Cahaya Pendidikan

CAHAYA PENDIDIKAN/ 1
Alda Muhsi

Seberapa lama kita akan memejamkan mata dikurung kebodohan yang semakin melingkar,
melingkupi hingga mata kaki
kerap disembur caci maki,
setelah kerangkeng tersusun rapi
SSSK, Mei 2017

CAHAYA PENDIDIKAN/ 2
Alda Muhsi

Seberapa lama kita akan berdiam
memendam dendam pada keagungan malam jiwa-jiwa padam
kita hanya bisa bungkam
SSSK, Mei 2017


CAHAYA PENDIDIKAN/ 3
Alda Muhsi

Pada langkah keberapa akan hilang kegelapan pada musim gugur keberapa akan lepas dahaga sungguh, yang kita butuh bukanlah kata-kata
pertentangan sudah cukup lama menetap kita hanya butuh sebuah cahaya untuk berjalan keluar dari segala kebodohan
SSSK, Mei 2017

CAHAYA PENDIDIKAN/ 4
Alda Muhsi

Ki, dengarlah nyanyian kami
ungkapan rasa benar atas cinta
atas tekad yang tak roboh
menopang jejak, meluruskan jalan
menuju tahta istana Tuhan
SSSK, Mei 2017

HARI BURUH #1
Annisa Tri Sari

Aku ingin bercerita tentang pahlawan
yang benar-benar tak dikenang yang tidak pernah menjadi nyanyian apa lagi berujung pada tangisan kau tahu, ialah yang berteriak di jalan raya berontak pada sebuah ketidakadilan menuntut upah yang saling kejar pada gelegar waktu hari pembuka Mei, bukalah lebar telingamu, teman
Sketsa KONTAN, Mei 2017

HARI BURUH #2
Annisa Tri Sari

Tarian keangkuhan sepasang jalan dengan nyala api asap-asap berjalan keluar dari kerongkongan menuju istana ada keinginan yang menjalar
ada keengganan melepas pakaian
pada cuaca terik yang menggetarkan
lihatlah pertunjukan itu, tiada yang pantas mengumandangkan kesatria
mereka penunggang keringat dan air mata berpacu pada detak jantung ibu kota yang semakin membara, membakar darah untuk sekadar melepas dahaga
Sketsa KONTAN, Mei 2017

HARI BURUH #3
Annisa Tri Sari

Mampukah kau memejam mata
dalam riuh pagi yang menanggalkan dingin kita berdiri pada jarak yang tak ada spasi kita kerap mendengar suara gaduh mereka beraksi lagi
mengumbar sumpah pada jalanan
adakah kau yang dituju dengan segala asa yang kau topang di bahu?
Sketsa KONTAN, Mei 2017

HARI BURUH #4
Annisa Tri Sari

Dapatkah kita awali Mei dengan dingin
sebab debar dadaku telah dikukus kemarin malam dapatkah kita awali Mei dengan ketenangan sebab kebencian masih menetes melalui genteng-genteng rumah
Sketsa KONTAN, Mei 2017

Bunga untuk AHOK
Hodland JT Hutapea

Hanya serangkum bunga yang kemarin kususun sederhana dari hati kami yang terdalam padamu yang memberi cinta mendalam

terima kasih Ahok, terima kasih
dedikasimu bagi kotaku Jakarta
adalah inspirasi tak ternilai betapa kami butuh pemimpin serba bisa

Ahok, terima kasih
tugas dan misimu telah selesai rindu ketegasan dan disiplinmu itu pasti
terima kasih pernah memimpin kami

WAJAH JAKARTA
Hodland JT Hutapea

Tak seorang pun bisa menampik
wajah Jakarta kini jauh lebih baik
di tangan dingin si wajah apik

Jakarta lebih bersih
Jakarta lebih ramah
Jakarta lebih beradab
Jakarta lebih Jakarta

Esok tuk Ahok
Satria Aman Purba

Kubuat tinta beralaskan doa
selembar  pesan dari kita
untukmu yang di sana
Jakarta negeriku pertiwi tanah air ini
bukan sekedar kata atau polesan janji saja tapi ribuan bukti nyata
mengubah tangis jadi tawa
bukan sandiwara, manipulasi atau intimidasi tapi tuk tanah airku
merongrong koruptor negaraku
berkibar di sana merah putihku

PASKAH I
Satria Aman Purba

Meski jiwa ragaku terkulai
terbalut derita luka menganga sepanjang masa menindih tubuhku membuat bergetar dan lelah
aku harus tertatih selangkah tuk ke sana kubawa salibku hingga Kau menolongku mengangkat, membasuh deritaku Tuhan lihatlah aku


PASKAH II
Satria Aman Purba

Meronta dengan jeritan seribu duka
kau menoleh dan mendengarku
penuh koreng dosa di tubuhku
layakkah aku Tuhanku?

salib ini menindihku melilit dosa
kau datang menggantiku dan melepaskanku Tuhanku darahMu membasuhku hingga lepas dari dosaku terima kasih Tuhanku

Lelaki Kopi
Yulia Tasnim

Lelaki kopi
melukis imaji
tentang mengenang
namun enggan pulang
Lelaki dan kopi
membaca hati
dirundung sepi
Sasindo Unimed,  2017

KOPI DAN PUISI
Yulia Tasnim

Wahai si penebar aroma puisi
adakah kopi yang tak pahit
malam kerap membelit
namun harap enggan melangit
adakah kopi yang tak pekat
pada ingatan ia semakin mengikat
temu pun debar kian melekat
Sasindo Unimed,  2017

SENANDUNG SEPI
Yulia Tasnim

Derap waktu telah bergulir
matanya masih menyimpan masa lalu
jejeran sungging senyuman
mengekalkan ingatan
kini bersenandung lewat elegi
sedang aku sibuk menata hati
penuh kelakar sepi
Sasindo Unimed,  2017

kegamangan hati
Yulia Tasnim

Secangkir kopi telah tersuguh di senja yang tampak lusuh tertimbun kerumunan gelisah penuh air mata
Aku gamang ingatan mulai meremang
pada bangku-bangku panjang
penuh rindu dan kenang
Sasindo Unimed,  2017

SEJAK SENJA ITU /1
Lathifah Elfitri

Aku mencintainya, sejak senja itu
di bawah teduh cakrawala
menatap mata sendu yang mengisyaratkan kerinduan,
lalu kehangatan sebuah senyuman
yang masih membayang di kepalaku
seperti teh siang tadi yang tak habis kunikmati, masih terasa hangat meski takut nanti menjadi basi hilang kita hanyalah sepasang sayap rapuh saling berhadapan tak mampu terbang
di balik sayup hiruk pikuk aroma dingin di tubuhmu
Medan, April 2017

SEJAK SENJA ITU /2
Lathifah Elfitri

Sejak senja itu, tubuh kita tak pernah melekat aku hanya mendengar kisahmu jauh dari hembusan angin
hingga kita kembali bertemu pada malam yang tak disengaja
ada yang melingkar di jari manismu, cahayanya kemilau terbias rembulan
ada pertanyaan yang kusimpan dalam dada kau adalah tubuh yang kurindukan namun kata-kata manis terlampau ranum gugur bersama matahari, senja, secangkir teh, sekeping biskuit dan tangis seorang gadis
Medan, April 2017

RITUAL MALAM INI /1
Lathifah Elfitri

Ritual malam ini adalah menyampaikan rindu kepadamu
lewat dupa-dupa jiwaku yang beterbangan menyusup angin
sayang, jangan lupakan aku yang memupuk doa dalam setiap langkah
yang menabur cinta sejak mata terbuka jangan pula wajahmu silau terpapar oleh kemilau berlian dalam istana dan mahkota di atas kepala sang ratu pulanglah dalam pelukanku
kita berteduh di bawah awan
agar terhindar dari panas mentari
yang membakar dua tubuh dalam keangkuhan
Medan, April 2017

RITUAL MALAM INI /2
Lathifah Elfitri

Sejauh apa kau berkelana
akulah tempat kau berpulang
maka aku kan melepas cengkeraman
sebab aku paham, seberat apa kau temukan bongkahan emas
seharum dan seindah apa pun bunga yang kau temu sesejuk apa gunung yang kau daki aku tetaplah rumah untuk kau berpulang akulah yang menepis gigil di tubuhmu ritual malam ini adalah menasbihkan namamu
agar aku tak rajin-rajin khawatir agar aku tak lekas-lekas memaksa agar kita berjalan sejajar tanpa bergegas sebab aku takut rekatan itu terlepas
Medan, April 2017

CINTA SAMPAI MATI
Adhiet's Ritonga

Kau tak mampu menunggu
menahan rasa teramat rindu
ingin kau segera bertemu
melepas rindu mendekapku

cintamu begitu dalam tersimpan
takkan hilang disiram hujan
tetap kekal sepanjang jaman

cintaku kau jadikan abadikan
sakralnya cinta sejati
bila cintaku tak dapat terganti
bawalah cintaku sampai mati
Kantor Pusat Sanggar Pelangi

RINDUKU
Adhiet's Ritonga

Rinduku setengah mati
sayang, tak ditanggapi
biarlah rindu ini kupendam sendiri
dalam sepi dan sunyi
Kantor Pusat Sanggar Pelangi

SUATU MALAM #1
Aisyah Haura Dika Alsa

Biarlah malam ini, puisi-puisi
masih kubaca dalam hati
dan membiarkan hujan semakin
memucukkan rindu yang semi
kunang-kunang saja sabar menunggu malam, agar terlihat terang dalam gulita pun aku juga ingin begitu,
nersabar dalam waktu dan tunggu
menanti laki-laki yang telah
kusajak dalam banyak halaman
Alumni FKIP UMSU, 2017

SUATU MALAM #2
Aisyah Haura Dika Alsa

Namamu sembunyi, pun wajahmu masih alpa dalam ingat
hanya ada rindu yang belum bertuan,
tak mengapa, aku masih tetap ingin,
suatu malam saat kita telah mesra,
kubaca sajak-sajak dalam hadap wajahmu yang akan merona merah
aku romantiskan?
Alumni FKIP UMSU, 2017

Senja Di Matamu
Mawardah

Menatap senja di matamu
bergulir sendu yang berantai
kau sudahi usiamu dengan sembilah pisau yang tajam hingga mimpi tak lagi kau ciptakan meski kau sudah belajar membaca tentang arti hidup
Sketsa KONTAN, 2017

SEPI YANG MEMBUNUH
Mawardah

Di terminal bus, sepi mulai memburu
hingga langkahku mulai lenyap diantara sepiku yang menggeliat di tubuh hujan mengguyur deras,
dan tubuh terasa asing disuasana itu
tak ada jiwa lain yang menemani di tengah-tengah kepergianku pada dunia
Sketsa KONTAN, 2017

HARI INI KUBERTANYA /1
Mawardah

Di kedalaman matamu ada sebuah tanya tentang pendidikan Indonesia
yang menjulur anak anak pantai
duduk, tersedu dan bungkam di tepian
bersama cita yang ntah dibawa kemana
Sketsa KONTAN, 2017

HARI INI KUBERTANYA /2
Mawardah

Hari ini kubertanya pada diri
sebab apa kita menutup mata dan telinga sementara suara berdetar dimana-mana kebodohan masih menyarang dan cita cita mereka masih membatu di kepala
Sketsa KONTAN, 2017

()

Baca Juga

Rekomendasi