Tanaman Organik untuk Hidup Lebih Baik

Oleh: James P. Pardede. Back to nature (kem­bali ke alam) semakin popular ketika ma­sya­rakat se­makin menyadari betapa pen­ting­nya pola hidup sehat dan pola ma­kan yang sehat. Banyak penelitian yang telah memaparkan hasil peneliti­an­­nya terhadap berbagai jenis tanaman se­perti sayur dan buah yang mengan­dung resi­du pestisida melewati am­bang batas yang telah dise­pa­kati untuk layak konsumsi.

Akibat tingginya kan­dung­an pesti­sida dalam hasil produksi sayur dan buah dari Indonesia, beberapa negara me­nolak sayur dan buah dari Indonesia. Belakangan, kare­na makin ketat­nya pemerik­saan terhadap kandungan pes­­tisida sayur dan buah yang siap di­eks­por ke luar negeri, beberapa petani mulai beralih dari pertanian konven­sio­nal yang masih menggunakan pu­puk kimia dan pestisida ber­alih ke per­tanian organik.

Sistem pertanian organik mengajak petani untuk ber­cocok tanam dengan pola la­ma tapi dengan cara yang mo­dern. Misalnya, peng­olah­an tanah bisa menggu­na­kan traktor, penggemburan tanah juga dengan menggu­nakan trak­tor. Ketika mena­nam, merawat dan me­manen sesungguhnya petani sudah bisa menggunakan alat me­ka­nis. Ha­nya saja, petani kita di Indonesia be­lum banyak yang menggunakan sistem pertanian dengan cara meka­nis ini.

Petani kita masih lebih do­minan meng­gunakan traktor pada saat pengo­lahan tanah dan penanganan pas­ca panen. Untuk proses di anta­ranya, pe­tani kita masih dominan menggunakan tenaga manu­sia atau alat-alat yang seder­hana. Pertanian organik mem­butuhkan ketelitian dan kesabaran da­lam penerapan­nya, berbeda dengan sistem pertanian konvensional yang masih mengandalkan keam­puhan pupuk kimia, pestisida atau herbisida.

Tanaman organik, dalam proses penerapannya ada yang menggunakan rumah ka­ca, sistem pertanaman hidro­po­nik da nada juga yang menanam langsung di alam terbuka. Masing-masing me­miliki teknik tertentu dalam penanganannya. Mulai dari pemberian pupuk organik, mengusir hama dengan sis­tem organik dan perawatan tana­man­nya diupaya­kan ti­dak meng­gunakan zat kimia.

Ketika tanaman organik ini sampai ke pasar, harga yang dibanderol untuk sayur dan buah organik cenderung lebih mahal dibanding yang biasa. Cara pertanian yang berbeda membuat kandung­an nutrisi di dalamnya juga ber­beda. Meski tak disebut­kan efek ter­hadap kesehatan, studi terbaru me­nun­jukkan hasil panen organik lebih tinggi antioksidan.

Studi yang dipublikasikan British Journal of Nutrition menyebutkan sekitar 17% kandungan antioksidan lebih banyak terdapat di sayuran dan buah yang ditanam secara organik dibandingkan yang ditanam dengan pola tanam biasa. Dalam studi ini dise­but­kan juga bahwa kandung­an antiok­sidan yang tinggi terkait dengan pe­nu­runan ri­siko kanker serta beberapa pe­nyakit lain.

Tak hanya itu, cara bertani tanaman organik yang lebih ramah lingkungan membuat hasil panen lebih sedikit me­ngandung pestisida. Ini me­nunjukkan cara menanam berdampak pada panen yang dihasilkan. Sayur dan buah orga­nik lebih kaya antiok­si­dan dengan le­vel kalori yang sama dibanding yang dita­nam secara biasa.

Perbedaan bahan makanan organik dengan non-organik terletak dari cara petani dan peternak memproses sayur, buah, biji-bijian, dan daging yang akan dijual untuk di­kon­sumsi. Petani dan peter­nak organik tidak mengguna­kan bahan-bahan sintetis se­perti pes­ti­sida dan pupuk pa­da tanaman, atau sun­tik an­tibiotik pada hewan yang me­reka pelihara.

Benarkah mengon­sumsi sayuran organik hidup akan lebih baik dan usia harapan hidup makin bertambah ?

Mengonsumsi makanan organik membawa banyak manfaat karena sudah terhin­dar dari kandungan zat-zat kimia. Akan tetapi, tanaman organik juga membawa kon­sekuensi yang harus kita si­kapi dengan bijaksana.

Pertama, masalah harga yang di­banderol terhadap ba­han makanan or­ganik lebih tinggi dibanding bahan ma­­kanan konvensional karena per­tanian dan peternakan or­ganik memer­lukan metode perawatan khusus.

Konsekuensi kedua, bahan maka­nan organik lebih cepat membu­suk ka­rena tidak me­ngandung unsur penga­wet. Karena tidak menggunakan pes­ti­sida dan bahan tambahan lain, bentuk dan penampilan makanan organik mungkin tidak semenarik bahan ma­ka­nan konvensional. Warna­nya ba­rang­kali tidak begitu cerah, ukurannya tidak begi­tu besar, atau terdapat lu­bang-lubang pada sayur atau buahnya.

Ketiga, pestisida sintetis yang digu­nakan untuk meng­halau hama bu­kan­lah satu-satunya hal yang mengancam ke­sehatan makanan, karena di dalam kandungan pestisida sintetis ini ter­dapat juga ra­cun alami. Solanin adalah sa­lah satu contohnya. Jika ter­telan, ba­han yang diproduksi kentang ini da­pat menyebab­kan gangguan pada ke­sehat­an.

Namun konsekuensi-kon­sekuensi di atas tidak berarti bahwa kualitas bahan makan­an organik bisa lebih rendah daripada makanan non-orga­nik karena standar keamanan makanan yang diterapkan ha­rus sama. Di era sekarang, berbagai pilihan sayuran se­hat sudah semakin banyak dan jenis­nya bertambah se­tiap saat. Saat kita berbelanja di pasar tradisional maupun supermarket, kita pasti disu­guhi de­ngan tiga pilihan yai­tu sayuran biasa, organik, dan hidroponik.

Menentukan pilihan

Beberapa orang yang da­tang ber­belanja ke pasar tra­disional, su­per­mar­ket atau hypermarket masig ke­su­litan membedakan jenis sayuran mana se­sungguhnya yang baik untuk kese­ha­tan. Sayur­an biasa yang ditanam de­ngan sistem konvensional banyak juga yang bagus namun ba­nyak juga yang terlihat mulus dari tampilannya saja.

Sebagai perbandingan, sayuran yang mengandung pestisida daunnya pasti hijau, mulus dan tidak bolong-bo­­long. Sayuran organik pun sesung­guhnya ada juga daun­nya yang tidak bolong-bo­long karena ditanam di ru­mah kaca. Bagaimana dengan sayuran hidroponik, sayuran jenis ini banyak ditemukan di supermarket atau hy­per­mar­ket.

Sayuran hidroponik ada­lah sayuran yang ditanam dengan media air. Se­dang­kan sayuran organik adalah ta­na­man yang ditanam dengan media tanah tanpa menggu­nakan pupuk kimia mau­pun pestisida. Banyak orang me­ngira bah­wa sayuran hidro­ponik adalah sayuran organik karena harganya sa­ma-sama mahal. Padahal, hal ini tidak benar. Sayuran hidroponik bisa saja sa­ma seperti sayuran bia­sa yang ter­cemar pestisi­da.

Sayuran biasa dan hidro­ponik me­mang memiliki me­dia tanam yang ber­beda. Namun, keduanya mungkin me­ngalami perlakuan yang sama, mi­salnya di pupuk de­ngan pupuk kimia dan untuk mengusir hama masih meng­­gunakan pestisida.

Memutuskan untuk mem­be­li dan mengonsumsi sa­yur­an atau buah yang ditanam secara konvensional, organik dan hidroponik, pilihannya tetap ada pada kita. Sebaik­nya memilih sayuran sehat itu harus dengan cara seksama. Perhatikan label sayuran yang akan dibeli apakah sa­yur­an tersebut sayuran orga­nik, sayuran biasa, atau sa­yuran hidroponik.

Agar terhindar dari berba­gai pe­nyakit, kita harus be­nar-benar me­mi­milih sayur­an sehat yang tidak ter­konta­minasi pestisida atau pun bahan kimia lainnya.

Oleh se­bab itu, kita se­baiknya me­milih sayuran organik yang benar-benar ditanam secara organik.

Karena tidak jarang kita temukan di pasar, ada label sayuran organik tapi proses penanganannya di lapangan ma­sih menggunakan zat kimia. Sayu­ran ini ditanam de­ngan metode yang ramah lingkungan dan baik untuk ke­sehatan. Jika benar dita­nam secara or­ganik, kita ti­dak perlu khawatir de­ngan kan­dungan pestisida maupun bahan kimia di dalamnya. Hal ini karena pupuk dan peng­halau hama yang digu­nakan dalam metode berco­cok tanam ini semuanya alami.

Mengonsumsi sayuran biasa, orga­nik atau sayuran hidroponik tujuan uta­manya adalah untuk melengkapi ke­bu­tuhan vitamin dan gizi yang seim­bang yang dibu­tuh­kan oleh tubuh. Se­mua jenis sayuran dan buah sah-sah saja jika kita mengon­sum­si­nya, asal kita mau mencuci dan mengolahnya dengan benar. Pastikan dalam men­cu­ci sayur dan buah dengan air mengalir hing­ga bersih agar residu pestisida yang me­lekat bisa terbuang terba­wa air.

(Penulis adalah alumnus Fakultas Pertanian Universitas Methodist Indonesia Me­dan)

()

Baca Juga

Rekomendasi