“SEORANG dosen sekaligus sahabat telah terlebih dahulu pulang. Teman yang menyenangkan, teman yang selalu meninggalkan kesan baik. Terima kasih jika langkah sempat menemani dan mohon maaf jika mungkin pernah tersakiti. Semoga langkahnya lebih tenang kini. Selamat jalan Pak Dekan…”
Barisan kalimat itulah yang hanya terucap dalam hati, tak ada kata-kata lain lagi untuk diungkapkan. Keberanian untuk menuliskan apa yang menjadi perasaan dari kawan yang ditinggalkan. Rabu pagi, 6 Februari 2018 kami dikejutkan dengan kabar duka cita.
Seorang kerabat mengabarkan, Dekan FISIP UMSU Drs Tasrif Syam MSi, pimpinan sekaligus sahabat diskusi yang kami cintai telah meninggal dunia, beliau berpulang menghadap sang penciptanya. Tasrif Syam adalah dosen komunikasi politik yang penulis kenal sejak duduk di bangku perkuliahan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).
Penulis seolah tak percaya. Tapi saya tersadar bahwa dalam hidup, sering kita disodorkan dengan kenyataan-kenyataan yang tidak bisa diduga. Apalagi maut itu tidak berbau, siapapun tak ada yang bisa mengendusnya. Meski demikian, masih saja penulis diliputi rasa tak percaya.
Malam itu, episode demi episode tentangnya menggayuti benak penulis. Tubuh kurus, wajah dan penampilan selalu bersahaja, sorot matanya yang teduh, serta senyumnya yang tulus bagai lekat di pelupuk mata penulis. Kenangan ketika diskusi dan bercanda tentang segala hal mulai dari dunia pendidikan hingga keluarga pun kerap menjadi bahan perbincangan. Sebagai seorang pimpinan ia lebih terlihat sebagai seorang teman sekaligus abang yang selalu membimbing.
Tasrif Syam adalah guru sekaligus dosen. Seperti yang terkenang dalam ingatan penulis dan juga seorang teman, Rudianto.
Ia turut mengenang bagaimana saat kebersamaannya bersama almarhum ketika makan bersama dan saat diajar oleh Tasrif Syam.
Semakin dikenang sosoknya, semakin tak terbendung rasa haru. Akhirnya, butir-butir air mata penulis pun tak sanggup tertahan.
Tasrif Syam sendiri lahir 53 tahun silam, tepatnya 23 Maret 1965. Di usianya itu, ia masih terus bersemangat mengikuti pendidikan program doktor Studi Pembangunan di Universitas Sumatera Utara (USU). Tasrif Syam sendiri memang sebelumnya memiliki riyawat penyakit asam lambung.
Sepengetahuan penulis, kondisinya saat ini baik-baik saja, namun beberapa minggu terakhir, almarhum memang disibukan dengan persiapan menghadapi akreditasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UMSU.
Dia selalu penuh semangat. Seorang pekerja yang rajin, seorang teman berdiskusi tentang apa pun, seorang yang pandai bergaul, dan aktivis dalam komunitasnya.
Orang yang menjalani hidup dengan sepenuh hati. Tidak pernah mengeluh tentang hidup maupun penyakitnya. Tentu ada kala dia bercerita tentang apa yang ia rasakan, tapi menurut penulis itu belum dikatakan keluhan. Dia seorang yang kuat. Dosen terbaik yang telah mengabdi di FISIP UMSU sejak 24 tahun silam, dengan senyum khas yang senantiasa menghias di wajahnya.
Menurut pandangan penulis, dia sudah menjalani hidupnya dengan baik. Mungkin lebih baik dari kebanyakan kita. Doanya mungkin telah terkabul, bahwa Allah SWT lebih mencintainya daripada kita sehingga Allah mengambilnya lebih cepat dari dugaan kita. (said harahap)