Berastagi, (Analisa). Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan di Berastagi, Kabupaten Karo kian terpuruk dan menyeramkan, kini tidak terurus. Sehingga bangunan-bangunan utama yang bernuansa rumah adat dengan budaya Karo, seperti akuarium, halte dan penginapan rusak berat dan roboh serta tinggal kerangka menghiasi taman di gerbang masuk Tahura dekat persimpangan Desa Tongkoh, km 58 Jalan Jamin Ginting, Berastagi.
Tahura Bukit Barisan diresmikan 4 Juni 1992 mantan Presiden Soeharto pernah menjadi daerah tujuan wisata lokal rekreasi dan menikmati hiburan berupa band dan gendang tradisional Karo, “perkolong-kolong” setiap hari Minggu atau hari-hari libur tertentu. Apalagi ketika itu masih ada 2 ekor gajah yang jadi tunggangan wisatawan keliling taman Tahura menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
Daya tarik lain wisatawan mancanegara mengunjungi Tahura, selain menikmati pagelaran seni budaya yang digelar seniman dan artis-artis Karo, juga dimanfaatkan sebagai kegiatan lintas alam menuju kaki Gunung Sibayak melalui Jaranguda dan Desa Doulu dan Semangat Gunung dan berakhir dengan mandi air panas alam di kaki Gunung Sibayak.
Kenyataan ini tidak bertahan lama. Aktivitas ini secara evolusi berkurang dan akhirnya total berhenti. Wisatawan lokal dan mancanegara tidak ada lagi masuk ke Tahura. Termasuk monyet-monyet yang selama ini tinggal di pintu gerbang Tahura yang “bersahabat” dengan pengunjungnya untuk mendapatkan makanan, berkeliaran di sepanjang jalan nasional sekitar Tahura sampai ke hutan lindung wilayah Bandarbaru, Kecamatan Sibolangit, Deliserdang.
Pantauan, Sabtu (15/4), ke taman pintu gerbang Tahura di Berastagi sungguh menyeramkan. Bangunan-bangunan utama roboh tinggal tiang dan sebagian atap ditutupi dan dikelilingi semak-belukar.
Tahura tepatnya bagai taman hantu. Seluruh bangunan, bernuansa rumah adat terancam roboh dan sebagian lagi ditutupi semak-belukar, termasuk juga pagar dan tempat permainan anak-anak di taman itu bekarat dan tinggal menunggu kehancuran.
Tinggal satu patung macan yang terbuat dari ukiran batu tetap kokoh, di bawahnya terukir prasasti peresmian 9 Juni 1992 yang ditandatangani Presiden Soeharto. Juga terpasang spanduk imbauan menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya namun kontras dengan sampah-sampah yang berserakan tanpa ada kebersihan di lokasi itu.
Kepala UPT Tahura Bukit Barisan Provinsi Sumatera Utara, Ramlan Barus, Sabtu (15/4) di Berastagi, membenarkan kerusakan dan keadaan Tahura. Bangunan nyaris seluruhnya rusak dan terancam roboh dan sebagian tinggal kerangka akibat tidak ada dana perawatan dan pemeliharaan.
“Saya baru menjabat setelah Dinas Kehutanan Pemkab Karo bergabung dengan Provinsi Sumatera Utara menjadi Kepala UPT. Karenanya, ke depan kita maksimalkan upaya pemeliharaan dan pemberdayaan hutan Tahura yang luasnya 51.600 hektare meliputi wilayah Karo, Deliserdang, Langkat dan Simalungun menjadi bagian daerah wisata alam di Tanah Karo, ujar Ramlan Barus.
Bupati Karo, Terkelin Brahmana yang dikonfirmasi, Kamis (13/4) mengaku tidak berwewenang mengurus taman Tahura Bukit Barisan karena sepenuhnya wewenang Dinas Kehutanan Pemprovsu.
“Kita akan coba berkonsultasi dengan dinas terkait agar keberadaan Tahura menjadi salah satu bagian daerah wisata alam di Karo mendukung daerah wisata napak tilas ke puncak Gunung Sibayak, air panas alam di Desa Semangat Gunung dan Desa Doulu. Ini potensi wisata yang belum maksimal kita manfaatkan,” ujarnya. (alex)