Oleh: M.H. Heikal. Wajah atau sesosok tubuh yang terkesan penuh kemisterian adalah ciri khas lukisannya. Sapuan catnya yang tipis seolah menyeka pigmen warna dari kanvas. Ini dilakukannya untuk menciptakan gambar yang tercoreng, bahkan terkesan kotor. Pada kebanyakan karyanya ada warna hitam yang cukup mengganggu. Sebab menimbulkan kesan kegelapan yang agak menyimpang.
Dialah Marlene Dumas. Wanita pelukis potret kelahiran Afrika Selatan, 3 Agustus 1953. Tepatnya di daerah pertanian anggur Kuilriviers di pinggiran Cape Town. Selama tiga tahun, 1972-1975 Dumas menempuh studi di kota kelahirannya, di University of Cape Town. Disini Dumas mengakui, sekolah seni di Afrika membantunya memahami seni secara teoritis dan filosofis.
Selepas itu, pada 1979 dia memutuskan pergi ke Belanda untuk mengambil jurusan seni lukis di University of Amsterdam. Di negeri kincir angin inilah Dumas mengenal dan melihat lukisan-lukisan hebat secara langsung.
Dia mengagumi karya-karya tersebut dengan sebutan kecerdasan visual yang luar biasa. Selama menempuh studi ini, Dumas sangat tertarik dengan sosok Willem de Kooning dan Gerhard Richter. Kedua seniman ini berpengaruh sangat besar pada karya-karya Dumas nantinya.
Sejak pertama kali dia melukis potret ditahun 1980-an, berbagai tokoh-tokoh terkenal menjadi objeknya. Mulai dari Osama bin Laden, Nelson Mandela sampai Naomi Campbell. Selain itu tak luput juga beberapa anggota keluarga, teman dan kerabatnya. Bahkan orang-orang yang tak dikenal juga dilukis potret olehnya.
Pada tahun 1984, Dumas mulai memfokuskan karyanya berupa bentuk gambar kepala. Karya-karyanya ini sering berupa kolase dengan pensil, tinta atau krayon. Lewat “Evil is Banal” (1984) Dumas menggambarkan sosok wanita berbaju hitam berambut merah terbakar. Wajah putih menjadi fokus dengan plak warna hitam dipipi sebelah kiri. Lantas dari sisi yang sama muncul tangan yang seolah merangkul. Lirikan mata wanita tersebut menyiratkan suatu pertanyaan yang tak tertebak.
Wajah wanita berwarna dominasi biru juga terlukis dalam “Amy Blue” (2011). Begitu kentara sapuan kasar dari kuas Dumas. Keapikannya terlihat pada garis mata yang berwarna hitam.
Dalam “The White Disease” (1985) Dumas melukiskan potret wanita yang menua berwajah pucat. Bibir yang mengerut dan mata biru yang meredup. Lukisan ini dinilai menafikan penyakit apartheid yang cukup sering diangkat Dumas dalam karyanya.
Kurator Cornelia Butler mengatakan lukisan Marlene Dumas adalah produk dari dunia gambar kontemporer. Dengan bahasa yang penuh makna, Butler mengatakan, “Yaitu mereka ditarik langsung dari peristiwa zaman kita. Disarikan untuk disorot. Dalam isi dan juga bentuk.”
Pada tahun 1987 kelahiran putrinya bernama Helena tiba. Tak lama itu diiringi pula dengan kelahiran karya besar Dumas bertajuk “The First People” (1990). Karya ini merupakan rangkaian empat kanvas yang besar disusun secara vertikal. Masing-masing kanvas bergambar seorang bayi dengan ekspresi dan raut berbeda. Juga dengan latar warna lukisan yang berbeda pula. Lukisan ini dipersembahkan Dumas untuk Alice Neel, seniman yang turut mempengaruhi beberapa karyanya.
Marlene Dumas menyatakan, dia percaya seorang seniman mampu mendefenisikan dan memahami diri mereka sendiri. Termasuk pula kaitannya dengan memahami seniman yang lain. Selain menjadi pelukis, Dumas juga aktif menulis. Berbagai pameran dan katalognya disertai dengan sejumlah puisi, esai dan cerita tentang kehidupan pribadinya. Pada tahun 2015 kumpulan tulisannya ini diterbitkan dengan judul “Sweet Nothings: Notes and Texts”.
Pameran pertamanya di tahun 1984 berlangsung di Belanda. Pameran di Afrika Selatan sebagai tanah airnya baru terjadi pada 2008. Selama periodesasi melukis ini karya Marlene Dumas telah dipamerkan diberbagai negara di belahan dunia. Di Amerika, Kanada, Jepang, Jerman, Swiss, Inggris, Irlandia, Austria, Portugal, Islandia, Norwegia, Polandia termasuk di pusat seni Prancis.