Oleh: Jonson Pasaribu
Menjual karya seni menjadi hal yang cukup diidamkan setiap seniman. Bukan sekedar mendapatkan uang saja, tetapi merasakan karyanya bisa diterima dan diapresiasi oleh orang lain.
Apresiasi yang diterima dalam bentuk uang akan semakin meyakinkan seniman. Dengan daya seni yang ada dalam dirinya dia akan bisa hidup sebagai seorang seniman. Kemudian akan berkarya sebebas yang dia inginkan apalagi dalam menyampaikan pesan dalam karyanya.
Bagi seniman ketika mendapatkan uang, menjadi perhatian utamanya, melengkapi segala kebutuhan. Digunakan untuk mengeksplorasi karya-karyanya lebih jauh lagi. Uang bagi seniman menjadi penting sebagai modal pemicu berkarya. Bagi seniman uang adalah efek samping dari pekerjaannya. Uang bukan tujuan dalam menciptkan karya. Memang tak bisa dihindarkan seniman tetap butuh uang sebagai modal kerja dalam berkarya.
Jika beberapa tahun lalu senirupa Indonesia pernah mengalami boom senilukis, tidak demikian dengan senirupa Medan. Tak pernah ada boom senirupa. Tak pernah ada pasar yang baik buat senirupa Medan. Bahkan tak pernah ada apresiasi senirupa yang bisa membuat senirupa Medan punya sedikit getaran. Bisa membuat orang merasakan ada sesuatu di dalamnya. Apresiasi bukan saja masalah masyarakat tak peduli apalagi mengerti apa senirupa itu dan fungsinya bagi kehidupan.
Ini adalah masalah besar dari para seniman yang tak pernah mau melakukan zona tembus batas. Untuk bisa melewati dan mendekati masyarakat dengan beragam aktifitas, akan membuat masyarakat semakin mengerti tentang senirupa.
Aktifitas yang melibatkan masyarakat luas untuk berperan jadi bagian di dalamnya. Agar senirupa bisa berkembang menjadi lebih mendapat tempat di hati orang banyak. Keinginan untuk berbuat itu harus didasari oleh ketulusan hati.
Kondisi pasar yang senirupa yang buruk, apalagi boom senilukis yang tak kunjung tiba di Medan. Seharusnya bukan menjadi kendala dalam upaya memajukan senirupa. Masih ada beberapa sumber potensial lain yang bisa digunakan tanpa mengeluarkan dana pribadi seniman. Sebut saja uang yang sebenarnya dialokasikan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah daerah, untuk memajukan seni khususnya senirupa. Besaran dana itu senyap sama sekali tak pernah terdengar oleh telinga para pekerja senirupa.
Tentang berapa besaran dana yang ada dan dianggarkan untuk berlangsungnya kegiatan dan kehidupan seni rupa itu. Di era pemerintahan yang terus berusaha serba transparan ini, sepertinya tidak terjadi transparansi dalam kondisi kekinian senirupa APBD.
Pemakainya mungkin hanya kalangan tertentu. Harus punya kedekatan dengan sumbu kekuasaan. Dulu pernah terdengar samar-samar, namun merdu. Beberapa pengurus terlibat dalam pengelolaan dana tersebut adalah mereka para pelaku senirupa Medan.
Tentu dana itu akan berguna untuk benar-benar mengembangkan senirupa yang dulu sangat dicintainya. Mungkin tidak untuk saat ini! Kondisi ini bisa saja terjadi sebagai bentuk gagal bersenirupa demi menjadi seniman sejati. Tak ingin gagal dalam kebersamaan menikmati uang seni rupa. Harus disadari, ini adalah uang senirupa. Sebenarnya milik kolektif para pekerja seni. Uang yang seharusnya dikelola dalam berbagai bentuk, dengan agenda kegiatan yang jelas dan tersusun rapi.
Sayangnya tidak demikian yang terjadi. Agenda yang terjadi seperti dalam judul film Hollywood “hidden agenda”. Karena ternyata agenda bisa juga menjadi celah untuk menyisipkan uang yang dianggap terbuang di antara celahnya. Sudah lebih dahulu mempersiapkan penampungannya di luar dinding senirupa yang bercelah tadi. Agenda yang menjadi milik beberapa orang saja.
Apakah ini aku, kau atau kita? Kita yang memilih jalur senirupa sebagai jalan hidup? Membuat seni itu tak pernah hidup hanya untuk alasan agar aku, kau atau kita, bisa hidup menikmati uang itu. Uang yang tak sulit untuk mempertanggungjawabkannya secara angka-angka. Benarlah seni itu mahal harganya, jika demikian caranya?
Sayangnya yang bernilai menjadi mahal adalah menciptakan kerja yang apa adanya berbanding hasil “materi pribadi” yang luar biasa banyak. Jelas ini sangat menggiurkan. Apalagi bagi para seniman gagal atau mereka yang gagal bersemi dengan senirupa. Dengan kondisi yang sedang berlangsung dan terjadi saat ini.
Sudah menjadi keharusan, uang senirupa yang memang akan digunakan untuk kesenian itu haruslah berada di tangan para idealis. Agar penggunaan dan pengelolaannya bisa berdayaguna dengan baik dan tepat. Di tangan para idealis akan terjaga kesimbangan dan kesinambungan senirupa yang ingin dicapai. Senirupa yang berkembang pasti sangat diharapkan oleh banyak publik seni rupakita khususnya Medan yang kita cintai.
Penulis, seniman, tingggal dan berkarya di Tanjung Morawa, 2018.
Semua foto dalam tulisan ini dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk dari sumber internet terbuka