Anomali Film Horor Indonesia

Oleh: M. Arif Suhada.

Bertepatan pada momen peri­nga­tan hari film nasional yang jatuh pada 30 Maret setiap tahunnya, maka seba­gaimana biasa, momen ini sering­kali dijadikan ajang untuk me­ngulas ba­gaimana perkem­bangan per­filman di In­donesia. Dan berbicara soal film ter­sebut, salah satu hal yang  me­narik un­tuk diperbincangkan ada­lah me­nge­nai perkembangan genre film horor di Indonesia yang tengah menunjuk­kan se­buah anomali. Pasal­nya, ada se­ma­cam pergeseran nuansa yang semula pe­­nuh kesan mistis ke arah yang lebih vul­gar.

Tontonlah film horor masa kini, ke­banyakan diantaranya menam­pil­kan adegan vulgar penuh sen­sualitas yang mencolok. Bahkan, adegan vulgar di film horor masa kini porsinya tampak semakin besar. Malah kadang seperti menjadi adegan utama yang ditawarkan dalam film horor tersebut.

Keadaan ini tentu berbeda dengan film horor klasik yang dibuat di era 90-an sampai 2000-an awal, atau masa sebelum itu. Meski film itu dikemas dengan teknologi seadanya, tetapi tidak mengurangi sensasi mengerikan saat menyaksikan film horor tersebut. Kita pasti masih ingat film-film horor klasik populer yang diperankan oleh aktris kenamaan Suzanna, atau yang semasa dengan itu. Seperti film Sundel Bolong, Bi­sikan Arwah, Malam Satu Suroh, Be­ra­nak Dalam Kubur, Bayi Ajaib, dan ju­dul film horor lainnya.

Dari deretan judul film horor klasik yang disebutkan, kita dapat memban­ding­kan bagaimana kuali­tas film horor saat ini tidak lebih baik dari film horor kla­sik zaman dulu. Memang, jika di­ban­dingkan pada kualitas visual, film ho­ror masa kini tentu lebih mumpuni de­ngan kualitas visual yang lebih ma­pan. Akan tetapi, bila perban­dingan itu disandarkan dari segi cerita dan penyajian, film horor klasik jelas bisa menjadi rujukan yang lebih bagus.

Kini, menonton film horor seakan ke­hilangan daya gregetnya dalam men­ciptakan sensasi yang menakut­kan. Kesan mistis pada film horor itu telah tercederai dengan dominasi ade­gan-adegan vulgar perusak moral. Maka, bertambahlah satu ciri khas pada film horor dewasa ini untuk tidak ha­nya identik dengan hantu, tetapi juga pada wanita seksi.

Seharusnya dengan perkem­bangan zaman dan teknologi yang semakin canggih, perkembangan film horor di era sekarang bisa berbenah mengemas sajian film­nya dengan lebih apik dan bermutu. Sebab, faktor pendukung dan fasilitas multimedia tersedia de­ngan begitu lengkap. Tapi apa yang ter­jadi pada film horor masa kini justru me­nunjukkan hal yang sebaliknya.

Macam-macam Hantu

Selain soal wanita seksi dengan ade­gan vulgarnya itu, anamoli lain yang bisa kita temukan pada film horor era sekarang adalah timbul­nya ber­ma­cam-macam jenis hantu. Mung­kin saja dengan maksud agar penonton tidak jenuh disajikan dengan jenis han­­tu populis selama ini, seperti Kun­ti­lanak, Po­cong, Genderuwo, Tuyul, Jin, dan lain­­nya, maka dibuatlah nama hantu-han­tu baru tersebut. Namun aneh­nya, munculnya nama-nama han­tu yang baru ini bukan malah membuat kita semakin ta­kut atau ngeri menon­ton film horor ter­sebut, yang ada justru  meng­gelikan.

Tentu sebelumnya kita tidak akan per­nah mengira akan ada hantu se­ka­rang ini dengan nama-nama yang ter­ke­san absurd. Dari mulai hantu yang iden­tik dengan alat-alat dapur, seperti Ne­­nek Gayung dan Kakek Cangkul. Han­­tu yang identik dengan nama buah, seperti hantu Jeruk Purut, sam­pai hantu yang kita tidak tahu harus menem­pat­kannya pada kategori yang mana, se­perti hantu Puncak Datang Bulan, Sus­ter Keramas, Arwah Kuntilanak Du­yung dan lainnya.

Dengan nama-nama hantu yang ter­kesan absurd tersebut, maka tidak me­ng­­herankan bila para penonton me­man­­dang hantu bukan lagi sosok yang me­­nye­ramkan. Padahal, kalau kita per­­ha­tikan pada film horor klasik zaman dulu, begitu kuat kesan mistis pada han­tu-hantu yang diceritakan, sampai-sam­­pai itu dijadikan cara bagi orangtua un­tuk memberikan anjuran-anjuran ke­­pa­da anaknya agar terhindar dari ma­­­r­a­bahaya, atau perbuatan yang ne­gatif.

Misalnya, kita dilarang untuk berada diluar rumah pada waktu sore hari, ditakutkan nanti bisa diculik oleh hantu Wewe Gombel. Atau jangan membu­nuh orang lain, nanti hantu orang yang dibunuh bisa bangkit dan lalu memba­las dendam. Dan ketika sang anak menyak­sikan anjuran itu dalam film horor yang di­maksud, mereka pun bisa men­jadi le­bih paham untuk tidak me­langgar pan­tangan yang diberikan orang­tuanya. Hikmah seperti itu yang tidak kita temukan pada film horor masa kini yang dibuat hanya untuk lucu-lucuan dan canda-candaan saja.

Karenanya, menjadi langkah bijak bagi para kreator film yang berada di gen­re ini untuk mengembalikan genre film horor itu pada jalan yang benar. Ma­­syarakat pencinta genre horor juga se­­pertinya telah jengah menikmati film horor Indonesia yang dipenuhi adegan vul­gar dan hantu-hantu absurd tak jelas. Maka jangan salahkan apabila film-film ho­ror luar negeri seperti Annabele, The Con­juring, Insidious, Paranormal Activity, dan lainnya itu ternyata lebih di­ke­nal dan disambut antusias oleh ma­sya­rakat kita. Itu berarti perlu ada pem­be­nahan pada film horor Indonesia, dan ja­dikan­lah itu sebagai koreksi untuk per­baikan kualitas film horor ke depan­nya.***

Penulis adalah mahasiswa UIN Sumatera Utara.

()

Baca Juga

Rekomendasi