Keelokan Patung Baja

Oleh: Dr. Azmi TS

PEMATUNG di Indonesia, khusus me­makai material  dari baja masih langka. Ma­terial baja ini tahan karat (stainless stell) sangat cocok dija­dikan karya seni patung. Selain padat karakter baja secara ar­tistik terkesan lebih mewah dan tahan lama. Patung baja da­pat di pakai untuk dekorasi ru­ang dalam dan pengisi taman  luar (park). Tingkat kesulitan dalam merangkainya juga pe­lik, dibutuhkan keahlian khu­sus terutama pengelasannya.

Segala kelebihan dan keku­rangan baja, itulah pula yang diparipurnakan oleh pe­matung kelahiran Cianjur, Jawa Barat ini. Redy Rahadian, pematung handal yang menemukan material baja untuk menam­pung dunia kreativitasnya.

Baja, oleh sebahagian pe­ma­tung kurang diminati, seba­liknya Redy Rahadian (1973) malah sangat antusias sekali mengolahnya. Karya seni pa­tung yang terkecil, hingga ter­besar lahir dari tangan ajaib­nya.

Ada yang realis, ada yang se­mi abstrak bahkan dalam me­munculkan sosok-sosok (fi­gur) manusia dalam karya­nya begitu rumit. Untuk me­nam­pilkan karakter adaftif (se­suai yang diinginkan), patung baja Redy Rahadian memadu­kan dengan bahan resin (fiber­glass). Bahan adaftif ini kalau diinginkan bisa kesannya di­buat seperti kayu, kaca, plastik bahkan menyerupai batu pua­lam sekalipun.

Masing-masing pematung sudah me­ngua­sai semua mate­rial yang akan diolah­nya untuk  menciptakan karya seni unik. Sung­guh lain tata cara yang di­tempuh pe­matung energik, je­bolan Institute Joseph Brus­­sel,  Belgium ini. Dia memilih ju­rusan mesin (Mecanique Ga­race Departement), ke­be­tu­l­an berkaitan dengan pera­kit­an baja yang plastis.

Bekal pengetahuan soal me­ngelas baja dari bidang oto­motif ini pula yang turut mem­­permudah, di dalam mewujud­kan ide krea­tif patung - kon­tem­porernya itu. Mes­ki­pun se­cara proses mendesain dan meng­kon­truksi mesin mobil ber­beda dengan obyek seni pa­tung. Redy Rahadian bisa me­ngatasi seluruh tantangan itu.

Dia harus bisa melahirkan bentuk-bentuk yang sama se­kali belum pernah dibuat pe­matung, misalnya sosok-so­sok manusia dan simbol abs­traksi. Dia memang telah ke­luar dari pakem dalam hal peng­gunaan las tingkat tinggi  (tig welding). Dia memang cen­derung  membuat patung abstrak  tubuh-tubuh memba­ja. Idiom figur menyerupai patung manusia terdiri dari lem­pengan baja itu, menim­bul­kan berbagai tafsiran baru.

Dia cenderung memperla­ku­kan tubuh-tu­buh membaja, tapi kadang dipa­du­ka­kan­nya de­ngan bentuk lingkaran me­musat (circle). Karya berjudul “Circle of Life” tubuh-tubuh baja itu bergelantungan, me­nyi­ratkan akan adanya siklus tentang ke­hidupan. Redy Ra­ha­dian juga meng­ingat­kan akan pentingnya menjaga “Together as One” artinya Persa­tuan dan Kesatuan.

Terkadang patung-patung menyerupai ma­nusia mem­ben­tuk sebuah jembatan, ada satu figur bergelantung terlihat pada “Journey”. Karyanya yang lain masih seputar sim­­bolisme terkait angka delapan seperti “88” dan dunia oto­motif “Myvespa 2”. Peng­ga­rap­an patung berjudul “Teamwork” dan “Heart to heart” me­nuntut keahlian tersendiri, terutama menyangkut penya­tu­an lempengan logam.

Melihat keberanian Redy Rahadian mendobrak pakem lama soal seni patung, tentu­nya membuat publik bangga padanya.  Lama tinggal studi di luar negeri ikut membentuk spirit kreativitas seni patung Redy Rahadian untuk menak­lukkan baja tadi.  Itulah Redy Rahadian keelokan patung ba­janya patut diapresiasi, sebuah dedikasi untuk proses regene­rasi.

Dia juga termasuk produk­tif dan juga aktif (2000-2014) mengikuti even pameran pa­tung termasuk seni instalasi. Pernah meraih “The Winner of Metro TBV Eagle Award Sculpture Trophy” (2003). Ka­rya patung kontemporernya juga meraih “The Winner for the Public Sculpture Project”,  di Sun Plaza, Medan (2003).

()

Baca Juga

Rekomendasi