Usmar Ismail, Pelopor Film Indonesia

Bertepatan hari ulang tahun ke-97 Usmar Ismail, Selasa (20/3), Google Doodle memajang sketsa Bapak Per­filman Indone­sia tersebut. Dengan latar rol film, animasi Usmar tampil ber­sama tiga sosok perempuan yang tampak seperti tokoh di film ‘Tiga Dara’, salah satu film pria kelahiran Bukittinggi itu.

Hidup Usmar sebagai sutra­dara legendaris Indonesia, sudah bukan rahasia lagi. Pria yang wafat 2 Januari 1971 itu telah meng­hasilkan 28 karya film semasa hidupnya, termasuk ‘Darah dan Doa’, ‘Lewat Djam Malam’, ‘Tiga Dara’, dan masih ba­nyak lainnya.

‘Darah dan Doa’ bahkan ditetapkan sebagai film nasional pertama. Ia dinilai sebagai film lokal yang mencirikan Indonesia dan diproduksi perusahaan film milik orang Indonesia asli ber­nama Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia), dan Usmar pendirinya.

Hari pertama syuting film itu, pada 30 Maret 1950, kemudian ditetapkan sebagai Hari Film Nasional. Usmar didapuk seba­gai pelopor perfilman Indonesia.

Karier Usmar sebagai sutra­dara berawal saat keter­liba­tan­nya di film garapan Andjar Asmara, ‘Gadis Desa’ (1949). Pada tahun yang sama ia memu­lai debutnya lewat ‘Harta Ka­run’.

Usmar juga dikenal di kancah inter­nasional, tepatnya saat ia menyutradarai film berjudul ‘Pedjuang’ pada 1961 yang men­dokumentasikan kemerdekaan Indonesia dari Belanda. Film ini sempat ditayangkan di Festival Film Internasional Moskwa kedua, dan menjadi film karya anak negeri pertama diputar dalam festival film inter­nasio­nal.

Soal bekal film, Usmar mem­peroleh gelar B.A. (Bachelor of Arts) di bidang si­nematografi dari Universitas California, Los Angeles pada 1952. Dia pun per­nah tergabung dalam Pusat Kebudayaan dan mendirikan Sandiwara Penggemar 'Maya,' pada masa pendudukan Jepang.

Ia juga dikenal aktif sebagai pengurus lembaga yang berkai­tan dengan teater film. Usmar diketahui pernah menjadi Ketua Badan Permusyawaratan Kebu­da­yaan Yogyakarta (1946-1948), Ketua Serikat Artis San­diwara Yogyakarta (1946-1948), Ketua Akademi Teater Nasional Indonesia, Jakarta (1955-1965), dan Ketua Badan Musyawarah Perfilman Nasio­nal (BMPN).

Ia juga tercatat sebagai pen­diri Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) bersama Dja­maluddin Malik dan para pengu­saha film lainnya, lalu menjadi ketuanya sejak 1954 sampai 1965. Di samping itu, Usmar dikenal sebagai sastrawan dan budayawan.

Tidak hanya itu, sang sutra­dara ‘Tiga Dara’ sempat men­jajal menjadi anggota TNI di Yogyakarta dengan pangkat mayor, kemudian terjun ke dunia wartawan sebagai redaktur di beberapa media massa. Ia pernah menjadi Ketua Persatuan Warta­wan Indonesia (1946-1947).

Bidang lain, Usmar juga aktif di politik dan menjabat seba­gai Ketua Umum Lembaga Seni­man Mus­li­min Indonesia (Les­­bumi) (1962-1969), Anggota Pe­ngurus Besar Nahdatul Ulama (1964-1969) dan Anggota DPR­GR/MPRS (1966-1969). (cnni)

()

Baca Juga

Rekomendasi