Oleh: Hendrizal SIP MPd.
Ada yang ironis dengan profesi pengembang teknologi pembelajaran. Profesi itu sudah diakui pemerintah sebagai sebuah profesi dalam konteks pembelajaran dengan keluarnya PER/2/M.PAN/3/-2009 tentang Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran. Namun, sampai kini, profesi itu belum diakomodasi maksimal oleh berbagai instansi pendidikan.
Sebetulnya, dengan pengakuan itu, profesi pengembang teknologi pembelajaran dapat dianggap sebagai jabatan fungsional. Pada hakekatnya, jabatan fungsional merupakan jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, tapi amat dibutuhkan dalam tugas-tugas pokok di dalam organisasi pemerintah. Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil (PNS) misalnya terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan.
Jika defenisi itu dibawakan kepada jabatan fungsional pengembang teknologi pembelajaran, maka perlu dicermati dulu apa yang dimaksud dengan profesi tersebut. Diketahui, teknologi pembelajaran merupakan suatu bidang yang secara sistematik memadukan komponen sumber daya belajar yang meliputi: orang, isi ajaran, media atau bahan ajar, peralatan, teknik. Kalau memperhatikan hal itu, tentu dapat dikatakan, jabatan fungsional pengembang teknologi pembelajaran tersebut ada dampak positif-negatifnya terhadap efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Hanya saja, kalau dipikirkan secara mendalam, dampak positifnya terhadap efektifitas dan efisiensi pembelajaran akan lebih banyak dibandingkan dampak negatifnya. Bagaimanapun, teknologi (termasuk teknolognya) sangat membantu pekerjaan manusia, termasuk dalam proses pembelajaran, baik bagi pendidik maupun peserta didik.
Mengingat hal itulah, saya amat setuju dengan adanya pengakuan profesi pengembang teknologi pembelajaran tersebut. Menurut saya, dikeluarkannya PER/2/M.PAN/3/2009 ini perlu kita apresiasi positif, dan saya sangat setuju dangan hal ini. Kalau kita ingin meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, keberadaan teknologi pembelajaran tentulah sangat penting. Pencapaian tujuan pembelajaran dan hasil belajar peserta didik akan jauh lebih efektif dan efisien dengan menggunakan teknologi pembelajaran tersebut.
Kehadiran dan pengakuan jabatan fungsional pengembang teknologi pembelajaran sesuai PER/2/M.PAN/3/2009, tentulah sangat memberi sumbangan positif untuk dapat membantu merancang suatu pembelajaran yang kreatif, inovatif serta menarik sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai: (1) pengembang desain pembelajaran, (2) pengembang multi pembelajaran, dan (3) penyedia sumber belajar.
Dilihat dari ketiga fungsinya itu, profesi pengembang teknologi pembelajaran akan sangat banyak memberikan manfaat untuk sebuah pembelajaran, baik mendesain, pengembangan bermacam-macam pembelajaran, ataupun yang paling penting lagi akan banyak memberi sumbangan sebagai penyedia sumber belajar. Bukankah peserta didik harus banyak berinteraksi dengan sumber belajar sehingga peserta didik tersebut akan banyak tahu, mengerti dan memahami sebagai seseorang yang banyak belajar dari berbagai sumber belajar?
Adanya pengakuan itu juga akan memiliki efek lainnya, yaitu akan lebih banyak orang yang berminat dan masuk ke dunia pengembang teknologi pembelajaran ini. Maka, mereka akan makin memperbanyak ahli yang mampu mendesain dan mengembangkan produk teknologi pembelajaran yang lebih baik dan berkualitas melalui kerja sama dengan guru atau orang yang ahli di bidangnya, sehingga produknya bisa digunakan dalam proses pembelajaran.
Hal itu didukung pendapat Lilik Gani (2008) tentang teknologi pembelajaran, bahwa: Pertama, teknologi pendidikan atau pembelajaran menggunakan pendekatan sistem (yang holistik/komprehensif), bukan pendekatan yang bersifat parsial. Kedua, teknologi pendidikan merupakan proses kompleks yang terintegrasi yang meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana dan organisasi untuk menganalisis masalah dan merancang, melaksanakan, menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar manusia. Ketiga, tujuan utama teknologi pembelajaran ialah untuk memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran dan untuk meningkatkan kinerja.
Dampak negatifnya tentu ada juga. Salah satunya mungkin guru bidang studi yang selama ini mendesain sendiri pembelajaran dengan segala keterbatasan teknologi yang dibutuhkan dalam pembelajarannya, menjadi kurang tertantang, inovatif dan kreatif lagi. Sebab, ada pihak yang akan diandalkan, yakni tenaga profesi pengembang teknologi pembelajaran itu.
Pemanfaatan teknologi pembelajaran di sekolah memang memiliki dampak positif dan negatif. Namun demikian kita tentunya tidak bisa menghindar begitu saja karena adanya pengaruh-pengaruh yang negatif, sebab di sisi lainnya dampak positifnya juga lebih banyak. Mengingat hal ini tentunya perlu dikelola dengan baik sehingga dampak negatif itu dapat diminimalisasi.
Segala sesuatu memang ada dampak positif dan negatifnya. Hitam dan putihnya. Namun yang jelas, sekali lagi, jika dipikirkan secara intensif, dampak positif pengembang teknologi pembelajaran terhadap efektivitas dan efisiensi pembelajaran akan lebih banyak dibandingkan dampak negatifnya. Kalau kita bandingkan positif dan negatifnya, tentu akan lebih banyak sumbangan positifnya.
Tegasnya, dengan adanya profesi pengembang teknologi pembelajaran ini tentu akan dapat memberikan bantuan kepada guru-guru dalam pemanfaatan teknologi pembelajaran di dalam proses pembelajaran. Saya berharap, mudah-mudahan PER/2/M.PAN/3/2009 tersebut cepat direalisasikan di setiap sekolah di seluruh Indonesia secara maksimal. Kongkritnya, di setiap sekolah ada profesi teknologi pembelajaran. Ya, di setiap sekolah! ***
Penulis adalah Dosen PPKn FKIP Universitas Bung Hatta Padang, mahasiswa Program Doktor/S3 UNP.