Seni dan Titik Pertemuan

Oleh: Jonson J Pasaribu

PADA dasarnya banyak orang men­cintai seni, namun mereka bisa saja secara tak sadar merasakan ini. Hal seperti ini bisa terjadi karena setiap hari kita dihadapkan dengan berbagai jenis seni. Membuat kita tak sadar seni itu sudah bagian dari diri kita.

Seni bagian yang tak terpisah­kan dari kehidupan manusia. Apa­kah kemudian menjadi penting bagi kita untuk membuat publik pa­ham tentang semua itu? Tentu se­buah keharusan.

Bagaimana kemudian para pe­mi­lik dan pelaku seni memberikan se­buah pemahaman akan penting dan peran seni dalam kehidupan? Sebuah bukti bisa kita sajikan.

Pada awal ditemukan gambar-gambar pada gua-gua tempat ting­gal manusia purba, sudah menjadi bu­kti. Betapa pentingnya seni da­lam kehidupan pada saat itu. Seni perlu dipahami demi mencapai ta­hap apresiasi yang baik. Apresiasi di­butuhkan agar bisa menjadi pe­micu bagi perkem-bangan dan per­tumbuhan seni menuju ke arah yang lebih baik.

Membangun apresiasi bukan perkara mudah, Ini menjadi tang­gung jawab dari semua pelaku dan orang-orang yang benar-benar men­cintai seni. Memahami seni bu­kan hanya butuh sebuah kesena­ngan melulu. Untuk mengerti dan me­mahami karya seni orang harus lebih jauh lagi masuk ke dalam. Agar bisa mendapatkan kenik­mat­an dari se­buah karya seni. Masuk le­bih jauh ke dalam, tercebur bah­kan menjadi bagian yang terpisah­kan dari karya itu. Mencapai hal ini mem­butuhkan daya yang luar biasa dan mengor­ban­kan hal lain. Sulit bukan?

Penikmat ketika mendatangi se­buah ruang seni, harus sudah mem­bawa koper berisi pengetahuan akan seni. Ini dikarenakan dalam ruang seni atau pameran, penikmat akan mengalami kejutan-kejutan de­ngan melihat berbagai jenis karya seni. Bahkan bisa berbeda dari yang belum pernah dilihat se­be­lumnya. Di sinilah penikmat per­lu mengisi dirinya untuk mem­buat le­bih mudah dalam mem­be­ri­kan apresiasi.

Mereka belum pernah hadir dan menyaksikan pameran, kehadiran menyaksikan pameran demi pame­ran, akan mengisi koper penge­ta­huannya akan seni. Mereka yang pe­nikmat adalah mereka yang bisa me­mahami yang mereka saksikan. Bi­sakah kita bayangkan seorang pe­nikmat kopi men-gecap se­cang­kir kopinya selama berjam-jam? Se­mua hanya untuk merasakan sen­sasi kopi ketika merambah ma­suk melalui mulut, lidah, dan ke­rong­kongan.

Seorang seniman ketika meng­ga­rap sebuah karya tentu  selalu di­da­sari pada sebuah pemikiran yang biasa disebut dengan konsep. Mem­bangun sebuah konsep keka­rya­an menjadi tugas seniman agar bisa mempertanggungjawabkan seni yang dia ciptakan. Konsep bu­kan harus dibuat sebelum karya ter­cipta. Karena beberapa seniman ke­tika terdorong untuk berkarya se­cara tiba-tiba tidak boleh menung­gu waktu untuk melakukannya.

Setelah karya tercipta atas doro­ngan tiba-tiba yang kuat tadi dan akhir­nya karyapun selesai. Seni­man mencoba menarik mundur ke belakang untuk menemukan kem­bali jawaban kenapa muncul doro­ngan untuk menciptakan karya ter­se­but. Inilah yang kemudian men­jadi konsep yang akan dituliskan. Bu­kan hanya se­bagai konsep, tetapi sebagai ca­ta­tan untuk acuan bagi kelanjutan karya-karya berikutnya.

Ketika karya ditampilkan di ruang pameran. Di dalam ruang pa­meran akan terjadi pertemuan be­ragam publik dengan berbagai lin­tas profesi dan generasi. Mereka akan terlibat dalam dialog-dialog kreatif di tengah suasana menik­ma­ti karya seni. Membangun sema­ngat apresiasi dalam kenikmatan seni. Di ruang pameran ini akan ber­temu sebuah persepsi yang sama dan juga berbeda.

Tiap orang punya selera dalam memilih yang menarik dan tidak baginya. Perbedaan selera itu juga tidak akan membuat satu pihak merasa lebih mengerti atau lebih bagus dalam menilai. Semua sangat subjektif karena bergantung pada selera yang bersifat sangat personal sekali. Di ruang yang sama ini juga akan terjadi sebuah argumentasi antara kritiskus, kreator, penikmat, dan banyak lagi kemungkinan.

Bagaimana penyatuan dalam memberikan apresiasi yang baik tentu karena ada sebuah titik temu? Caranya bisa saja ditempuh melalui jalan yang berbeda tetapi menuju arah yang sama. Di-manakah titik temunya kemu¬dian?

Seniman ketika ingin mencipta tentu karena ada dorongan, ke­mu­dian menciptkan karya dan mem­ba­ngun konsep karya atau sebalik­nya. Penikmat ketika datang meli­hat sebuah pameran juga karena ter­dorong ingin menikmati seni dan biasanya sudah membawa penge­ta­huan seni. Kemudian bisa menik­mati dan mengerti proses karya tercipta.

Seniman hadir di ruang pameran ber­sama dengan latar belakang ka­ryanya yang sudah diciptakan me­lalui sebuah proses artistik intern. Penikmat ketika melihat sebuah karya akan menarik mundur ke belakang, bagaimana sebuah karya seni tadi diciptakan seniman.

Bersama dengan proses artistik intern, seniman menyajikan proses da­lam sebuah karya tercipta. Penik­mat menelurusi proses seniman me­lalui karya tercipta. Seniman ber­proses sebelum berkarya, penik­mat berproses setelah karya tercip­ta. Seniman dan penikmat bertemu dalam seni dengan membawa isi hati dan kepala yang berbeda ber­nama pengetahuan untuk saling meng­apresiasi.

Penulis; seniman dari Tanjung Morawa

()

Baca Juga

Rekomendasi