Oleh: Nur Akmal
APAKAH Thailand dalam daftar negara yang ingin kita dikunjungi? Awalnya bagi saya tidak. Tidak seperti Jepang dan negara-negara Eropa seperti Inggris dan lainnya. Tapi langkah kaki dan rezeki tak ada yang tahu. Tiba juga di negara yang bersimbol gajah tersebut. Bahkan saat terbang pun saya sempat terpikir, apakah perjalanan ini akan menyenangkan?
Setiba di Thailand, kami langsung dihadapkan dengan masalah. Kesulitan dalam berkomunikasi menjadi salah satu keluhan setiap orang yang berkunjung ke negara ini. Di hotel sekalipun beberapa staf tidak bisa berbahasa Inggris. Bahkan untuk bertanya password wifi saja sulit sekali.
Terpaksa kami harus meminta bantuan google terjemahan untuk berkomunikasi. Tentu saja memakan waktu untuk mengetik. Namun secara mengejutkan pula, di tempat-tempat wisata justru banyak sekali padagang yang bisa berbahasa Indonesia. Beberapa bahkan begitu lancar. Kami sampai takjub mendengarnya.
Wisatawan Indonesia menjadi target pasar yang besar sekali. Karenanya toko-toko besar bahkan sengaja mempekerjakan orang Indonesia. Beberapa lainnya belajar bahasa Indonesia. Ada juga yang berbahasa Melayu. Di salah satu pusat belanja oleh-oleh makanan khas Thailand di Kota Bangkok misalnya, bus-bus pariwitasa selalu menjadikan tempat itu sebagai pemberhentian. Begitu kami turun dan masuk ke dalam toko, suara dari speaker menyambut kami dengan bahasa Indonesia.
"Oleh-oleh khas Thailand, murah. Kopi, cokelat, buah-buah kering semua ada," begitu kira-kira yang terucap dari pengeras suara. Dari nada bicaranya, kita tahu yang bicara bukan orang Indonesia asli. Pegawai toko juga menjelaskan harga dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
Sedangkan di lokasi wisata lainnya seperti Big Bee Farm dan Gems Galery Pattaya juga seolah menjadikan wisatawan Indonesia sebagai konsumen tetap. Memang, dalam satu hari kunjungan, ada ratusan orang Indonesia yang datang dengan menggunakan tour guide.
Ketika kami mengunjungi Bee Farm misalnya, petugas yang menjelaskan informasi tentang madu "diimpor" dari Indonesia. Ia memang orang Indonesia yang bekerja di tempat itu selama belasan tahun. Meski begitu, logat Jawa masih kental di lidahnya. Anehnya, semua informasi ditulis dalam aksara Thailand tanpa bahasa Inggris.
Begitu juga ketika mengunjungi Gems Gallery, salah satu objek wisata yang menjadi tujuan dalam setiap trip ke Bangkok. Puluhan bus lalu lalang memasuki tempat itu dengan ratusan orang Indonesia di dalamnya. Ketika mengantre untuk masuk ke dalam wahana pengenalan Gems, tak terasa kita tengah berada di Thailand, sebab banyak sekali orang berbahasa Indonesia.
Uniknya, tempat itu menyajikan informasi mengenai gems di dunia dengan cara yang unik. Pengunjung diajak untuk menaiki kereta semacam rooler coster dan berkeliling gedung. Diorama-diorama tentang proses penambangan batu hingga pengolahannya ditampilkan dengan skala 1:1 serta bergerak didukung dengan efek cahaya yang memukau. Serta penjelasan dalam bahasa Indonesia. Benar-benar tak berasa seperti di Thailand.
Atau ketika berkunjung ke Wat Arun atau Temple of Dawn, salah satu wihara yang terkenal di Thailand dengan arsitektur yang sangat indah apalagi dilihat pada senja dan malam hari. Lampu-lampu pada bangunan menyala terang menembus malam. Di sekitarnya ada banyak pedagang oleh-oleh khas Thailand. Dan di sana, rata-rata pedagangnya bisa berbahasa Indonesia.
Selain masalah bahasa, satu hal yang mengkhawatirkan saya ketika berkunjung ke Thailand adalah makanan. Memang Thailand terkenal dengan makanan yang ekstrem khususnya di wilayah Khaosan. Tapi di tepi-tepi jalan juga dijual kalajengking goreng, kepompong dan lainnya. Beragam jajanan pasar juga menjual daging babi dan lainya.
Tapi menemukan tempat makan yang halal ternyata tidak begitu sulit. Jika mau berjalan kaki sedikit saja, kita bisa menemukan warung makan dengan tulisan halal dan pedagang yang berjilbab. Atau juga jajanan-jajanan pasar yang halal.
Bagaimana dengan masjid? Memang sedikit sulit menemukan masjid. Tapi banyak ruang publik yang menyediakan ruang salat. Di tempat-tempat wisata, tersedia ruang salat yang cukup layak. Bahkan di satu waktu, saya kaget menemukan ruang salat di sebuah pasar malam.
Melihat kami kebingungan untuk menggunakan ruang salat itu, seorang pedagang dengan lumayan ramah membukakan pintu dan mempersilahkan kami masuk. Restoran-restoran juga tidak segan-segan memberi ruang bagi wisatawan muslim untuk melaksanakan ibadah.

Salah satu objek wisata populer di Thailand, Wat Arun atau Temple of Dawn pada waktu senja. Gemerlap lampu keemasan membuat bangunan tersebut tampak indah.
Pedagang jajanan pasar dengan menu makanan ekstrem dapat dijumpai di sepanjang jalan-jalan di Thailand.
Foto-foto/Nur Akmal