Oleh: MH Heikal.
Tak selama dan tak seharusnya karya seni hanya menampilkan keelokan dan keindahan. Sebab seni, sebagai curahan ekspresi jiwa manusia juga harus menampilkan sisi sebaliknya. Sebab jiwa manusia tak melulu dihinggapi rasa senang dan ceria belaka. Jiwa manusia juga diliputi rasa sendiri, sedih, benci, gelisah, marah, dan bentuk emosi lainnya.
Tak pelak, seni menjadi media yang dapat menampung berbagai macam perasaan manusia. Karenanya, tak salah bila Edvard Munch menggambarkan tema kesengsaraan melalui karya-karya lukisannya.
Edvard Munch, pelukis ekspresionis berkebangsaan Norwegia. Lahir di Loten pada 12 Desember 1863 dan wafat di Ekely pada 23 Januari 1944. Di masa kecil Munch sudah menderita. Keluarganya miskin, ditambah situasi kesehatan yang buruk.
Karya pertamanya berjudul The Sick Child (1885-86). Sebuah lukisan yang menggambarkan saudara perempuannya, Sophie yang mati muda karena tuberkulosis. Keluarga Munch -ayah, ibu dan saudaranya- mati di usia relatif muda akibat penyakit kronis. Kecuali Laura, saudara perempuan lainnya menderita penyakit jiwa. Ayah Munch, seorang Kristen fundamentalis. Setelah kematian istri dan anaknya mengalami depresi sekaligus kemarahan. Dia menafsirkan penyakit keluarga ini sebagai hukuman asal ilahi.
Atas tafsir ayahnya, Munch mengungkapkan obsesi ini melalui karya-karyanya. Lewat warna yang intens, semi-abstraksi dan materi yang misterius. Dia berkarya secara meyakinkan dengan tema kecemasan, penderitaan emosional dan kerentanan manusia. Seolah Munch merasa asyik dengan segala bentuk itu. Dia berujar; “Selama saya ingat, saya telah merasakan perasaan cemas dalam, telah saya coba ekspresikan dalam seni. Tanpa kegelisahan dan penyakit, saya seperti kapal tanpa kemudi.”
Munch menciptakan seri lukisan yang disebut The Frieze of Life. Awalnya hanya terdiri dari enam gambar di tahun 1893. Berkembang jadi 22 gambar kala dipamerkan di Berlin Secession tahun 1902. Munch suka membuat dan mengatur ulang banyak versi motif lukisannya. Misalnya, jika seseorang ingin membeli lukisannya, ia akan membuat versi lain dari karyanya itu. Jadi dalam banyak kasus ada beberapa versi dan cetakan yang dicat berdasarkan gambar yang sama.
Lewat karyanya, Munch ingin menampilkan visi batin yang tertekan dalam derita dan kesengsaraan. The Scream (1893), merupakan satu karya Munch yang paling terkenal. Terinspirasi oleh pengalaman halusinasi Munch yang merasakan dan mendengar “jeritan dari alam”. Lukisan ini menggambarkan makhluk yang panik, dengan mulut ternganga. Ini dapat dianggap sebagai simbol kesengsaraan makhluk yang lemah.
Dalam karya lain yang membentuk Frieze, Munch mengeksplorasi tema penderitaan yang disebabkan oleh cinta. Seperti yang terlihat dalam Melancholy (1892-93), Jealousy (1895) dan Ashes (1894). Bentuk isolasi ataupun kesepian selalu mencoba hadir dalam karyanya. Terutama ditekankanya dalam Death in the Sick Room (1893-95), salah satu dari sekian banyak lukisan tentang kematian.
Edvard Munch memberi kontribusi penting bagi khazanah seni modern. Pada kematiannya pada tahun 1944, diketahui bahwa Munch telah mewariskan pekerjaannya yang tersisa ke kota Oslo. Dengan jumlah sekitar 1.100 lukisan, 4.500 gambar, dan 18.000 cetakan. Koleksi tersebut disediakan dalam museumnya sendiri pada tahun 1963. Munch Museum, dimana itu berfungsi sebagai bukti warisan abadi Munch.
Dalam Encyclopaedia Britannica, sebagaimana dituliskan Gray F. Watson, Edvard Munch pernah berkata, “Penyakit, kegilaan, dan kematian adalah malaikat hitam yang terus mengawasi dan menemani sepanjang hidup saya.”