Oleh: Meyarni.
Berbicara tentang kesenian Batak Toba, tidak terlepas dari berbagai ekspresi. Salah satunya adalah tari tor-tor. Tarian ini selalu terkait dengan ritus-ritus yang bersifat spiritual. Ia di pakai dalam upacara-upacara tertentu. Sebagaimana ciri kosmologis mereka, orang Batak Toba mendasarkan pengalaman empiris dan sipritualitas mereka, salah satunya melalui musik (gondang) dan tari tor-tor.
Musik (gondang) dan tor-tor adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karenanya bicara tentang musik (gondang) berarti berbicara tentang tor-tor. Nama-nama reportoar gondang pun sering menjadi nama tor-tor itu sendiri. Hal itu disebabkan karena penamaan itu merupakan tujuan langsung. Misalnya tor-tor “somba-somba” yakni menyembah Mulajadi Nabolon (Sang Pencipta) yang merupakan Sang Asal-Muasal itu.
Berlanjut dengan tor-tor “liat-liat” yang memiliki makna bahwa manusia harus mengolah hidupnya dengan tuntunan Mula jadi Nabolon, figur yang disembah itu. Setelah melewati proses itu, lalu dilanjutkan dengan tor-tor lainnya yang muatannya disesuaikan dengan latarbelakang hajatan itu. Jika upacara pernikahan maka gondangnya akan berbeda dengan upacara kematian. Dalam arti, prosesi itu menegaskan adanya pengakuan terhadap mekanisme ekologis yang sering disebut “perjalanan evolusi” itu.
Tor-tor tidak lepas dari konsepsi lingkungan. Misalnya, dalam suatu upacara, sebelum para peserta manortor dengan iringan gondang, terlebih dulu dilakukan sebuah ritus khusus yakni dengan mambuat tuah ni gondang (mensucikan gondang). Yaitu dengan memainkan sebuah reportoar musik sebanyak tujuh kali putaran. Setelah gondang disucikan, tahap selanjutnya pun dimulai. Diawali dengan gondang mula-mula. Dasar spiritualnya, bahwa semua yang ada di dunia memiliki asal muasal.
Sejarah
Secara etimologi kata tor-tor/manortor berasal dari kata menghobur/martor-tor yang bergetar (Hutasoit 1976:15). Bagi masyarakat Batak Toba tor-tor merupakan gerak tari yang menggambarkan kehidupan dalam suatu tata cara penghormatan dan perilaku somba (penyerahan diri) secara religius.
Menurut sejarah, pada awalnya tor-tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh. Roh tersebut dipanggil dan “masuk” ke patung-patung batu. Patung-patung tersebut kemudian bergerak seperti menari, tetapi dengan gerakan yang kaku. Kemudian tarian itu berkembang dan beragam, ada yang disebut dengan Tor-tor Pangurason (tari pembersihan), yang fungsinya untuk terhindar dari mara bahaya.
Selanjutnya ada tari tor-tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan), yang digelar pada saat pengukuhan seorang raja. Tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi di sebuah telaga di puncak gunung Pusuk Buhit bersamaan dengan datangnya Piso Sipitu Sasarung (pisau tujuh sarung). Terakhir, ada tortor Tunggal Panaluan yang merupakan suatu budaya ritual yang digelar apabila suatu desa dilanda musibah.
Dalam perkembangan selanjutnya tor-tor Batak Toba di bedakan atas; pertama, tor-tor yang bersifat situasional, dimana tarian ini ditarikan pada saat suasana dan situasi tertentu misalnya tor-tor somba. Yakni ketika Pamouruan manortor untuk menghormati hula-hula atau memuji/memuja yang kuat atau berkuasa. Tor-tor dilakukan berdasarkan situasi berdasarkan ritual atau adat Batak Toba.
Kedua, tor-tor kreasi yakni tor-tor yang dimodifikasi dengan penambahan variasi dari prinsip dasar tor-tor. Ketiga, tor-tor adat ( tradisional ) adalah tortor yang terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu tor-tor mula-mula, somba-somba yang bermakna adat/religi dan tor-tor Hasahatan ( penutup ) yang bermakna suka atau duka cita. Kalau disistematikakan terdiri dari 3 (tiga) yaitu makna sukacita, dukacita, dan ritual/religi (Parlin Tobing 2010:8-10)
Tor-tor Batak Toba adalah komunikasi non-verbal berupa bahasa isyarat (signal/simbol) diiringi oleh musik gondang, karena dalam tor-tor musik pertama kali di mulai, baru melakukan tor-tor. Walaupun secara fisik tortor merupakan tarian, namun makna yang lebih dalam gerakan-gerakannya menunjukkan bahwa tor-tor adalah sebuah media komunikasi, dimana melalui gerakan-gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan upacara.
Nilai-nilai
Seseorang yang sedang menarikan sebuah tor-tor, akan memperagakan jiwa dan gerak tarian tersebut secara ekspresif, yaitu untuk mengkomunikasikan perasaan (emosional), kesan dan pesan kepada penonton. Sebab tarian adalah merupakan cetusan jiwa dan perasaan manusia (BA. Simanjuntak 1986:118). Tor-tor Batak juga menggambarkan pengalaman hidup orang Batak dalam kehidupan keseharian, gembira/senang, bermenung, berdoa/menyembah, menangis, bahkan keinginan-cita-cita dan harapan dan lain sebagainya dapat tergambar dalam Tor-tor Batak. Dari gerakan tor-tor, seseorang dapat melakukan komunikasi dengan masyarakat, misalnya bila seseorang mengangkat tangan dan menunjukkan satu jari tangan kanan dan mengepal jari tangan kiri, artinya dia hanya memiliki seorang anak laki-laki (putra)
Bila seorang penari meletakkan tangan keduanya di atas pundak, artinya semua anaknya dan perilaku anaknya serta kehidupannya masih menjadi beban dan tanggung jawab yang harus dipikul. Bila kedua tangan perlahan-lahan diturunkan dan berada dipinggang, berati kesetiaan penari kepada pasangannya. Bila seorang penari menyilangkan tangan di dada, artinya dia sering menjadi sasaran cemoohan, selalu mendapat hambatan dan permasalahan lainnya dalam kehidupannya.
Bila seorang penari meletakkan kedua telapak tangan diatas kepala, artinya dia mohon perlindungan, belas kasihan dari manusia dan penciptanya untuk melindunginya. Bila kedua tangan dirapatkan dipinggang dan telapak tangan dikepal mengarah kebelakang, artinya masih banyak rahasia hidupnya yang belum diberitahukan kepada orang lain. Bila seseorang penari merentangkan tangan ke kiri dan ke kanan dengan telapak tangan terbuka kesamping artinya anak-anaknya semua atau sebagian besar sudah mandiri dan menempati ruang yang luas di penjuru desa.
Bila seseorang merentangkan tangan kedepan dengan telapak tangan terbuka dan tangan kiri ditutupkan diperut, artinya menghimbau datangnya rejeki atau bantuan kerjasama untuk keberuntungan kepadanya. Bila tangan kiri rapat didada dan telapak tangan terbuka artinya dia menghimbau dengan terbuka menciptakan persahabatan dan kerukunan.
Bila tangan kanan dijulurkan kedepan dan telapak tangan diarahkan juga kedepan serta tangan kiri ditutupkan di dada artinya mohon dihentikan segala perbuatan yang mencemari merugikan kepada dirinya. Bila kedua tangan diarahkan ke depan dan telapak tangan terbuka keatas serta sering dilipat menutup artinya ajakan mari bersama-sama ajakan kepada semua untuk menari bersama, menjalin persahabatan dan mempererat persaudaraan.
Tor-tor juga dapat difungsikan sebagai media menstransmisikan (mengirimkan/meneruskan pesan dari seseorang/benda kepada orang lain) kekuatan di antara partisipan upacara. Kegiatan seperti ini dapat kita lihat, misalnya, ketika kelompok hula-hula memberikan “berkat” atau mamasu-masu kelompok boru dengan cara meletakan kedua tanganya di atas kepala pihak boru (Mauly Purba 2007:64-65).***
Penulis adalah pegiat seni tradisi tor-tor.