Wetland Sebagai Penyeimbang Lingkungan

Oleh: Tauhid Ichyar.

Manfaat lahan basah terhadap lingkungan begitu besar, yakni sebagai keseim­bangan lingkungan alam yang alami. Fungsi lahan ba­sah tidak saja dipahami se­bagai pendukung kehidupan secara langsung seperti sum­ber air minum dan habitat beraneka ragam makhluk.

Lahan basah juga memi­liki berbagai fungsi ekologis seperti pe­ngendali banjir dan keke­ring­an, pengaman garis pantai dari intrusi air laut dan abrasi, penambat sedimen dari darat dan penjernih air, penyedia unsur hara

Perlindungan dan peman­faatan lahan basah secara bi­jak sangatlah penting bagi manusia, seperti hutan ba­kau, lahan gambut, rawa-rawa, su­ngai, danau, delta, daerah dataran banjir, sawah, dan te­rumbu karang. Lahan ba­sah ada di setiap negara dan di setiap zona iklim, dari daerah kutub sampai daerah tropis, dan dari dataran ting­gi sampai daerah kering.

Lahan basah memiliki pe­ranan yang sangat pen­ting bagi manusia dalam menjaga keseim­ba­ngan lingkungan. Kehadiran lahan basah di sam­ping menjaga keseim­bangan alam, secara ekono­mi banyak menguntungkan masyarakat. Ekosis­tem lahan basah perlu dilesatarikan ka­rena meru­pakan ekosistem paling produktif di dunia ser­ta merupakan habitat bagi ke­hidupan berbagai ke­ane­ka­ragaman flora dan fauna ter­masuk sebagai penyedia air bersih dan gudang plasma nuftah.

Fungsi habitat, lahan ba­sah sebagai penyedia ma­kan­an air, hasil hutan, tempat per­lindungan bagi ikan, bu­rung, mamalia dan sebagai tempat pemi­jahan berbagai spesies. Fungsi hidrologi la­han basah dapat dikaitkan de­ngan kuantitas air yang ma­suk, tinggal, dan keluar di la­han basah. Fungsi kualitas air mencakup penyerapan sedi­men dan pengendali polusi pada lahan basah.

Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh de­ngan air, baik bersifat perma­nen atau musiman (Wikipe­dia). Lahan basah adalah wi­layah daratan yang dige­nangi air atau memiliki kandungan air yang tinggi, baik perma­nen maupun musiman. Eko­sistemnya mencakup rawa, danau, sungai, hutan mangrove, hutan gambut, hutan banjir, limpasan banjir, pesi­sir, sawah, hingga terumbu karang. Lahan ini bisa ada di perairan tawar, payau mau­pun asin, proses pembentuk­annya bisa alami maupun buatan.

Menggugah Kepedulian

Apa itu lahan basah, sebe­rapa pentingkah kehadiran lahan basa di tengah di ling­kungan kita ? Mengenal la­han basah, sama dengan kita harus mampu mengenali lingkungan hidup di-Indonesia. Memahami apa penger­tian atau apa definisi lahan basah serta peran, fungsi, dan manfaat lahan basah bagi lingkungan dan masyarakat. Termasuk mengetahui ragam jenis, persebaran dan luas wi­layah, serta kondisi dan an­caman terhadap lahan ba­sah di Indonesia.

Secara sederhana, penger­tian lahan ba­sah (dalam ba­hasa Inggris disebut wetland) adalah se­tiap wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air. Tergenang air yang dangkal, baik sebagian atau ke­se­lu­ruh­annya. Genangan airnya ber­sifat per­manen (terus-mene­rus) atau musiman, baik be­rupa air diam ataupun meng­alir, air tawar, air pa­yau, mau­pun air asin. Terbentuk secara alami atau­pun buatan manusia. Tentunya pema­haman ini penting, agar kita terggugah menjadi lebih pe­duli atas peran serta kita ter­hadap lahan basah sehingga mampu memanfaatkan lahan basah sekaligus menjaganya agar tetap lestari.

Lahan basah adalah suatu wilayah yang tergenang air, baik alami maupun buatan, tetap atau sementara, meng­alir atau tergenang, tawar asin atau payau, termasuk di dalamnya wilayah laut yang kedalamannya kurang dari 6 m pada waktu air surut paling rendah.

Lahan basah digolongkan baik ke dalam bioma maupun ekosistem. Lahan basah dibe­dakan dari per­airan dan juga dari tataguna lahan lainnya ber­dasarkan tingginya muka air dan juga tipe vegetasi yang tumbuh di atasnya. La­han basah dicirikan oleh mu­ka air tanah yang relatif dang­kal, dekat dengan per­mu­kaan tanah, pada waktu yang cukup lama sepanjang tahun untuk menumbuhkan hidrofita, yakni tetumbuhan yang khas tumbuh di wilayah basah. (Wikepedia)

Potensi Lahan Basah Indonesia

Indonesia memiliki lahan basah yang sangat luas de­ngan jenis-jenis yang sangat beragam, baik yang alami maupun yang buatan. Kese­luruhan jenis lahan basah ter­sebut memiliki karakteristik masing-masing, sehingga pe­ngetahuan mengenai masing-masing karakteristik lahan basah tersebut sangat diper­lukan dalam pengelolaannya.

Inventarisasi dari Wetland Internasional men­data bahwa di Indonesia terdapat 256 lahan basah (wetland sites) yang tersebar di seluruh ke­pulauan. Namun baru 56  saja yang telah memenuhi kriteria Ramsar yang mempunyai arti penting secara Internasional. Sekitar 38 juta hektar atau 21% dari luas daratan di Indonesia merupakan lahan ba­sah, yang menjadikan Indonesia sebagai pemilik lahan basah terluas di Asia.

Lahan basah tersebut seba­gian besar terdapat didaratan rendah alluvial dan lembah-lembah sungai, muara sungai dan di daerah pesisir di ham­pir seluruh kepulauan di Indonesia. Dari 256 lahan basah di Indonesia baru 127 lahan basah yang dikonservasi wa­laupun situs-situs tersebut be­lum memperoleh status di­lindungi. (Wibowo & Suyat­no 1996)

Berdasarkan Sistem Klasi­fikasi Ramsar wetland dikla­sifikasikan menjadi tiga ke­lompok utama, yaitu lahan ba­sah pesisir dan lautan, la­han basah daratan, dan lahan basah buatan. Di antara ketiga kelompok utama lahan basah itu, lahan basah buatan (human-made wetlands) mung­kin bisa dianggap sebagai satu-satunya kelompok lahan basah yang memiliki posisi paling dilematis.

Mengapa? Sebab di satu sisi pembangunan la­han ba­sah buatan memang perlu di­lakukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan terten­tu (misal habitat mangrove diubah jadi tambak). Di sisi lain, pembangunan lahan ba­sah buatan dianggap jadi pe­nyebab berku­rang­ (bahkan hilangnya) fungsi dan nilai (manfaat) lahan basah alami. Pada Kon­vensi Ramsar yang merupakan perjanjian antar negara anggota menekankan agar setiap anggota senan­­tia­sa berkomitmen dalam me­me­lihara proses ekologis la­han basah serta berupaya un­tuk me­ngelola kawasan lahan basah di wilayahnya secara bijaksana dengan prinsip pemanfaatan lestari.

Perjanjian ini didirikan 2 Februari 1971 di Kota Ram­sar, yakni di pantai Laut Kas­pia, Iran. Perjan­jian Ramsar saat ini sudah diratifikasi oleh 160 negara. Jumlah la­han basah yang sudah masuk men­jadi Kawasan Ramsar sebanyak 1995 ka­wasan. Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut meratifikasi Perjanjian Ramsar sejak 18 Agustus 1992.

Jaga Kelestarian

Dalam perjalanan panjang lahan basah di Indonesia te­lah mengalami degradasi lingkungan dan terancam ke­lestariannya baik secara fisik maupun habitat. Perubahan tersebut umumnya terjadi di­sebabkan lahan basah masih dianggap seba­gai lahan yang tidak bermanfaat dan pro­duk­tif. Padahal lahan basah sangat bermanfaat sebagai ha­bitat, pengatur fungsi hid­rologi, pencegah bencana alam dan menjaga sistem ke­tersediaan air bersih dan pro­ses-proses alami lainnya.

Lahan basah merupakan salah satu ekosistem paling kompleks yang sangat pro­duktif dan me­miliki keane­ka­ragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan keba­nyakan ekosistem. Ekosis­tem-ekosistem lahan basah merupakan ekosistem yang sangat penting bagi kehi­dup­an ma­nusia. Seluruh bagian kehidupan manusia seca­ra langsung maupun tidak lang­sung dapat dipas­tikan selalu terkait dengan keberadaan la­han ba­sah, mulai dari pe­nyedia air minum, habitat ber­ba­gai jenis makhluk, pe­nyedia bahan pangan, pe­ngen­dali banjir, sampai pen­ja­ga kondisi iklim global.

Lahan basah dalam pe­nge­lolaan DAS berperan penting yakni, melindungi kualitas air dan kuantitasnya dalam jumlah yang cukup. Fungsi ini dapat dilihat dari kuanti­tas yang cukup dan seimbang yaitu, lahan basah dapat di­ibaratkan sebagai spoon rak­sasa, yakni pada musim hu­jan, dia akan menyerap air dan jika terjadi kelebihan ma­ka air tersebut akan dialir­kan menjadi air tanah (ground water). Pada musim kering air dari wetlands akan dike­luarkan untuk dimanfaatkan.

Menurut CTI 2007 (Coral Triangle Area), terdapat tu­juh manfaat yang diperankan oleh wetlands dalam penge­lolaan DAS yaitu; (1) Mem­perbaiki kualitas air, dengan cara menahan unsur hara, sampah-sampah organik dan kiriman endapan yang terjadi akibat run off. (2) Mengu­rangi pengaruh buruk banjir, yang langsung ke muara de­ngan menahan air tersebut dan melepaskannya pada mu­sim kering. (3) Melin­dungi daerah-daerah pinggir­an atau pesisir dari kemung­kinan erosi.

(4) Memulihkan kembali persediaan air tanah yang ber­potensi kekurangan air pada musim kering· (5) Pe­nyedia makanan dan produk lain, misalnya ikan untuk manusia baik untuk konsu­men sendiri atau diperda­gangkan. (6) Cagar alam, ter­masuk untuk jenis jarang dan terancam punah, tempat men­cari makan, berkembang biak, dan tempat istirahat.

Tentu saja potensi dan manfaat besar wetland seba­gai penyanggah sumber air minum masya­rakat dapat ber­langsung secara lestari apabila akti­fitas manusia dapat dibatasi dan senantiasa mem­perhatikan keseim­bang­an dan daya dukung ling­kung­an terhadap wetland.

(Penulis adalah pemerhati dan pecinta lingkungan)

()

Baca Juga

Rekomendasi