Oleh: J Anto
DALAM Sayembara Penulisan Cerita Anak 2017 yang diprakarsai Balai Bahasa Sumut, dari 65 karya yang masuk, panitia telah memilih lima karya yang dinyatakan sebagai naskah cerita anak terbaik. Kelima naskah itu adalah Bonar Si Penjaga Sungai karya Yulhasni, Pendekar Sejati Bukit Matahari karya Salsa Putri Sohombing, Muncang Kuta karya Thomson Panjaitan, Cahaya untuk Bonar karya Rosintan Hasibuan, dan Pohon Bakau dan Bekal Kebaikan karya Siti Lestari Nainggolan.
Berikut adalah kelima sinopsis berdasar keterangan Hasan Al Banna, salah seorang dewanjuri.
Sinopsis Bonar Si Penjaga Sungai: Bonar dengan teman-temannya adalah anak desa yang senang bermain dan mandi di sungai. Namun kesenangan mereka terganggu sejak ada larangan mandi di sungai. Mereka tidak mengerti mengapa pohon-pohon dinamai dengan pohon keramat dan tidak boleh ditebang? Nah, rasa penasaran Bonar dan kawan-kawan mengantarkan mereka kepada pengetahuan bahwa larangan tersebut bermaksud agar sungai dan ekosistem di sekitarnya harus dijaga dari orang-orang yang ingin merusak sungai dan menebang pohon.
Pohon-pohon yang ditebang menyebabkan hutan gundul dan pada akhirnya menyebabkan banjir bandang yang merugikan manusia. Selain itu, petualangan Bonar dan kawan-kawan turut memberikan informasi kepada pihak berwajib tentang kegiatan menebang hutan oleh orang-orang serakah. Begitulah petualangan Bonar dengan teman-temannya yang bersahabat dan saling membantu menjaga desa dengan cara berpikir anak-anak. Mereka juga menjaga persahabatan meskipun berbeda latar belakang suku.
Kemudian sinopsis Cahaya untuk Bonar: Inilah kisah anak yatim piatu tunggal yang memiliki semangat untuk tetap sekolah dengan bantuan teman-teman sekampungnya. Bonar nama anak yatim piatu itu. Sahabatnya Lambok dan Sahala turut menguatkan hati Bonar untuk tetap semangat sekalipun tanpa ibu dan ayah. Meskipun berat, Bonar yang masih belia ikut membantu keluarga Sahala mengurus sapi dan sawah.
Dengan keterbatasan kemampuan anak-anaknya, Bonar senang menggembala dan sekaligus bersawah. Persahabatannya dengan Sahala dan Lambok, begitu juga kebaikan orang-orang kampung ikut mengantarkan Bonar tetap sekolah dan menjemput hidup yang bercahaya tanpa menempatkan Bonar sebagai pengemis.
Dalam sinopsis Muncang Kuta, Thomson Panjaitan bercerita: Rendi adalah anak yang dari sebuah keluarga yang turut mengungsi karena bencana alam gunung berapi. Persahabatan Rendi dengan Gita dan Togi menyebabkan mereka belajar tentang kearifan budaya leluhur, selalu bertujuan untuk kebaikan alam semesta. Rendi, sekalipun dalam keadaan bersedih masih turut membantu keluarga-keluarga yang tinggal di pengungsian. Selain itu, persahabatan ketiganya membuat mereka mengerti sekaligus mau merawat tradisi desa yang ada di sekitar lereng Gunung Sinabung.
Muncang Kuta adalah tradisi yang dilakukan sejak nenek moyang suku Karo yang mendiami lereng gunung tersebut. Zaman dahulu semua penduduk sangat rajin mengadakan ritual membersihkan kampung. Memberikan sesajen pada daerah-daerah mata air yang ada di kaki gunung. Mereka percaya begu yang menjaga gunung itu akan menjauhkan mereka dari malapetaka. Itulah pengetahuan tradisi kampung yang Rendi dan kawan-kawan pelajari, baik dari orangtua-orangtua di kampung maupun guru, sebagai bentuk bahwa keseimbangan alam harus dijaga.
Tentang cerpen Pohon Bakau dan Bekal Kebaikan karya Siti Lestari Nainggolan, sinopsisnya sebagai berikut: Bercerita tentang kedekatan Alang, Yuda, dan Iqbal. Ketiga anak yang sama-sama belajar tentang laut dan kebaikan yang terkandung di dalamnya. Perjalanan dan kebersamaan mereka bukan saja dalam hal belajar, tapi mampu menghasilkan kerajinan tangan dari benda-benda bekas. Terlebih dengan pemanfaatan benda-benda limbah yang mengotori laut, turut menjaga kelestarian habitat laut. Terkhusus Alang yang bersekolah di lembaga formal, akhirnya mendapat pelajaran juga dari Iqbal yang sekolah di lembaga homeschooling. Begitulah kedekatan mereka yang belajar sambil bermain, mengantarkan mereka jadi berpengetahuan sebagai bekal kebaikan untuk kehidupan semesta.
Sedangkan pada cerpen Pendekar Sejati Bukit Matahari, ringkasan ceritanya: “Ama, Ina, sebentar lagi impianku untuk menjadi pendekar sejati bukit matahari akan terwujud. Doakan aku agar segera bertemu dengan Lawaendrona, si manusia bulan. Aku akan memintanya untuk menyembuhkan Ama dan membawa kita hidup abadi di bulan sana. Tak ada penyakit. Tak ada derita. Tak ada cacian yang akan kita terima lagi.”
Inilah angan-angan kanak-kanak Bari mengapa ia ingin sekali pandai melompat batu, sebuah tradisi yang terkenal di masyarakat Nias. Namun banyak rintangan yang Bari hadapi. Ibu (ina) Bari orang Nias tetapi ayahnya (ama) datang dari suku lain. Kenyataan bahwa ayah Bari bukan asli putra Nias termasuk rintangan bagi Bari yang tidak diperkenankan belajar tradisi lompat batu. Ia bersedih terlebih karena ayahnya didera penyakit gaib dan tak kunjung sembuh. Akhirnya, melalui bantuan Bang Ahem, putra Nias asli, Bari pun diperbolehkan berlatih lompat batu meskipun akhirnya juga ayah Bari pergi menghadap Tuhan.