Dibalik Gambar Uang Kertas Indonesia

Oleh: Arif Budiman.

Delinavit (Del), istilah diberikan pada orang yang menggambar produk mata uang. Terutama uang kertas. Dalam beberapa terbitan uang kertas biasanya dibagian pa­ling bawah uang diterakan tu­lisan ‘Del’. Setelah nama se­niman atau desainer yang meng­gambar mata uang. Mi­­­salkan AbdulSalam Del., Yunalies Del., M. Ssadjiroen Del., atau Heru Soeroso Del.

Delinavit biasanya dilakoni oleh seseorang yang berlatar be­lakang disiplin ilmu seniru­pa dan desain. Piawai dalam menggambar (hand drawing). Mampu menangkap objek yang akan digambar de­ngan ce­pat. Biasanya memiliki li­terasi visual yang komplit, se­hingga dia mampu menafsir gambar dengan baik. Di sam­ping kecermatan dalam meng­atur kom­posisi berdasarkan prin­sip tata rupa.

Selain keahlian menggam­bar yang kuat, teknik engraving juga dikuasai seni­man. Se­buah teknik cetak dalam seni gra­fis. Kerja teknik ini dilaku­kan dengan me­noreh atau meng­gores di atas permu­kaan plat logam tembaga atau baja. Ditoreh de­ngan alat yang tajam dan runcing yang disebut gra­ver, burr atau burin. Orang yang alim dalam teknik ini di­panggil juga dengan sebutan engraver.

Dalam sejarahnya, eng­ra­ving dikem­bang­kan di Jerman se­kitar 1430. Teknik ini digu­nakan para pengrajin emas un­tuk men­dekorasi bungkahan emas. Alat burin memiliki ra­gam ukuran. Setiap ukuran mampu menghasilkan jenis garis yang beragam. Kepia­wai­an membentuk pola garis-garis, digunakan pula untuk mem­buat master plat produk uang kertas. Ma­ka­nya, di gam­bar uang kertas, tokoh yang di­gambar tersusun dari garis-ga­ris. Dalam satu garis biasa­nya terdapat beberapa lapisan garis di dalamnya. Perhatikan­lah dengan cer­mat melalui ka­ca pembesar, uang kertas yang kita miliki.

Di dunia senirupa dan desa­in, profesi eng­raver sangatlah jarang. Apalagi yang khu­sus me­rancang untuk uang kertas. Para delinavit-delinavit uang kertas bia­sanya seorang engraver yang handal. Ke­napa teknik engraving? Konon, tek­nik ini merupakan proses pe­ngamanan paling tinggi dalam pembuatan uang kertas.

Mujirun salah satu engra­ver di Indone­sia. Karya uang kertasnya banyak. Uang kertas 50 ribu (2009) bergambar gambar I Gusti Ngurah Rai di antara karyanya. Kata Muji­run, cukup sulit meregenerasi orang yang mampu menggu­na­­kan teknik engraving. Apa lagi tidak ada perguruan tinggi di Indonesia yang khusus me­ngajarkan ini. Dia sendiri ha­rusbelajar ke Swiss dan Italia untuk memantapkan skill tek­nik engraving ini.

Di Percetakan Uang Repu­blik Indonesia (Peruri) sendiri jika dianalisis, dila­kukan kade­risasi para engraver yang akan menjadi delinavit di uang ker­tas. Kade­risasi ini pertingkat­an. Artinya, yang lebih se­nior (lebih dulu kerja di Peruri, meng­ajari yang lebih junior (masuk Peruri belakangan). Pola kolaborasi ini nam­pak­nya berhasil.

Seperti Sadjiroen yang ma­suk Peruri Desember 1955 ber­kolaborasi dengan seniornya Ju­nalies yang masuk Peruri Agustus 1955. Bersama Juna­li­es, Sadji­roen menghasilkan desain uang Rp.10, Rp.50 dan Rp.500 tahun 1958; Rp.10 tahun 1963, serta Rp.50 dan Rp.100 tahun 1964.

Entah kebetulan atau tidak, dalam kerja sama keduanya M. Sadjiroen selalu mendapat bagian mendesain bagian be­lakang uang (reverse), sedang­kan Juna­lies bagian muka (obverse). Kode DEL nya tertera nama Junalies.

Dikemudiannya Sadjiroen mendapat­kan kepercayaan menjadi delinavit uang kertas seri Jenderal Sudirman dari no­minal 5 hingga 10.000 rupiah.

Demikian juga dengan Mujirun. Dia tak langsung jadi delinavit. Dia harus belajar du­lu dengan para seniornya. Ser­ta bersaing dengan seluruh engraver dalam merancang gam­bar uang kertas. Prosesnya seleksinya diawali menggam­bar objek dengan teknik drawing pen. Gambar paling baik dialah yang dipilih. Kemudian dilanjutkan teknik engraving sebelum dicetak.

“Minimal 5 tahun pemben­tukannya. Basic seni 3 tahun. Teknik engraving ter­masuk ru­mit. Karena menggambar di atas plat dan tidak boleh salah. Meng­gambar menggunakan pisau dengan teknik cukil. Se­pintas mirip teknik mengu­kir. Teknik eng­raving lebih su­lit karena diaplikasikan di me­dia yang kecil dengan skala sa­tu ban­ding satu. Bisa diba­yangkan tingkat ketelitian dan presisi hasil kerja,” kata Mu­jiran perancang uang kertas Pak Harto (1995).

Sepanjang produk uang kertas Indonesia diterbitkan, tidak semua produk menera­kan siapa delinavitnya. Bebe­rapa pe­rancang uang kertas Indonesia sejak diterbitkan 1946. Pertama dilukis oleh Ab­­dul Salam dan Oesman Effen­di. Ke­duanya adalah tokoh senirupa di Indonesia sejak se­belum kemerdekaan. Serta men­dapatkan pendidikan seni­ru­pa dilem­baga kesenian. Abdul Salam, ter­libat dalam ge­rakan senirupa Indonesia Per­sagi.

Kemajuan sa­ngat pesat di bidang tek­nologi penerbitan dan ilustrasi. Pada tahun 1951 pelukis Oesman Effendi dan ilustrator Abdul Salam dikirim ke Belan­da. Mereka mempela­jari cara-cara mem­buat ilustra­si pada uang kertas, yang nan­tinya akan diajarkan di tanah air.

Delinavit lainnya yang ber­karya untuk bang­sa adalah Junalies asal Bukittinggi. Ka­­rya uang kertasnya Seri Pe­kerja, tahun 1958, 1963 dan 1964. Seri Sandang Pa­ngan dan Sudirman pecahan 1 dan 2,5 ru­piah dan salah satu masterpiece-nya yaitu Rp.10.000 Barong tahun 1975.

Sadjiroen asal Kendal. Be­berapa kali ber­kolaborasi de­ngan Junalies. Akhirnya dia mendapat kepercayaan mela­hir­kan uang kertas Seri Jen­deral Sudirman mulai pe­cahan Rp5 hingga Rp10.000.

Kemudian ada Risman Su­planto, rupiah pecahan Rp.500 tahun 1977. Heru Soeroso, ru­piah gambar Burung Dara Rp.100 tahun 1984.

AL. Roring, menggambar uang Rp. 1000 bergambar Si­singamangaraja Rp.1000 ta­hun 1987. Pengasah Intan Rp.5000 tahun 1980. Sudirno, menggam­bar rupiah bergam­bar dr. Soetomo Rp.1000 ta­hun 1980 dan RA. Kartini Rp.10.000 tahun 1985.Soeripto Gan, uang kertas emisi tahun 1980an.

Kemudian yang terdeksi terakhir, Mujirun merampung­kan karya uang kertas ber­gambar Pak Harto Rp.50.000 tahun 1995, Gunung Anak Krakatau Rp.100 tahun1991, Gu­nung Kelimutu Rp.5.000 tahun1991, Ki Hajar Dewan­toro Rp.20.000 tahun1998 dan Paski­braka Rp.50.000 tahun 1999.

Uang kertas yang masih ber­laku hari ini, juga karya Mu­jirun. Yakniuang kertas ber­gambar Kapitan Pattimura Rp.1.000 2001, Pulau Maitara dan Tidore Rp.1.000 2001. Tuanku Imam Bonjol Rp. 5.000 ta­hun 2001, Oto Iskan­dar Di Nata Rp.20.000 tahun 2004 dan I Gusti Ngurah Rai Rp.50.000 tahun 2009.

Mungkin masih ada bebe­ra­pa delinavit yang belum di­ke­nali publik numismatik. Ka­rena identitas seorang delina­vit kadang dikaburkan untuk dikenali publik. Selama dia be­kerja memproduksi master alat tukar uang kertas. Pekerja­an menjadi engraver pun ma­sih jarang dilakoni.  Keah­lian seni rupa menjadi dasar. Ter­utama meng­gambar.

Penulis; penyuka senirupa dan desain dari Institut Seni Budaya Indonesia Aceh.

()

Baca Juga

Rekomendasi