Oleh: Hari Murti, S. Sos. Para akademisi, praktisi, birokrasi, dan pemangku kepentingan jurnalistik lainnya tengah berusaha keras menemukan cara yang paling praktis dan efektif agar masyarakat mudah memilah hoax dan memilih news. Masyarakat terus bertanya pada berbagai lembaga yang berkompeten, misalnya Dewan Pers. Sampai saat ini, belum ada jawaban yang memuaskan, dalam arti jawaban yang praktis dan efektif untuk menggusur hoax dari lapangan informasi kita.
Saya bisa merasakan betapa semangat sekaligus prustasi dari nada seorang anggota Dewan Pers saat ditanya seorang penelepon tentang bagaimana mengenali hoax. Lebih semangat dan prustasi lagi si penelepon ketika mendengar jawaban bahwa masyarakat bisa menghubungi Dewab Pers di nomor sekian setiap ada kecurigaan atas sebuah informasi. Bayangkan, bagaimana ratusan juta orang akan menghubungi satu – dua nomor telepon saja untuk satu informasi yang mengganjal di hati mereka?
Formula Komunikasi Jurnalistik
Tulisan ini mencoba untuk memberikan jawaban itu, yaitu sebuah jawaban yang sangat praktis berbasis ilmiah komunikasi jurnalistik untuk digunakan masyarakat dalam menimbang, memilah, dan memilih informasi yang menyerbu mereka.
Begini, semua orang yang belajar ilmu komunikasi/jurnalistik, pasti pernah mendengar nama Harold D. Lasswell.Tak usah diterangkan di sini reputasinya di bidang komunikasi politik dan jurnalistik, akan terlalu panjang. Kita ambil saja salah satu kontribusinya di ranah ilmiah komunikasi jurnalistik, yang oleh mahasiswa/sarjana komunikasi biasa disebut sebagai formula atau paradigma komunikasi Lasswell.
Untuk menjelaskan apa itu komunikasi, ia mengajukan lima formula atau paradigma dalam bentuk pertanyaan. Nah, jawaban dari kelima pertanyaan inilah yang kemudian disebut sebagai komunikasi. Maksudnya, setiap aktivitas antarmanusia yang merupakan jawaban kelima pertanyaan ini, itulah yang disebut komunikasi.
Lasswell memang tak pernah menujukan formulanya itu untuk mengantisipasi hoax, melainkan hanya untuk mengidentifikasi apa itu komunikasi. Para sarjana setelah Lasswell-lah yang mengembangkan formula ini untuk berbagai kepentingan ilmiah komunikasi. Misalnya adalah Dan Nimmo yang menulis buku berjudul Political Communication and Public Opinion in America, yang konsep dasarnya adalah formula Harold Lasswell ini.
Buku ini kemudian dibuat dalam bahasa Indonesia dengan editor Jalalduddin Rakhmat yang berjudul Komunikasi Politik, Komunikator, Pesan dan Media, sehingga cocok dengan situasi kebutuhan ilmu komunikasi Indonesia. Artinya, tak perlu meragukan kemampuan sarjana komunikasi Indonesia. Kita juga bisa melalukan seperti yang dilakukan Nimmo, yaitu menggunakan formula Lasswell untuk membekali masyarakat dengan pengetahuan praktis memisahkan hoax dengan news.
Kelima paradigma Lasswell tersebut adalah siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa, dan dengan efek yang bagaimana. Dalam konteks komunikasi media massa seperti jurnalistik, kelima pertanyaan inilah yang akan cerdas memisahkan minyak hoax dengan air news.
Siapa – Komunikator
Pertanyaan ini menunjuk pada siapa pelaku penyebaran informasi itu, atau pemrakarsa pertama kegiatan kirim – terima informasi. Dalam komunikasi media massa, normalnya dia adalah sebuah lembaga berbadan hukum resmi yang dikenali secara fisik organisasinya dan diketahui peranan sosialnya.
Bahasa mudahnya, ada kantornya, alamatnya, dan organisasinya secara jelas sehingga ada pihak yang bertanggung jawab atas informasi itu. Jelas hal ini tidak dipenuhi oleh pelaku hoax. Pelaku hoax cenderung bekerja secara individual dan bahkan misterius, walau informasinya benar-benar bergaya berita umumnya. Kalau si penyebar beritanya misterius, lebih baik dianggap hoax sajalah.
Bagaimana kita bisa tahu ia misterius atau bukan? Tentu saja dengan search di mesin pencari atau kita mengenalinya dengan melihat langsung. Masukkan di sana misalnya kata alamat redaksi pulan.com¸atau redaksi pulan.com (Ini hanya contoh pertanyaan di mesin pencari, sebab bisa saja benar-benar ada situs berita sungguhan yang memakai nama pulan.com).
Kalau yang kita akses itu memang media massa sungguhan, pasti akan muncul alamat kantornya di mana, struktur organisasi redaksinya seperti apa, dan lain-lainnya layaknya media cetak mainstream.
Mengatakan Apa (Pesan)
Ini menunjukkan inti berita, yaitu soal keseimbangan dalam pemberitaan. Berita sungguhan memberikan kesempatan kepada siapapun yang menjadi objek pemberitaan untuk dimasukkan dalam pemberitaan. Dengan kata lain, narasumber dari berita itu terbuka untuk siapa saja yang terkait dengan pemberitaan sehingga terjadi keseimbangan isi pemberitaan antara yang pro dan kontra. Jadi, kalau ada informasi yang berbau gaya bahasa berita, tetapi hanya menjelek-jelekkan saja atau membaik-baikkan saja seluruhnya terhadap sesuatu, ya, kita boleh curiga bahwa itu hoax.
Bagaimana dengan media mainstream yang punya nama dan kredibilitas, tetapi satu kolom berita isinya menjelekkan saja atau membaik-baikkan saja terhadap sesuatu. Maka lihatlah kolom, halaman, atau edisi lainnya, apakah ada berita atau tulisan yang menyeimbangkan? Jika tidak, tidak perlu buru-buru menyebut itu hoax karena jika ada masalah pada berita itu, ada pula orang yang bertanggung jawab atasnya, yaitu kantor redaksinya. Sehingga, kita tidak bisaburu-buru menyebut itu hoax.
Dengan Saluran Apa (Media)
Dalam komunikasi jurnalistik, disebutkan bahwa ciri-ciri komunikasi massa atau jurnalistik adalah media katalisator pesannya adalah media massa, baik cetak maupun elektronik. Masih menjadi perdebatan apakah internet itu termasuk media massa atau belum. Hanya saja, perkembangan teknologi komunikasi adalah “tirani” yang tak bisa dilawan dalam ranah jurnalistik, sehingga internet juga lama-kelamaan akan berterima sebagai media massa juga.
Nah, kalau internet sekarang dianggap sebagai media massa jenis baru, maka semua informasi bergaya berita di internet memenuhi syarat untuk disebut media massa dan berita/jurnalistik.
Oleh karena itu, unsur “dengan saluran apa” ini adalah tidak bisa dijadikan satu-satunya patokan untuk memilah dan memilih news. Maksudnya, walau konten menyebar melalui internet, beum tentu news. Kita harus berpatokan juga pada 4 unsur lainnya, jangan hanya berdasar pada medianya saja. Oleh karena itu, dalam konteks memilah dan memilih informasi di internet, kita harus selektif. Media itu masuk media massa atau bukan media massa bukan bergantung kepada alatnya, tetapi pada siapa di belakang alat itu, apakah individual misterius atau lembaga berbadan hukum resmi.
Kepada Siapa (Audience)
Sasaran dari informasi berita adalah khalayak yang tersebar luas, heterogen, dan anonim. Maksudnya, informasi konten yang ada dalam media online itu secara batiniah dan fisik bisa diterima atau mengakomodir kecenderungan batiniah semua kalangan. Pihak-pihak dalam masyarakat, baik yang pro dan kontra, bisa bertemu di satu berita yang sama. Dengan kata lain, berita atau konten itu adalah artikulator berbagai arus dalam masyarakat agar bertemu, bukan membentuk atau bahkan memperkuat sikap ingroup kelompok-kelompok masyarakat.
Fungsi dari media massa adalah sebagai jembatan komunikasi antarberbagai pihak. Oleh karena itu, aspek “Kepada siapa” ini terkait dengan unsur kedua, yaitu berita yang berimbang, yang bisa menjadi jembatan persatuan sosial antara pihak yang pro dan kontra. Kalau ada pihak yang menunjukkan dirinya sebagai media, tetapi beritanya tidak berimbang dan hanya mengarahkan beritanya hanya pada satu kelompok tertentu saja, jelas informasi ini tidak memenuhi unsur yang keempat ini. Intinya, informasi harus berimbang sehingga berterima di semua kalangan yang bertentangan sekalipun. Kalau informasinya tidak berimbang dan cenderung menguatkan sikap ingroup, kita boleh waspada mungkin itu juga hoax.
Dengan Efek Bagaimana
Ada tiga tingkat efek dari setiap komunikasi, yaitu pertambahan pengetahuan, perubahan sikap batin, dan perubahan prilaku fisik. Efek yang biasanya ditimbulkan oleh berita di media massa sungguhan biasanya hanya sampai pada tataran penambahan pengetahuan atau paling tinggi pada perubahan sikap batin. Jelas ada gerakan fisik secara massal akibat pemberitaan sebuah media massa yang kredibel, tetapi sangat jarang. Maka, kalau ada informasi bergaya berita di media online yang pesan-pesan atau kata-katanya mendorong-dorong pembaca untuk melakukan gerakan fisik, sebaiknya kita berhati-hati. Misalnya mengajak terjadinya revolusi sosial, menumbangkan sesuatu, mendorong sikap anarkis vandalis, tentu saja kita harus curiga.
Jelas banyak media massa sungguhan dengan berita sungguhan yang mengajak kita sampai melakukan gerakan fisik sebagai efek dari beritanya. Akan tetapi, tidak ada media yang beneran media massa akan mengarahkan ajakan efek beritanya dalam bentuk yang negatif. Selalu saja ajakan media massa sungguhan dalam bentuk perubahan fisik yang baik dan tidak ekstrem, misalnya ibadat, tetib lalu lintas, giat sekolah, bertani, dan lainnya.
Penutup
Tahukah Anda nilai sebuah hoax? Hoax adalah kata dalam bahasa Inggris. Kata teman saya, kata ini tumbuh dari bunyi-bunyi yang timbul saat seseorang muntah atau membuang dahak, huk, huk, hoa…a…a…ax, cuih. Itu nilai sebuah hoax. ***
Penulis adalah pengajar jurnalistik di beberapa PTS. Alumunus jurusan jurnalistik dari STIK “Pembangunan” Medan