Tujuh Eksperimen Rahasia Amerika terhadap Warganya

SEPANJANG sejarah, pe­merintah Amerika Serikat (AS) berhasil merahasiakan banyak eksperimen agar tidak diketahui publik. Namun ketika sejumlah rahasia ak­hirnya ter­kuak, banyak orang terkejut sekali atas segalanya yang pemerintah lakukan se­lama ini.

Beberapa rahasia berbau teori kons­pirasi seperti Area 51 dan MK­UL­­TRA telah men­tendensi da­lam kebuda­yaan modern. Ada juga be­berapa rahasia berkaitan de­ngan proyek-proyek persen­jataan nuklir, termasuk dam­pak eksperi­men radioaktif pada manusia.

Selain itu, pemerintah AS juga melakukan beberapa percobaan berkaitan dengan kesehatan publik, misalnya pencarian pencegahan dan pengobatan beberapa jenis pe­nyakit menular.

Sayangnya, beberapa eks­peri­men dan penelitian untuk keperluan ter­sebut tidak se­pantas­nya dilaku­kan terhadap warga AS sendiri.

Berikut sejumlah ekspe­rimen dan penelitian rahasia bidang kese­hatan yang dila­kukan pemerintah AS seperti dirangkum dari laman listver­se. com:

1. Penelitian obat sipilis

Dinas Kesehatan Amerika Seri­kat (AS) melakukan Penelitian Si­pi­lis Tuskegeee (Tuskegee Syphilis Study) sejak 1932.

Sebanyak 600 warga Afri­ka-Amerika dipilih untuk ikut serta dalam penelitian itu. Di antara peserta, 399 orang me­ngidap sipilis dan 201 lainnya tidak mengidap pe­nyakit.

Mereka yang mengidap sipilis tidak diberi pengobatan yang secu­kup­nya karena pe­merintah ingin melacak per­kembangan penyakit tanpa terganggu oleh pengobatan.

Tapi pria-pria itu tidak diberi pilihan untuk ikut serta dalam pene­litian yang hanya disebut sebagai eskperimen belaka.

Eksperimen itu seharusnya ber­langsung selama enam bulan, tapi berubah menjadi penelitian jang­ka panjang selama 40 tahun.

Ketika penisilin menjadi obat utama melawan sipilis, para pasien tidak mendapat akses dan tidak di­beri pilihan untuk mengundurkan diri dari penelitian. Sebagai im­balan, mereka dibebaskan dari bia­ya-biaya pemeriksaan kedok­teran dan layanan pema­kam­an.

2. Penelitian obat malaria

Penelitian malaria di Sta­teville Pe­nitentiary dilakukan pemerintah AS pada 1940-an di penjara State­ville Pe­nitentiary yang terle­tak di negara bagian Illinois.

Penelitian melibatkan se­ti­daknya 400 narapidana yang secara tidak sah ditulari ma­laria dan di­ikutkan dalam penelitian. Tujuan­nya adalah untuk menguji obat per­cobaan guna menemukan penyem­buhan penyakit.

Rangkaian uji dilakukan dan dicatat sendiri oleh para narapi­dana. Jadi, selain men­jadi pasien, me­­reka sekaligus menjadi pe­ngawas. Para na­rapidana juga ber­diskusi siapa di antara mereka yang ikut serta dalam eksperimen.

Proses pengujian diper­hitung­kan dalam masa hu­kuman sehingga beberapa di antara mereka menda­pat pe­motongan masa tahanan.

Pa­ra narapidana juga memilih sia­pa di antara mereka yang layak mene­rima pengurangan masa hukuman itu.

Tawaran itu cukup mena­rik, tapi obat eksperimen berdampak sam­pingan yang tidak bisa dipulihkan. Salah satu narapidana paling dike­nal adalah Nathan Leopold dari kasus pembunuhan Leo­pold dan Loeb pada 1924.

Walaupun eksperimen itu ter­dengar tidak bermoral, eksperimen itu bermanfaat bagi masyarakat. Warga me­lihatnya sebagai pengor­banan yang perlu untuk menda­pat­kan penyembuhan malaria.

3. Transfusi darah sapi

Pada 1942, Edward Cohn, se­orang ahli biokimia di Har­vard Uni­versity, melakukan suatu eks­pe­rimen dengan du­kungan dari Ang­katan Laut AS (US Navy).

Pihak AL menghubungi Cohn untuk melakukan pro­yek rahasia guna menciptakan senjata biologis potensial.

Bagian dari tugasnya me­nyun­tikkan darah sapi kepada para nara­pidana sebagai upaya mendeteksi pro­­tein yang dapat dipakai jika terjadi perang biologis.

Sebanyak 64 orang yang men­dapat suntikan darah sapi meng­alami dampak menge­rikan hingga akhirnya me­ning­gal dunia.

Eksperimen itu akhirnya gagal, tapi dari metode Cohn itu kemudian terungkaplah cara sebenarnya un­tuk menci­rikan protein yang di­maksud, yang ternyata ada di dalam darah manusia dan bukan dalam darah sapi.

Metode itu diulangi de­ngan menggunakan darah manusia dan protein itu ber­hasil dipisahkan da­lam kea­daan murni. Hasilnya, protein itu kemudian tidak jadi di­pakai sebagai senjata biologi dan bahkan mujarab dipakai pada pasien yang mengalami shock.

4. Operasi penyebaran bakteri

Pada September 1950, Ang­ka­tan Darat AS (US Army) terlibat dalam ekspe­rimen rahasia untuk menguji kemungkinan adanya perang biologi di Pantai Barat AS. Cara melakukan eksperimen adalah dengan menebarkan senjata biologi di jalan-jalan San Francis­co untuk menguji dampaknya.

Mereka menebarkan suatu jenis bakteri untuk mencari informasi tentang dampak­nya pada populasi. Namun semua itu dilakukan tanpa kesepakatan warga.

Menjelang akhir Operasi Sea-Spray, ada enam uji sen­jata biologi yang dilakukan pada warga San Fran­cisco. Akibatnya, banyak yang me­­­ninggal dan menderita sakit. Pe­merintah AS kemudian me­nyim­pul­kan adanya ke­mungkinan dam­pak perang itu pada suatu kota pantai.

5. Operasi big buzz

Operation Big Buzz adalah eks­perimen pembawa ben­cana yang dilakukan peme­rintah AS pada 1955, walau tampaknya tidak ber­ba­haya. Pemerintah AS mene­bar­kan jutaan nyamuk Aedes aegy­pti yang bisa menjadi pembawa de­mam kuning di beberapa taman negara bagian Georgia.

Serangga itu dengan cepat me­nye­bar ke kawasan ping­giran kota (suburb). Tu­juan­nya adalah un­tuk mengetahui daya guna se­rangga itu seba­gai senjata biologis melalui pelacakan kebiasaan gigitan se­rang­ga pada para pasien.

Ada banyak eksperimen se­rupa dengan Operation Big Buzz yang dijalankan, misal­nya Operation Drop Kick and Operation Big Itch.

Operation Drop Kick sa­ngat se­ru­pa, sama-sama me­nguji nyamuk di Georgia. Sementara itu, dalam Ope­ration Big Itch, pemerintah AS menebarkan kutu ke ruang publik untuk mempelajari kebiasaan gigitan dan penye­barannya.

Seperti halnya Operation Big Buzz, maka Operation Big Itch di­maksudkan untuk menentukan daya guna kutu menebar penyakit da­lam sua­tu perang biologi.

6. Eksperimen willow­brook

Suatu eksperimen Willow­brook sangat mencengang­kan bertujuan untuk mencari penyembuhan hepa­titis. Penelitian berkelanjutan itu ber­l­ang­sung dari 1956 hingga 1970 de­­ngan para peserta yang diambil dari Willow­brook State School di Staten Island, negara bagian New York.

Para siswa sekolah itu adalah anak-anak dengan ke­terbelakangan mental.

Perco­baan melibatkan pe­nyun­tikan anak-anak itu dengan obat eksperimen yang dimaksud­kan untuk menyembuhkan hepatitis.

Karena keadaannya, tentu saja anak-anak itu tidak mam­pu menya­takan persetujuan­nya. Padahal mereka bisa saja meninggal karena perawatan tersebut.

7. Eksperimen vaksin campak

Beberapa eksperimen ter­kait vaksin campak dilakukan dari 1990 hingga 1991 oleh Centers for Disease Control (CDC). Para dokter ingin me­ngetahui apakah mereka bisa menggunakan vaksin itu un­tuk mengganti antibodi ala­miah dalam tubuh bayi.

Untuk menguji hal terse­but, para dokter menyuntik ribuan bayi di Dunia Ketiga dengan obat tersebut. Vaksin yang dimaksud kemudian menyebabkan beberapa ma­sa­lah kekebalan pada bayi sehingga ba­nyak bayi yang meninggal walau­pun jumlah pastinya tidak diketahui.

Walau sudah menge­tahui dam­pak­­nya, pemerintah AS tetap me­ng­uji vaksin itu pada bayi-bayi Af­rika-Amerika dan Hispanik di Los Angeles. Mereka menyuntik seti­dak­­nya 1.500 bayi di AS dengan obat eks­perimen tersebut. (glpt/listvsc/es)

()

Baca Juga

Rekomendasi