Oleh: Dewanty Ajeng Wiradita
BAHASA Indonesia umumnya digunakan sebagai bahasa pengantar di lingkup sekolah. Tak dipungkiri, untuk memudahkan komunikasi antar siswa, guru, kepala sekolah dan pihak-pihak lain di lingkungan sekolah. Namun, bagaimana jika menerapkan penggunaan dua bahasa di lingkup sekolah? Memungkinkan tidak?
Faktanya, beberapa sekolah di Medan menerapkannya. Mereka menggunakan lebih dari satu bahasa, 2 bahasa atau biasa disebut bilingual. Ada yang menerapkannya hanya di kelas, ada yang menggunakannya dalam berinteraksi sehari-hari di sekolah, bahkan ada juga yang membawa kebiasaan tersebut ke rumah. Memangnya untuk apa ya menggunakan konsep bilingual? tidak cukupkah dengan berbahasa Indonesia saja dan menggunakannya dalam pelajaran Bahasa Inggris atau kursus saja?
Salah satu jawabannya adalah kebutuhan di masa depan. Seperti dikatakan Kepala SMA Namira Islamic School Medan Muzanni Lubis. “Bahasa Inggris hadir demi memenuhi kebutuhan zaman, merujuk pada kehidupan pasca kelulusan para siswa, khususnya SMA,” ujarnya pada Analisa saat ditemui di ruangannya.
Dengan keahlian berbahasa internasional, diharapkan, para peserta didik kelak lebih mudah beradaptasi di manapun mereka melanjutkan kehidupan. Termasuk bagi yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Penggunaan Bahasa Inggris bisa dimanfaatkan dalam memahami materi pelajaran, salah satunya yang tertera di jurnal-jurnal penelitian. “Banyak jurnal yang menggunakan Bahasa Inggris,” imbuh Muzanni.
Penggunaan Bahasa Inggris dalam program bilingual juga dikatakannya tidak menyalahi aturan. Pasalnya, mata pelajaran tersebut sudah diwajibkan oleh Dinas Pendidikan mulai tingkat SMP. Bedanya di sekolah bilingual, ada tambahan jam belajar untuk itu. Standarnya 4 jam pelajaran, di sekolah ini diberlakukan 6 jam pelajaran demi mengakrabkan bahasa ini kepada siswa.
Selain penggunaan di kelas, bahasa tersebut juga disajikan dalam kegiatan ekstrakurikuler. Salah satu tujuannya adalah menyokong kemampuan berbahasa Inggris yang masih rendah dari siswa, agar tidak tertinggal dengan rekannya.
Penerapan Bahasa Inggris tertuang dalam buku pelajaran, khususnya sains dan matematika yang didatangkan dari penerbit luar negeri. Di tingkat SMP, buku pelajaran menggunakan dua bahasa, yakni Bahasa Indonesia dan Inggris.
Mempersiapkan sekolah bilingual, bermakna juga menyiapkan guru. Dari sisi tenaga pengajar, guru yang berbasis Bahasa Inggris, “dipaksa” berbahasa Inggris dalam aktivitas sehari-hari sehingga menjadi contoh bagi para siswa. Demikian di lingkup guru, dalam rapat rutin, mereka membiasakan menggunakan Bahasa Inggris agar menjadi budaya.
Namun, kendala kadang terjadi pada siswa yang belum terbiasa belajar Bahasa Inggris. Biasanya murid seperti ini, dibantu kemampuannya lewat ekskul dan komunikasi via orangtuanya agar membantu melatihnya di rumah atau berdiskusi bersama mencari jalan keluar cara peningkatan kemampuan tersebut.Dari cara ini biasanya anak berhasil beradaptasi dalam rentang waktu 3-4 bulan.
Upaya ini juga dibenarkan Ketua Dewan Pendidikan Sumut Syaiful Sagala. “Sebaiknya ada sistem coaching (pelatihan) dari guru kepada siswa yang kemampuannya di bawah rata-rata,” ucapnya. Coaching juga tidak memakan waktu sebentar, tapi perlu dilakukan bertahap sebab kemampuan siswa berbeda.
Selain Bahasa Inggris, di sana juga diterapkan Bahasa Arab di tingkat SMP dengan porsi sebagai muatan lokal. Mengingat, tidak ada kewajiban berbahasa Arab dari kurikulum Dinas Pendidikan. Demikian untuk tingkat SMA, ada diterpakan bahasa tambahan, yakni Bahasa Mandarin.
Berdasarkan situasi dan kebutuhan di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) kini, maka dipilihlah Bahasa Mandarin sebagai muatan lokal. Merujuk juga pada Negara Tiongkok sebagai negara maju, maka tak ada salahnya menerapkannya. Sama halnya dengan Bahasa Inggris, disediakan ekskul bagi yang mau belajar lebih.
Masih berkaitan dengan MEA, mempersiapkan generasi yang cakap berbahasa Inggris juga bercermin dari negara tetangga. Seperti di Singapura yang sudah menerapkan 3 bahasa pengantar resmi yakni Melayu, Inggris dan Mandarin,
Bagaimana dengan Bahasa Indonesia?
Gencarnya upaya meningkatkan keahlian berbahasa asing lantas membuat kita berpikir, bagaimana dengan Bahasa Indonesia?Disisihkan? Tentu tidak.
Bahasa Indonesia pada dasarnya sudah menjadi panduan umum. Kemampuan ini tinggal ‘dipoles’. Hal yang perlu ditanamkan adalah para siswa tidak melupakan Bahasa Indonesia sebagai identitas nasionalnya.
Pemeliharaan bahkan peningkatan kemampuan Bahasa Indonesia juga masih terlihat dalam beragam kompetisi yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta pemerintah daerah, seperti Perpustakaan. Kompetisi tersebut meliputi puisi, pidato, atau mendongeng.