah yang tertinggi.
Jika seseorang masih menyakiti, atau melukai orang lain;
Maka sesungguhnya dia bukanlah seorang petapa atau samana.
Janganlah berbuat jahat, Berbuatlah kebajikan, Sucikan hati dan pikiran: Inilah ajaran Para Buddha.
Tidak menghina,tidak menyakiti, Mengendalikan diri selaras dengan Patimokkha,
Makan secukupnya, tidak berlebih-lebihan, Hidup di tempat yang sunyi,
Berusaha melatih Samadhi.
Inilah ajaran Para Buddha.
Makna Selain memperingati peristiwa caturangasannipata diatas, Maghapuja diperingati untuk mengingatkan umat Buddha pada inti ajaran Sang Buddha serta pelaksanaannya. Tentu saja ajaran-ajaran ini bukan hanya untuk diingat pada momen peringatan Maghapuja saja, tetapi juga setiap saat untuk dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
Ovada-Patimokkha merupakan ajaran dasar yang juga dibabarkan oleh para Buddha sebelum Buddha Gotama. Hal ini ditegaskan dalam riwayat Buddha Vipassi yang dikisahkan dalam Mahapadana Sutta (Digha Nikaya 14) bahwa Buddha Vipassi juga memberikan syair-syair ini sebagai instruksi kepada para bhikkhu siswa-Nya.
Menurut Vinaya Pitaka, selama 20 tahun pertama setelah menjadi Buddha, Sang Buddha tidak menetapkan aturan bagi Sangha, namun hanya menggunakan Ovada-Patimokkha sebagai pedoman dasar bagi kehidupan kebhikkhuan. Setelah banyak orang masuk Sangha sehingga jumlah anggota Sangha semakin bertambah, pelanggaran-pelanggaran semakin banyak terjadi sehingga Sang Buddha menetapkan peraturan kebhikkhuan (Patimokkha) satu per satu untuk menghadapi kasus per kasus pelanggaran yang terjadi. Sekarang kita akan membahas secara singkat makna syair Ovada-Patimokkha ini.
Bait pertama:
Kesabaran merupakan pelaksanaan Dhamma yang tertinggi.
Para Buddha bersabda: Nibbana adalah yang tertinggi.
Jika seseorang masih menyakiti, atau melukai orang lain;
Maka sesungguhnya dia bukanlah seorang petapa atau samana.
Bait syair ini menjelaskan latihan tentang kesabaran.
Khanti (kesabaran) adalah ketenangan hati dalam menghadapi permasalahan batin dan jasmani, memiliki sifat tenang juga dapat diartikan menahan diri secara wajar pada saat menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan. Khanti dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
1.Adhivasana Khanti yaitu Kesabaran jasmani. Misalnya mempunyai kesabaran pada waktu menghadapi rasa lelah, sakit, lapar ataupun haus. Pada saat kondisi ini terjadi, tetap tenang dan tidak terpengaruh, tidak berteriak-teriak melainkan tetap bersikap sewajarnya. 2.Titikkha Khanti yaitu Kesabaran batin, merupakan hasil dari pengembangan kesabaran jasmani secara bertahap. Titikkha Khanti ini adalah kesabaran pada waktu disakiti, kesabaran pada waktu difitnah, dimarahi ataupun kesabaran karena dihina dan dicela, serta kesabaran dalam menghadapi nafsu keinginan. Apabila seseorang tetap bersikap tenang dalam menghadapi hal-hal tersebut, ini menandakan perkembangan batin yang baik. Kesabaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan adhivasana khanti.
Syair ini juga menunjukkan tujuan tertinggi dari ajaran Sang Buddha, yaitu Nibbana. Secara ringkas, Nibbana adalah padamnya nafsu, kebencian, dan kebodohan batin.
Disamping itu juga dalam bait ini menerangkan bahwa, seseorang tidak dapat disebut sebagai seorang samana apabila masih menyakiti atau melukai orang lain.
Bait kedua:
Janganlah berbuat jahat, Berbuatlah kebajikan, Sucikan hati dan pikiran: Inilah ajaran Para Buddha.
Syair ini menunjukkan latihan dasar bagi seluruh umat Buddha, yaitu menjalankan moralitas (sila) dan mengembangkan pikiran atau batin (meditasi). Moralitas dalam arti pasif adalah menghindari segala bentuk perbuatan tidak bermanfaat dan merugikan baik diri sendiri dan orang lain, seperti membunuh, mencuri, berbohong, berbuat asusila, dan minum minuman keras. Dalam pengertian aktif, moralitas berarti mengembangkan segala bentuk kebajikan, seperti melindungi kehidupan semua makhluk, memiliki kemurahan hati, memiliki rasa puas dengan apa yg dimiliki, berkata jujur dan benar, dan mengendalikan diri dengan penuh kewaspadaan. Dengan mengembangkan moralitas yang tanpa celah, seseorang memiliki landasan yang kuat untuk melatih pikirannya, yang secara umum disebut meditasi. Meditasi Buddhis secara garis besar dibedakan menjadi meditasi ketenangan batin (samatha) dan pandangan terang (vipassana). Meditasi ketenangan adalah berusaha menenangkan semua bentukan pikiran melalui konsentrasi pada objek meditasi yang telah dipilih, misalnya perhatian pada keluar masuknya napas. Setelah memperoleh ketenangan batin yang cukup untuk menghalau kekotoran batin secara sementara, meditasi pandangan terang dikembangkan dengan mengamati bahwa semua bentukan pikiran itu tidak kekal, penderitaan, dan bukan diri.
Dengan pandangan terang ini, seorang meditator dapat mencapai pembebasan batin yang sempurna di mana semua kekotoran batinnya telah dihancurkan.
Bait ketiga:
Tidak menghina, tidak menyakiti, Mengendalikan diri selaras dengan patimokkha, Makan secukupnya, tidak berlebih-lebihan, Hidup di tempat yang sunyi,
Berusaha melatih Samadhi,
Inilah ajaran Para Buddha.
Semua makhluk mencintai kehiudpannya masing-masing, ingin dihargai, ingin dicintai, ingin bahagia, tidak ingin disakiti, sama seperti halnya dengan diri kita. Oleh karenanya sudah semestinya kita mengembangkan sifat-sifat cinta kasih dan kasih sayang kesegenab makhluk. Dengan demikian, kita dapat menjaga keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan.
Kata patimokkha menunjuk pada peraturan kebhikkhuan yang harus dijalankan bagi para bhikkhu, namun bagi umat awam , yang dimaksud adalah moralitas (sila) apakah dalam bentuk lima latihan (pancasila) ataupun delapan latihan (atthasila) . Moralitas adalah hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari yang menjaga perilaku, perbuatan, dan ucapan seseorang.
Makan secukupnya yaitu makan tidak berlebihan, dan dengan penuh ketenangan, untuk mencegah keserakahan dan kemelekatan pada makanan. Secara khusus, dalam peraturan Patimokkha terdapat aturan-aturan yang mengatur tentang makanan dan cara makan yang pantas bagi seorang bhikkhu. Sang Buddha juga mengajarkan kepada umat awam untuk makan secukupnya dengan alasan kesehatan, misalnya dalam salah satu kotbah kepada Raja Pasenadi: “Ketika seseorang senantiasa penuh perhatian, mengetahui batasan dalam hal makanan yang ia makan, penyakitnya berkurang, Ia menua dengan lambat, menjaga kehidupannya.”
Ketika seseorang benar-benar mendedikasikan dirinya pada kehidupan spiritual, ketenangan ucapan, perbuatan, dan pikiran adalah hal yang penting. Oleh sebab itu, disarankan bagi mereka untuk tinggal di tempat yang tenang, yang cocok untuk bermeditasi dan melatih diri dalam ketenangan. Kalau pun ia harus berada dalam keramaian orang-orang, ia tetap berpembawaan tenang sehingga dapat membawa kedamaian bagi orang-orang di sekitarnya.
Pengembangan pikiran yang lebih tinggi (adhicitta) pada baris selanjutnya menunjuk pada pengembangan konsentrasi (samadhi) hingga mencapai tingkatan tertentu yang disebut jhana (pemusatan pikiran). Ini adalah hasil dari meditasi ketenangan batin di mana kekotoran batin telah ditekan sementara sehingga pikiran dapat dikembangkan dalam pandangan terang untuk melenyapkan kekotoran batin sepenuhnya.
Dengan dilandasi oleh sila yang telah dikembangkan dengan baik, maka samadhi akan memberikan pahala dan manfaat yang besar. Dengan dilandasi oleh samadhi yang telah dikembangkan dengan baik, maka panna akan memberikan pahala dan manfaat yang besar. Dengan dilandasi oleh panna yang telah dikembangkan dengan baik, maka pikiran akan terbebas dari segenap noda, yakni noda nafsu indria ( kamasava) noda perwujudan ( bhavasava), dan noda ketidaktahuan (avijjasava).
Pada saat menjelang Parinibbana, Sang Bhagava telah bersabda, yang merupakan pesan terakhir: “Kini, O, para Bhikkhu, Ku-beritahukan kepadamu bahwa, 'Segala sesuatu yang bersyarat/berkondisi/terbentuk (sankhara) itu tidak kekal.' Karena itu berjuanglah dengan kesungguhan hati untuk membebaskan dirimu.” Selanjutnya Sang Bhagava bersabda: “O, para Bhikkhu, sebagaimana semua jenis telapak kaki dari berbagai macam makhluk dapat masuk ke dalam telapak kaki gajah karena besarnya, maka demikian pula, O, para Bhikkhu, kebajikan-kebajikan apa pun itu semuanya berasal dari perhatian (kewaspadaan); disebabkan oleh perhatian. Karena perhatian merupakan hal yang utama di antara semua hal lainnya, maka kalian harus melatihnya dengan baik.”
Semoga melalui ajaran dan latihan Dhamma ini, semua makhluk dapat mencapai pembebasan batin yang tanpa noda.
Sabbe satta bhavantu sukhitatta.
Semoga semua makhluk hidup berbahagia.