Oleh: Fransius H Simanjuntak. TEMPE merupakan makanan tradisional Indonesia yang kaya kalsium, zat besi, vitamin B, dan serat pangan. Selain itu, juga mudah diproses oleh sistem pencernaan manusia dan mengandung antibiotik untuk menyembuhkan infeksi sekaligus mencegah penyakit degeneratif, seperti jantung, stroke, dan sebagainya.
“Dengan segala kelebihan yang dimilikinya, tempe diharapkan bisa menjadi makanan alternatif bagi astronot atau penjelajah antariksa di masa mendatang,” ungkap para peneliti yang merupakan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Yayasan Del, dalam konferensi pers Proyek ISS di Laguboti, Jumat (16/6) .
Kepala SMA Yayasan Del, Arini Dsianti Parawi mengatakan, penelitian ini bertujuan menganalisis proses fermentasi pada biji kacang kedelai dengan ragi yang dikenal sebagai tempe di luar angkasa .
“Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan sebelumnya. Tim sebelumnya berhasil mengetahui perkembangbiakan ragi. Namun, pada penelitian lanjutan ini kita ingin lebih mengetahui apakah makanan khas kita yang berasal dari kacang kedelai yang difermentasikan dengan ragi berhasil untuk dikembangkan menjadi makanan astronot,” paparnya.
Hipotesis tim peneliti, proses fermentasi lebih cepat terjadi dalam kondisi mikrogravitasi dibandingkan dengan di Bumi. Kondisi mikrogravitasi menyebabkan terjadinya pergerakan konstan yang menyebabkan proses metabolisme substrat dan enzim pada eksperimen bekerja lebih cepat. Jika dengan kondisi gravitasi di Bumi proses fermentasi biji kedelai berlangsung selama 2-3 hari, dalam kondisi mikrogravitasi diprerkirakan bisa berlangsung dalam sehari.
Hal tersebut terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan oleh delapan siswa sekolah ini bersama dua mahasiswa Institut Teknologi Del dengan objek penelitian kedelai dan ragi. Kesepuluh peneliti tersebut dipandu dua mentor, yaitu Ari Raharja (guru SMA Unggul Del) dan Eka Trisno Samosir (dosen Institut Teknologi Del).
“Penelitian ini merupakan proyek Stasiun Luar Angkasa Internasional (International Space Station/ISS Project), suatu proyek eksperimen sains dan komputer yang diselenggarakan Valley Christian High School (VCHS)-AMSE Institut bekerja sama dengan NanoRacks, perusahaan swasta yang menyediakan kesempatan riset di stasiun ruang angkasa. Proyek ini bertujuan membuat konsep, merakit, menguji, dan menerbangkan suatu paket eksperimen ke ISS,” ujarnya
Pada tahun keenam pelaksanaan proyek ISS, VCHS memberikan kesempatan kepada pelajar di seluruh dunia untuk ambil bagian dalam proyek ini sebagai inspirasi bagi anak muda. Melalui Prof JW Saputro selaku inisiator program di Indonesia, Ir Patuan Simatupang MCRP, selaku Ketua Yayasan Del menerima informasi penelitian tersebut dan menantang SMA Unggul Del untuk berpartisipasi dalam program ini.
“Pada Juli 2015, tim ISS Project 1 resmi dibentuk. Setelah mengikuti rangkaian agenda, modul MicroLab yang berisi paket eksperimen tentang fermentasi ragi berhasil dikirim ke ISS pada April 2016. Pada Juni 2016, tim ISS Project masuk dalam tahapan analisis data. Kesimpulannya, proses fermentasi ragi bisa terjadi pada kondisi gravitasi hampir mendekati nol. Saat itu hasil penelitian dipublikasikan pada acara American Society for Gravitational Space Research di Cleveland, Ohio, USA, Oktober 2016,” terangnya
Untuk penelitian hasil fermentasi, tim mempersiapkan diri pada Oktober 2016. Tim ISS Project 2 mulai mengerjakan eksperimen dan selesai Desember 2016. Hasil eksperimen disimpan dalam sebuah kotak yang disebut microlab. Setelah penelitian berhasil dirancang di microlab, kedua mentor dan dua pelajar, yakni Afner Sirait dan Putry Yosefa Siboro berangkat ke VCHS, San Jose-CA, Januari 2017 untuk mengikuti sesi uji coba perekayaan dan penerbangan.
Uji coba perekayasaan (engineering) bertujuan memastikan bahwa rancangan setiap komponen dan eksperimen yang terdapat dalam microlab memenuhi prosedur standar NASA. Uji coba ini juga bertujuan memastikan bahwa kode program yang dibuat berjalan baik tanpa ada kesalahan sedikit pun. Sedangkan uji coba penerbangan bertujuan untuk menyimulasikan kondisi ketika microlab dibawa oleh roket ke ISS dan memastikan tidak akan terjadi kerusakan selama proses tersebut.
Penelitian SMA Unggul Del ISS Project 2 telah berhasil melewati semua tahapan tersebut. Minggu, 4 Juni 2017, roket Falcon 9 SpaceX CRS-11 Dragon yang membawa penelitian SMA Unggul Del dan penelitian dari sekolah-sekolah lain dari seluruh dunia meluncur dari landasan 39-A di Pusat Antariksa, Kennedy, AS.
“Setelah mendarat di ISS, penelitian ini akan diaktifkan dan berada di ISS selama 30 hari. Pemantauan proses eksperimen ini dilakukan melalui kamera dan sensor yang sudah dipasang di microlab. Data akan dikirimkan ke Bumi tiga kali dalam seminggu. Data yang diterima berupa gambar digital, temperatur, kelembaban, tegangan, arus, dan lain sebagainya,” terang Parawi.
Ketua Tim, Matthew Silalahi didampingi mentornya kepada Analisa menyatakan, percobaan yang dilakukan memiliki tingkat kesulitan tinggi. Komponen-komponen untuk penelitian harus mendapatkan sertifikasi dari NASA.
“Hal yang sangat sulit saat melakukan eksperimen adalah komponen-komponen yang dibutuhkan seperti kamera VGA, pompa air, harus tersertifikasi NASA. Komponen itu tidak ditemukan di Indonesia,” jelasnya.
Kesulitan lainnya, siswa harus menyelesaikan proyek sesuai program kerja dan jadwal yang ditentukan ISS.
Dia berharap fermentasi yang dilakukan agar para astronot di luar angkasa nantinya tidak lagi harus membawa banyak bahan makanan. “Penelitian yang dilakukan agar astronot dapat memakan tempe hasil perkembangbiakan di luar angkasa. Ini akan menjadi kebanggaan bagi Indonesia karena makanan tradisional dapat dikembangbiakkan di luar angkasa,” imbuh Matthew.
Oliver Nainggolan, siswa kelas 11 SMA Yayasan Del, yang ikut dalam proyek penelitian ini mengaku berterima kasih kepada keuda orangtuanya yang memberikan dukungan penuh untuk proyek penelitian ini.
Siswa asal Pematang Siantar ini juga mengajak pelajar lain, khususnya dari kota asalnya, untuk tidak ragu menunjukkan kemampuannya, termasuk bereksperimen dalam sains.