Ukiran Klasik dan Magis

SENI ukir merupakan warisan leluhur masa lalu, dilakoni secara turun temurun oleh pengukir di Samosir tepatnya di Desa Tomok. Banyak produknya berorientasi untuk cendera mata bagi wisatawan yang berkunjung. Dahulu pengukir banyak yang mene­kuni seni kerajian tradisional ini, ter­utama dibutuhkan saat membuat gorga.

Kini keberadaan pegorga sudah semakin hilang, selain tak ada yang mau melanjutkannya, minim upaya regenerasi. Akhirnya banyak yang beralih propesi, lama-kelamaan makin berkurang, hanya beberapa pengukir yang masih bertahan. Pemicu lain seni ukir Batak Toba ini lenyap karena bentuknya sederhana, monoton, dan tak bervariasi, sehingga jarang dimi­nati.

Kebanyakan peminat ukiran Batak le­b­ih kepada kerumitan ornamen dan ciri khas bentuknya, serta teknik pe­ngerjaannya. Kesulitan pengukir kalau pro­duknya rumit tentu waktu peng­ga­ra­pannya lama. Kualitas kayu ukiran pun jadi pertimbangan, sedangkan m­aterial itu sudah semakin sulit di-temukan.

Menyiasati itu pengukir harus be­rani memodifikasi desain tanpa me­ngu­rangi karakter magisnya. Karakter ma­gis ukiran sahan berkepala satu dan punya satu ekor, kini berubah menjadi dua kepala dan dua ekor.

Terobosan ini juga tetap mem­per­timbangkan keaslian motif tradisional se­bagai ukiran yang jadi rohnya. Ka­rakter magis primitif dan klasik masih di­pertahankan sebagai tolok ukur ke­sempurnaan abadi. Tanduk sihir (sa­ha­n) kini ikut bertranformasi dari ma­gis tempat menyimpan sesuatu men­jadi cendera mata sebagai paja­ngan.

Ukiran magis lainnya berupa singa-si­nga, parholian, tanduk sihir, tongkat sihir, sipungkar unte, topeng, parutan, gaja dompak, dan sondi-sondi. Selain itu juga banyak diminati wisatawan adalah hasapi, patung naga, ulu balang, hoda-hoda, kalender, dan meja batak.

Ukiran-ukiran tersebut ada yang terbuat dari tanduk kerbau dan kayu ingul dan mahoni. Tanaman ini banyak terdapat di daerah  Tomok dan Tuk-tuk, kini semakin langka.

Bentuk ukiran tradisi Batak Toba selain unik dalam prosesnya juga agak beda dengan ukiran daerah lain. Teknik ukirannya tidak terlalu dalam hanya berbentuk datar, beda dengan di Jepara yang dalam hingga terawang.

Detail ukiran Batak dipakai garitan dengan pisau kecil tajam namanya piso lontik. Tahapan yang paling penting adalah mulai membuat gorga (hiasan) hingga penerapan ornamen.

Pada proses pewarnaan dan penge­ri­ngan ukiran tradisi Batak juga punya cara khusus, yakni pencatan dan sen­tuhan akhir. Cat yang lazim dipakai ada­lah parmagan (bubuk pasir ungu ge­lap). Sesudah dicampur air akan be­ru­bah jadi  cokelat tua. Setelah pen­catan untuk pengeringan sekurang-kurangnya diper­lu­kan waktu 4 jam, tanpa sinar matahari lang­sung. Agar mengkilat terkesan magis dan klasik disemir cokelat.

Magis ukiran tradisi Batak hendak­nya jangan sampai hilang, tetap diper­ta­hankan agar warisan leluhur ini bisa di­kenal masyarakat sekarang.

Perlu gebrakan dari semua kalangan tak hanya datang dari masyarakat Ba­tak tetapi juga ko-mitmen pemang­ku­nya. Perlu diupayakan terobosan baru untuk menggiatkan kesadaran generasi muda agar perduli. Nilai kearifan lokal yang baik dari leluhur seperti ukiran (gorga) tetap dilestarikan dengan tampilan baru (kekinian).

 

()

Baca Juga

Rekomendasi