Hari Tari Internasional 29 April

Gerak Ekologis Tari Tor-tor

Oleh: Meyarni.

Berbicara tentang kesenian Batak Toba, tidak terlepas dari berbagai ekspresi. Salah satunya adalah tari tor-tor. Tarian ini selalu terkait dengan ritus-ritus yang bersifat spiritual. Ia di pakai dalam upacara-upacara tertentu. Sebagaimana ciri kosmo­lo­gis mereka, orang Batak Toba mendasarkan pengalaman em­piris dan sipritualitas mereka, salah satunya melalui musik (gon­dang) dan tari tor-tor.

Musik (gondang) dan tor-tor adalah dua hal yang tidak bisa dipisah­kan. Karenanya bicara tentang musik (gondang) berarti ber­bicara tentang tor-tor. Nama-nama reportoar gondang pun sering menjadi nama tor-tor itu sendiri. Hal itu disebabkan karena penamaan itu merupakan tujuan langsung. Misalnya tor-tor “somba-somba” yakni menyembah Mulajadi Nabolon (Sang Pencipta) yang merupakan Sang Asal-Muasal itu.

Berlanjut dengan tor-tor “liat-liat” yang me­miliki makna bahwa manusia harus me­ngolah hidupnya dengan tuntunan Mula jadi Nabolon, figur yang disembah itu. Setelah melewati proses itu, lalu dilanjutkan dengan tor-tor lainnya yang muatan­nya disesuaikan dengan latarbelakang hajatan itu. Jika upacara pernikahan maka gondangnya akan berbeda dengan upacara kematian. Dalam arti, prosesi itu menegaskan adanya peng­akuan terhadap mekanisme ekologis yang sering disebut “per­­jalanan evolusi” itu.

Tor-tor tidak lepas dari konsepsi lingku­ngan. Misalnya, dalam suatu upacara, sebe­lum para peserta manortor dengan iringan gondang, terlebih dulu dilakukan sebuah ritus khu­sus yakni dengan mambuat tuah ni gon­dang (men­sucikan gondang). Yaitu dengan memain­kan sebuah reportoar musik sebanyak tujuh kali putaran. Setelah gondang disucikan, tahap selanjutnya pun dimulai. Diawali dengan gondang mula-mula. Dasar spiritual­nya, bahwa semua yang ada di dunia memiliki asal muasal.

Sejarah

Secara etimologi kata tor-tor/manortor berasal dari kata meng­hobur/martor-tor yang bergetar (Hutasoit 1976:15). Bagi masyarakat Batak Toba tor-tor merupakan gerak tari yang meng­gambarkan kehidupan dalam suatu tata cara peng­hormatan dan perilaku somba (penyerahan diri) secara religius.

Menurut sejarah, pada awalnya tor-tor digunakan dalam acara ritual yang berhu­bungan dengan roh. Roh tersebut dipanggil dan “masuk” ke patung-patung batu. Patung-patung ter­sebut kemudian bergerak seperti menari, tetapi dengan gera­kan yang kaku. Kemudian tarian itu berkembang dan beragam, ada yang disebut dengan Tor-tor Pangurason (tari pem­bersihan), yang fungsinya untuk terhindar dari mara bahaya.

Selanjutnya ada tari tor-tor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan), yang digelar pada saat pengukuhan seorang raja. Tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi di sebuah telaga di puncak gunung Pusuk Buhit bersamaan dengan datangnya Piso Sipitu Sasarung (pisau tujuh sarung). Terakhir, ada tortor Tunggal Panaluan yang merupakan suatu budaya ritual yang digelar apabila suatu desa dilanda musibah.

Dalam perkembangan selanjutnya tor-tor Batak Toba di beda­­kan atas; pertama, tor-tor yang bersifat situasional, dimana tarian ini ditarikan pada saat suasana dan situasi tertentu misalnya tor-tor somba. Yakni ketika Pamouruan manortor untuk menghormati hula-hula atau memuji/memuja yang kuat atau berkuasa. Tor-tor dilakukan berdasarkan situasi ber­­dasar­kan ritual atau adat Batak Toba.

Kedua, tor-tor kreasi yakni tor-tor yang dimodifikasi dengan penambahan variasi dari prinsip dasar tor-tor. Ketiga, tor-tor adat ( tradisional ) adalah tortor yang terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu tor-tor mula-mula, somba-somba yang bermakna adat/religi dan tor-tor Hasahatan ( penutup ) yang bermakna suka atau duka cita. Kalau disistematikakan terdiri dari 3 (tiga) yaitu makna sukacita, dukacita, dan ritual/religi (Parlin Tobing 2010:8-10)

Tor-tor Batak Toba adalah komunikasi non-verbal berupa bahasa isyarat (signal/simbol) diiringi oleh musik gondang, karena dalam tor-tor musik pertama kali di mulai, baru melaku­kan tor-tor. Walaupun secara fisik tortor merupakan tari­an, namun makna yang lebih dalam gerakan-gerakannya menun­juk­­kan bahwa tor-tor adalah sebuah media komunikasi, dimana melalui gerakan-gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan upacara.

Nilai-nilai

Seseorang yang sedang menarikan sebuah tor-tor, akan memperagakan jiwa dan gerak tarian tersebut secara ekspresif, yaitu untuk mengkomunikasikan perasaan (emosional), kesan dan pesan kepada penonton. Sebab ta­rian adalah merupakan cetusan jiwa dan pe­ra­saan manusia (BA. Simanjuntak 1986:118). Tor-tor Batak juga menggam­barkan pengalaman hidup orang Batak dalam kehidupan keseharian, gembira/senang, bermenung, berdoa/menyembah, menangis, bahkan keinginan-cita-cita dan harapan dan lain sebagainya dapat ter­gambar dalam Tor-tor Batak. Dari gerakan tor-tor, seseorang dapat melakukan komunikasi dengan ma­syarakat, misalnya bila seseorang mengang­kat tangan dan menunjukkan satu jari tangan kanan dan mengepal jari tangan kiri, artinya dia hanya memiliki seorang anak laki-laki (putra)

Bila seorang penari meletakkan tangan keduanya di atas pundak, artinya semua anaknya dan perilaku anaknya serta kehidupannya masih menjadi beban dan tanggung jawab yang harus dipikul. Bila kedua tangan perlahan-lahan diturunkan dan berada dipinggang, berati kesetiaan penari kepada pasangan­nya. Bila seorang penari menyilangkan tangan di dada, artinya dia sering menjadi sasaran cemoohan, selalu men­dapat hambatan dan permasalahan lainnya dalam kehidupan­nya.

Bila seorang penari meletakkan kedua telapak tangan diatas kepala, artinya dia mohon perlindungan, belas kasihan dari ma­nusia dan penciptanya untuk melindungi­nya. Bila kedua tangan dirapatkan dipinggang dan telapak tangan dikepal meng­arah kebelakang, artinya masih banyak rahasia hidupnya yang belum diberitahukan kepada orang lain. Bila seseorang penari meren­tangkan tangan ke kiri dan ke kanan dengan telapak tangan terbuka kesamping artinya anak-anaknya semua atau sebagian besar sudah mandiri dan menempati ruang yang luas di penjuru desa.

Bila seseorang merentangkan tangan kedepan dengan telapak tangan terbuka dan tangan kiri ditutupkan diperut, artinya menghimbau datangnya rejeki atau bantuan kerjasama untuk keberuntungan kepadanya. Bila tangan kiri rapat didada dan telapak tangan terbuka artinya dia menghimbau dengan terbuka menciptakan persahabatan dan kerukunan.

Bila tangan kanan dijulurkan kedepan dan telapak tangan diarahkan juga kedepan serta tangan kiri ditutupkan di dada artinya mohon dihentikan segala perbuatan yang mencemari merugikan kepada dirinya. Bila kedua tangan diarahkan ke depan dan telapak tangan terbuka keatas serta sering dilipat menutup artinya ajakan mari bersama-sama ajakan kepada semua untuk menari bersama, menjalin persahabatan dan mempererat persaudaraan.

Tor-tor juga dapat difungsikan sebagai media menstransmisi­kan (mengirimkan/meneruskan pesan dari seseorang/benda kepada orang lain) kekuatan di antara partisipan upacara. Kegiatan seperti ini dapat kita lihat, misalnya, ketika kelompok hula-hula memberikan “berkat” atau mamasu-masu kelompok boru dengan cara meletakan kedua tanganya di atas kepala pihak boru (Mauly Purba 2007:64-65).***

Penulis adalah pegiat seni tradisi tor-tor.

()

Baca Juga

Rekomendasi