Judul Buku : Perjalanan Ruh
Penulis : Ibnu Qayyim Al-Jauzy
Penerbit : Noura Books
Cetakan : I Februari 2017
Tebal : vi + 634 halaman
ISBN : 978-602-1306-83-3
Buku berjudul Pertanyaan Ruh yang ditulis oleh Ibnu Qayyim Al-Jauzy, ulama besar kelahiran Damaskus, Suriah 4 Februari 1292 ini mencoba menjawab sederet pertanyaan-pertanyaan seputar kematian yang dapat menjadi bahan introspeksi dan renungan bagi para pembaca, terlebih bagi umat Islam di berbagai belahan dunia ini.
Apakah ruh orang-orang yang masih hidup dapat bertemu dengan ruh orang-orang yang sudah meninggal dunia? Pertanyaan ini menjadi satu dari sekian banyak pertanyaan seputar kematian yang diulas dalam buku ini. Bukti-bukti dan dalil-dalil yang menguatkan jawaban pertanyaan ini ternyata sangat banyak. Saking banyaknya, sampai-sampai tak ada yang mampu menghitungnya selain Allah (hal 45).
Ibnu Abi Hatim berkata dalam tafsirnya, “Kami menerima riwayat dari Abdullah bin Sulaiman, yang menerima riwayat dari Al-Husain, yang menerima riwayat dari ‘Amir, yang menerima riwayat dari Asbath, bahwa berkenaan dengan firman Allah Swt. “Dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur”, As-Suddi berkata, “Allah mematikannya di dalam tidurnya, sehingga ruh orang hidup dan ruh orang mati bertemu, sehingga mereka bercakap dan saling mengenal.” Dia berkata, “Selepas itu ruh orang hidup dikembalikan ke dalam jasadnya di dunia hingga sisa umurnya. Sedangkan ruh orang mati ingin juga kembali ke jasadnya, tetapi ditahan (hal 46).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ruh orang yang masih hidup dapat berjumpa dengan ruh orang yang sudah mati, tetapi hanya dapat bertemu di dalam tidurnya melalui mimpi. Terkadang, orang mati mengabarkan kepada orang yang masih hidup (dalam mimpinya itu) tentang harta yang dia pendam di suatu tempat, yang tidak diketahui oleh siapa pun selain dia. Terkadang, dia memberi tahu utang yang menjadi tanggungannya, dan dia menyebutkan juga bukti-bukti yang menguatkan kebenaran dari pemberitahuannya (hal 47).
Shalih bin Al-Barrad berkata, “Aku pernah mimpi melihat Zurarah bin Aufa setelah kematiannya. Aku bertanya kepadanya, ‘Semoga Allah merahmatimu. Apa yang ditanyakan kepadamu dan apa jawabanmu?’ Dia berpaling dariku. Aku bertanya lagi, ‘Apa yang dilakukan Allah kepadamu?’ Dia menjawab, ‘Dia mempersilakan padaku menikmati kebaikan dan kemuliaan-Nya.’ Aku bertanya, ‘Bagaimana dengan Abu Al-‘Ala’ bin Yazid saudara Mutharrif?’ Dia menjawab, ‘Dia ada di derajat tinggi.’ Lalu aku bertanya, ‘Apakah amal yang paling utama menurut kalian?’ Dia menjawab, ‘Tawakal dan pendek angan’ (hal 49).
Apakah ruh setiap orang yang masih hidup dapat bermimpi bertemu dengan ruh orang yang sudah mati? Dalam buku ini, diuraikan bahwa mimpi terbagi menjadi tiga, yakni; mimpi dari Allah, mimpi dari setan, dan mimpi dari bisikan jiwa. Adapun mimpi yang benar terbagi menjadi beberapa bagian. Pertama, ilham yang disampaikan Allah ke dalam kalbu seorang hamba. Ia merupakan kalam yang difirmankan Allah kepada hamba-Nya di dalam tidur. Sebagaimana yang diucapkan ‘Ubadah bin Ash-Shamit dan yang lainnya.
Kedua, perumpamaan yang dibuat oleh malaikat yang ditugaskan untuk mimpi. Ketiga, pertemuan ruh orang yang tidur dengan ruh orang mati dari keluarga, kerabat, sahabat, atau yang lainnya. Keempat, naiknya ruh orang yang tidur kepada Allah, dan Allah menyerunya. Kelima, masuknya ruh orang yang tidur ke surga atau dia melihat surga dan yang lainnya. Jadi, bertemunya ruh orang hidup dengan ruh orang mati adalah bagian dari mimpi yang benar. Hal ini telah dialami oleh banyak orang. Meskipun hal ini menjadi tema yang banyak diperselisihkan sebagian orang (hal 68).
Masih banyak pertanyaan-pertanyaan seputar kematian yang dibahas dan dijawab dengan detail (dengan berlandaskan hadits dan ayat-ayat suci Al-Quran) dalam buku ini. Misalnya, pertanyaan tentang apakah orang yang sudah mati dapat mengetahui siapa yang berziarah dan memberi salam kepadanya, apakah ruh-ruh orang yang sudah mati bisa saling bertemu satu sama lain, dan lain sebagainya.
Buku ini dapat dijadikan sebagai bahan renungan yang bermanfaat bagi pembaca, agar tak lalai dengan kehidupan akhirat, dan selalu berusaha mempersiapkan kematian dengan cara meningkatkan amal ibadah selama hidup di dunia ini.
Peresensi: Sam Edy Yuswanto, penulis lepas di Kebumen.