130 Tahun Masjid Raya Binjai

Kekokohan Bangunan Peninggalan Sultan Langkat

Oleh: Syafitri Tambunan. BINJAI, bukan hanya memiliki ikonik buah unggulan yakni Rambutan, tapi juga menyimpan rahasia bersejarah dari bangunan-bangunan lamanya. Salah satu bangunan bersejarah yang masih kokoh, yakni Masjid Raya Binjai di Jalan Wahid Hasyim, Binjai.

Tempat ibadah ini merupakan peninggalan seorang Sultan Langkat, H Musa, didirikan sekitar 1887. Warnanya yang serba kuning keemasan cukup mewakili simbol masa kejayaan Kesultanan Langkat. Sejak 130 tahun silam, bentuk masjidnya tetap kokoh dan belum terlihat adanya kerusakan berarti. 

Keaslian bangunan bersejarah ini terukir di prasastinya yang berada di di dekat pintu menuju saf perempuan. Prasasti itu bertuliskan aksara Arab Melayu, sedangkan terjemahannya ada di dekat prasasti nama masjid, tepat di depan pagar. 

Imam masjid yang juga Ketua Harian BKM Masjid Raya Kota Binjai, M Hanzalah Al Hafiz, didampingi Sekretaris, H Usman, menyebutkan, secara keseluruhan, tidak banyak perubahan pada bangunan masjid tersebut karena pengurusnya tetap berusaha menjaga keasliannya. 

Bagian dalam juga masih asli, bahkan mimbarnya belum mendapat perubahan. Masjid ini juga mendapatkan perawatan rutin, seperti pengecatan ulang, atau pun pembersihan di setiap sisi, bahkan sampai kebersihan di bagian atap tetap dijaga.

Mengenai pembiayaan, kini hanya mengandalkan infak jemaah. "Dulu kita dapat APBD dari pemerintah tapi beberapa tahun belakangan cuma dari infak jemaah saja," jelasnya.

Memang, beberapa waktu lalu, bagian teras masjid ini ditambah mengingat kebutuhan umat yang ingin beribadah. Menara masjid yang tingginya sekitar 30 meter itu juga baru dibuat kira-kira di tahun 2000-an. "Pembagian saf, dulu dan sekarang belum berubah. Jika masuk waktu Zuhur atau Asar, jemaahnya bisa sampai 7-8 saf atau sekitar 300-400-an orang," rincinya.

Masjid berkapasitas 1000-an orang ini biasanya ramai saat Zuhur dan Asar. Para pedagang sekitar masjid menjadi jemaah tetap di sana. Banyak juga warga yang singgah. Sedangkan untuk momentum perayaan hari besar seperti Iduladha bersama masyarakat, memang baru dilaksanakan tahun ini. 

Bagian dalam masjid sendiri tidak banyak menggunakan warna mencolok. Hanya berupa perpaduan dominan putih, sedikit kecokelat dan krem, serasi dengan warna marmer yang ada di lantai. Untuk kubah bagian dalam, didominasi biru serta putih.

Aset bersejarah Binjai ini cukup ikonik mengingat adanya ukiran-ukiran khas yang ada di beberapa sudutnya. Apalagi, ada ukiran-ukiran khas yang biasa ada di bangunan Melayu. Ukiran bermotif senada ada di bagian pintu dan jendela masjid. Namun, ikonik ini seperti tersembunyi karena tertutupi kepadatan arus lalu lalang di luarnya.

Awalnya, masjid ini dibangun di area yang lengang, tidak sepadat sekarang. Saat ini, kondisinya sesak dengan lalu lintas dan situasi perniagaan. Pasar Tavip Binjai yang berada hanya beberapa meter dari masjid, baru ada belakangan. 

Namun efeknya, keberadaan para pedagang pasar tradisional ataupun pedagang kaki lima (PKL) memberi kesulitan tersendiri bagi jemaah yang akan singgah. Lalu lintas transportasi, angkutan umum, dan pribadi, dan eksistensi para PKL maupun pedagang resmi Pasar Tavip membuat area di sekitar masjid sering macet atau padat. Akibatnya, jemaah sering kesulitan mengakses masjid ini, tidak hanya macet tapi juga minimnya area parkir.

()

Baca Juga

Rekomendasi