Oleh: Yohansen W. Gultom dan Juari.
Membahas tentang politik lokal di Indonesia, terkhusus tentang pemilihan kepala daerah, tentu banyak menyita perhatian publik. Uniknya, peran media sebagai fasilitator informasi warga, cenderung terfokus kepada perhelatan pilkada DKI Jakarta lalu. Hasilnya, banyak masyarakat di Indonesia tidak menyadari bahwa sesungguhnya beberapa daerah telah melaksanakan pemilihan kepala daerah. Salah satu pilkada yang jarang disorot media nasional adalah pilkada yang berlangsung di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Pilkada di Kabupaten Langkat merupakan contoh kecil dari beberapa pilkada yang ada di tanah air saat ini.
Kelompok etnis ataupun organisasi masyarakat memiliki pengaruh yang cukup besar terutama dalam bidang politik. Permasalahan yang sering muncul dalam dinamika politik lokal di Indonesia adalah minimnya kesadaran masyarakat mengenai politik yang pada akhirnya berujung kepada golput dan masyarakat kurang mengenal calon kepala daerah. Kasus seperti itu sering dialami terhadap perkembangan politik lokal di Indonesia disebabkan budaya politik Indonesia masih cenderung parokial-kaula. Maka dari itu, yang menjadi tanggung jawab untuk mensosialisasikan tentang partisipasi politik bukan hanya menjadi milik pemerintah saja tetapi seluruh agen politik seperti partai politik dan organisasi masyarakat tentunya.
Etnis Jawa memiliki budaya politik tersendiri di dalam masyarakat, wujud realisasi budaya politik di dalam masyarakat Jawa bisa kita lihat dalam beberapa paguyuban (organisasi masyarakat). Salah satunya Pujakesuma (Putera Jawa Kelahiran Sumatera) sebagai salah satu paguyuban yang ada di dalam masyarakat Jawa yang menjadi cerminan budaya politik etnis Jawa di tengah-tengah masyarakat.
Peran Pujakesuma di Kabupaten Langkat ini mampu untuk mengajak masyarakat Jawa untuk hadir ke TPS dan memilih pasangan calon. Selain itu, organisasi masyarakat ini tidak memiliki sikap keberpihakan kepada calon kepala daerah sesama etnisnya. Pujakesuma tidak mengedepankan asas primordial dan tetap mengakui seorang pemimpin berdasarkan kualitas dan kapasitas. Hal itu dibuktikan pada saat pilkada di Kabupaten Langkat tahun 2013.
Budaya Politik Suku Jawa dan Keberadaannya di Kabupaten Langkat
Secara umum budaya Jawa memiliki karakteristik tersendiri dalam hal memahami kekuasaan (politik). Beberapa ahli yang sependapat bahwa pola hubungan yang ditemukan pada masyarakat Jawa bersifat patronase (patronage) yang sangat dipengaruhi oleh pola relasi antara pemimpin dan pengikut yang berkembang pada kebudayaan Jawa. Sedangkan, dalam konteks struktur sosial masyarakat Jawa, Gaffar memandangnya sebagai struktur yang bersifat hierarkhis yang didasarkan pada aspek kekuasaan (politis) ketimbang atribut sosial yang bersifat materialistik. Implikasi negatif dari citra diri seperti itu dalam kehidupan berdemokrasi adalah rakyat mengalami proses alienasi dari proses politik. Rakyat diposisikan sebagai objek yang harus selalu menerima segala keputusan pemerintah dalam setiap kebijakan publik.
Di tengah era demokrasi saat ini etnis Jawa bisa dikatakan sebagai kekuatan yang tidak bisa diremehkan. Terkait dalam beberapa kasus misalnya, etnis Jawa selalu menjadi bagian penting dalam politik sehingga tidak heran apabila dalam pilpres ataupun pilkada etnis Jawa cukup diperhitungkan, baik dari segi kuantitas karena jumlah etnis Jawa yang cukup besar maupun dari segi kualitas.
Di Kabupaten Langkat sendiri jumlah etnis Jawa mendominasi dari suku lainnya yaitu 56,87%. Namun faktanya, hal ini bukanlah menjadi landasan untuk menjadikan etnis Jawa sebagai etnis yang mampu mendominasi panggung perpolitikan di wilayah tanah Melayu tersebut.
Dukungan Pujakesuma yang diberikan dalam pilkada Bupati Langkat pada tahun 2013 yang lalu telah disepakati bersama oleh seluruh anggota, dan dukungan tersebut bukanlah berdasarkan kepada kepentingan beberapa pihak semata. Dukungan tersebut memiliki dasar yang kuat dengan berbagai pertimbangan yang ada. Majelis pembina paguyuban Pujakesuma Propvinsi Sumatera Utara memutuskan secara total memenangkan pasangan H. Ngogesa Sitepu - H. Sulistianto di pilkada Langkat tahun 2013 lalu.
Pasangan ini dinilai memahami keragaman suku dan budaya yang ada. Ketua DPD Pujakesuma Langkat, Surialam menjelaskan tentang pilihan kepada pasangan H. Ngogesa - H. Sulistianto di pilkada Langkat, Wakil Ketua DPRD Kab. Langkat ini menjelaskan, sesuai keputusan Majelis Pembina Paguyuban Pujakesuma Propsu No.04/SK/PJK/V/IX/2013 tertanggal 4 September 2013. "Perlu ditekankan bahwa pilkada Langkat ini bukan untuk memilih ketua suku tertentu melainkan memilih kepala daerah yang memahami keragaman agama, suku, budaya dan adat istiadat yang ada".
Bahkan dukungan tersebut mampu memberikan efek yang cukup positif bagi masyarakat Langkat khususnya etnis Jawa untuk menguatkan tekad terlibat dalam Pilkada 2013 karena terjadi peningkatan partisipasi pemilih pada pemilihan kepala daerah Kabupaten Langkat yang diadakan Oktober tahun 2013 lalu, jumlah partisipasi pemilih mencapai 76 persen. Angka yang tinggi ini merupakan sebuah prestasi cukup membanggakan bagi Kabupaten Langkat. Semua itu tidak terlepas dari dukungan beberapa ormas yang terlibat baik mendukung secara langsung pasangan calon juga mengajak masyarakat untuk ikut memilih pasangan calon tertentu sesuai dengan kesepakatan Pujakesuma itu sendiri. Walaupun terkesan ada 'unsur pemaksaan', namun secara umum Pujakesuma juga telah mengajarkan nilai-nilai kepada masyarakat Jawa untuk berpartisipasi dan pentingnya menggunakan hak pilihnya.
Melibatkan Peran Organisasi Masyarakat
Organisasi masyarakat (ormas) memiliki pengaruh yang besar terhadap kelompoknya sendiri. Ormas merupakan perkumpulan yang dibentuk atas dasar sukarela untuk meraih tujuan tertentu dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dasar negara yaitu Pancasila dan UUD 1945, sangat efektif untuk dijadikan agen sosialisasi politik kepada kelompoknya masing-masing. Sehingga, tanggung jawab mengenai kesadaran politik untuk menggunkan hak pilihnya bukan hanya kepada pemerintah dan partai politik saja, namun peran ormas dalam hal ini seluruh masyarakat sangat diharapkan untuk mengingatkan kepada sesamanya betapa pentingnya untuk terlibat dalam Pemilu.
Salah satu ormas disini yaitu Pujakesuma, dimana ormas tersebut telah berhasil menanamkan sadar politik bagi masyarakat Jawa di Kabupaten Langkat. Tidak hanya itu Pujakesuma berusaha merubah pola berpikir politik orang Jawa bahwa memilih pemimpin tidak berdasarkan faktor etnisitas, namun mengedepankan kapasitas dan kualitas yang dimiliki seorang pemimpin. Pemikiran seperti ini sering kali diabaikan oleh kelompok etnis lainnya. Sehingga, dalam pertarungan politik lokal tidak jarang konflik horizontal antar etnis kerapkali muncul dalam pilkada.
Pembaharuan seperti inilah yang diharapkan akan muncul bagi setiap ormas, dan diharapkan Pemda mampu memberdayakan berbagai ormas yang ada di wilayah lokal, sehingga perserikatan yang telah dibangun menjadi sebuah organisasi ataupun paguyuban mampu berperan dalam meningkatkan partisipasi pemilih. Ormas juga harus menjadi suatu organisasi yang mampu menjunjung tinggi nilai keberagaman dan tetap menghindari kepentingan politik untuk memunculkan isu Suku, Agama dan Ras (SARA), black campaign, money politics dan lain sebagainya.
Semoga kontribusi Pujakesuma, paguyuban etnis Jawa di Kabupaten Langkat dapat dijadikan contoh bagi kelompok etnis dan Ormas lainnya di seluruh tanah air. Semua itu demi membangun politik Nasional menuju demokrasi yang lebih baik.***
*Tulisan ini mendapatkan peringkat 8 dalam Esai Debat Nasional 2017 di UNNES, Semarang dengan judul "Peran Pujakesuma dalam Menumbuhkan Sadar Politik Pemilih Etnis Jawa di Kabupaten Langkat". Penulis adalah Mahasiswa