Berpikir Kreatif Memenangkan Pasar

Oleh: J Anto

PISANG goreng berlumur tepung terigu, siapa yang tak pernah melihat, membeli dan menikmati, apalagi selagi masih hangat kepul-kepul? Siapa juga yang menampik bahwa pisang goreng adalah nyamikan ‘wajib’ saat bersantai bersama keluar­ga atau kerabat sembari menyeruput kopi atau teh di sore hari?

Manfaat pisang pun, orang sudah banyak tahu. Pisang merupakan buah yang kaya dengan kandungan provi­tamin dan potasium. Selain itu buah yang satu ini juga mudah didapat. Banyak petani menanam pisang di ladang mereka. Harga pisang goreng pun tak ‘menyiksa’ isi kocek orang. Inilah jajanan yang banyak digemari rakyat.

“Tapi saat melihat pisang goreng bentuknya ‘itu-itu’ juga, hanya pisang diiris-iris lalu dilumuri tepung dan digoreng, lama-lama ngebosenin juga. Saya ingin pisang goreng tampil beda, jadi jajanan unik.”

Tak hanya tampilan yang unik, berbeda seperti yang dikenal selama ini, tapi rasanya juga variatif. Mengi­kuti selera anak muda zaman now. Ada juga obsesi lain di balik keinginan agar pisang goreng tersebut tampil unik, yakni usaha menaikkan tingkat pendapatan petani pisang, sekaligus ikut mengurangi pengang­guran.

Begitulah nukilan kisah di atas me­luncur dari mulut seorang anak muda, yang sore itu jadi pembicara utama sebuah acara talkshow kewira­usa­haan bertajuk “Spektakuliner 3 in 1”. Penyelenggaranya Institut Tek­nologi dan Bisnis (IT&B) Medan, Jumat (25/5) lalu.

Si empunya gagasan yang me­ngu­bah tampilan dan rasa pisang goreng jadi jajanan unik itu, tak lain Kaesang Pangarep (23), putra bungsu Presiden RI, Joko Widodo. Sore itu ia tampil bersama abang iparnya, Boby Nasu­tion, belakangan menyu­sul Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi, yang sudah dulu eksis dengan bisnis Markobar.

Ketiganya tampil mengisi kuliah umum Kewirausahaan di kampus yang memang punya program rutin mengundang praktisi bisnis untuk berbagi pengalaman. Khususnya bagi mahasiswa yang tengah mengambil matakuliah Kewirausahaan.

“Tujuannya agar mahasiswa isa mengambil inspirasi dari pelaku bisnis,” ujar Agus Susanto, Managing Director IT&B. Seminar diikuti 600 peserta, tak hanya berasal dari kampus tersebut, tapi juga dari SMA Sultan Iskandar Muda Medan Sunggal. Mereka adalah siswa SMK dan SMA yang juga tengah mengambil mata pelajaran Kewirausahaan.

Target 300 outlet

Menurut Kaesang Pangarep, setiap pelaku kewirausahaan harus mampu berpikir kreatif. Membuat pisang goreng itu hal biasa. Tapi melahirkan pisang nuget goreng yang punya aneka rasa, bukan hal biasa. Lewat ide kreatifnya, pisang nuget itu ia beri varian topping (hiasan) menarik dan kekinian. Ada 8 varian olahan pisang nuget, yakni tiramisu almond, taro oreo, strawberry, greentea almond, choco cheese, avocado almond, vanilla koko krunch, dan avocado milo.

Dari situ lahirlah gerai kuliner Sang Pisang. Diresmikan pertama kali Desember 2017. Bisa dibilang usia usaha itu masih “kinyis-kinyis”. Tapi jangan salah kira. Sekalipun baru lima bulan, gerai pisang nuget itu sudah punya 22 cabang. Targetnya pada akhir tahun bisa tercapai 300 gerai.

Gerai-gerai itu tak hanya di kota-kota besar di Jawa, tapi juga luar Jawa, termasuk di Medan. Nah di Medan, gerai itu diresmikan langsung oleh Kaesang, Gibran dan Boby Nasution pada 26 Mei lalu.

“Tiap outlet mampu menyerap 20 orang tenaga kerja baru, sementara kebutuhan akan pisang lokal ber­jumlah 1 ton per hari,” ujar mahasiswa yang tengah menempuh studi di Singapore Institute of Management University itu.

Itu artinya, selama lima bulan, gerai milik Kaesang dan mitra di berbagai daerah, sudah menyerap tenaga kerja sekitar 400 orang. Jumlah yang tidak sedikit. Sementara untuk kebutuhan pisang lokal menyerap 20 ton pisang per hari. Ini bukan jumlah yang kecil.

Ekonomi Kerakyatan

 “Hitung-hitung usaha saya ini juga ikut membantu memberdayakan kesejahteraan para petani lokal,” tutur Kaesang. Dalam bahasa lain, gerai Sang Pisang telah ikut menggerakkan ekonomi kerakyatan.

Apa rahasia dibalik kisah sukses Kaesang berwirausaha?

Apakah karena ia seorang putra presiden, sehingga bisnis apapun yang diciptakan otomatis akan laku atau diburu konsumen?

Bertubi mendapat pertanyaan ‘sera­ngan’ seperti itu, termasuk dari peserta seminar di Medan, mem­buat­nya tak gugup. Dengan nada kalem, ia berujar:

“Ndak bener kalau putra seorang presiden berbisnis sukses semua. Tahun 2004 saya pernah buat bisnis games online, tapi gagal,” tuturnya. Ia rugi sampai Rp. 150.000.000. Isi tabungannya terkuras. Tapi ia me­ngaku tak kapok dan terus mencari peluang bisnis baru.

Seorang calon wirausahawan, katanya, sejak awal sadar terhadap resiko kemungkinan gagal. Meski begitu, mereka tak boleh pesimis, melainkan harus tetap optimis. Sebab jika sejak awal sudah muncul rasa pesimis, maka seorang wirausahawan takkan pernah memulai bisnis yang dirintisnya. Jatuh-bangun dalam bisnis itu biasa. Tidak ada orang membuka usaha langsung berhasil. Kalau masih ada kekurangan bisa diperbaiki sampai sempurna. Intinya jangan ada kata menyerah untuk meraih sukses.

Seorang wirausahawan juga harus berpikir kreatif. Kreativitas meng­hasilkan inovasi produk. Dan itu sa­ngat penting dalam berbisnis. Mengu­kur kemampuan berpikir kreatif seseorang, bisa dilihat saat mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan juga secara kreatif.

Ia lalu membuat tantangan. Me­minta empat mahasiswa naik ke panggung. Keempatnya dijanjikan akan diundang mengikuti acara pembukaan gerai ke 22 di Medan dan makan nuget pisang dan markobar gratis. Syaratnya, mereka harus men­jawab pertanyaannya.

“Coba kamu sebutkan lima jenis kepiting?”

Empat mahasiswa di panggung hanya bisa saling berpandangan. Kaesang tersenyum simpul menyak­sikan tingkah mereka. Ia lalu menja­wab sendiri pertanyaan itu.

“Satu kepiting racun, kepiting rebus, kepiting mentega, kepiting ma­sak tom yam, kepiting asparagus…”

Tawa peserta seminar pun meledak mendengar jawaban itu. Kreatifitas memang tanpa batas, yang penting setiap orang harus bisa memberi argumentasi. Kaesang lalu bertanya lagi: “Cobasekarang kalian sebutkan nama-nama cicak?” Kali ini, tanpa ragu, seorang mahasiswa menjawab: “Cicak-cicak di dinding, cicak di lantai, cecak di atap….”

Belum selesai mahasiswa men­jawab, Kaesang langsung menukas: “Nah itu dia berpikir kreatif. Sebagai wirausahawan, kita harus bisa ber­pikir seperti itu.” Bisnis kuliner menu­rutnya banyak membutuhkan inovasi. Dan inovasi baru terlaksana jika sese­orang mampu berpikir kreatif.

Dalam mengelola bisnis, marke­ting lewat media sosial juga meru­pakan ujung tombak. Seenak apapun rasa sebuah kuliner, jika kuliner sai­ngan memiliki kelebihan marke­ting, maka produk itu akan lebih unggul. Memanfaatkan kemajuan tek­nologi komunikasi berbasis internet juga bisa memangkas biaya produksi. Ia mem­beri contoh bisnis pisang nuget go­rengnya yang juga dipasarkan de­ngan menggandeng sebuah usaha transportasi online.

Agar sukses mengenalkan produk lewat media sosial, kadang pelaku bisnis juga harus mengendorse se­orang public figure.

“Walau mungkin untuk out harus keluar biaya, tapi harus diakukan agar marketing kita berhasil,” katanya.

Muda dan berhasil dalam berwi­rausaha barangkali jadi impian semua anak muda zaman now. Di tengah arus kompetisi memperebutkan lapa­ngan kerja yang makin kompetitif dan sempit, memupuk jiwa kewi­rau­sahaan agar lahir wirausahawan-wira­usahawan baru diidamkan ba­nyak kalangan. Tak terkecuali dari lembaga pendidikan.

Masalahnya seperti ditengarai Kaesang Pangarep, kerapkali yang diajarkan lembaga pendidikan kurang nyambung dengan praktek bisnis di lapangan.

“Itu sebabnya lembaga pendidikan seperti kampus, harus bekerjasama dengan dunia industri menyusun kuri­kulum yang akan diterapkan,” ujar Agus Susanto, yang meraih gelar MBA dari the European Business School and  Master and Fellow awards of OXCEL, the Oxford Centre for Leadership, London. Di samping itu, untuk mengasah naluri bisnis ma­hasiswa, setiap tahun, kampus yang dipimpinnya juga rutin meng­gelar lomba kewirausahaan.

Menurutnya, semua itu, sekali lagi, adalah usaha keras kampus untuk me­lahirkan wirausahawan-wirausaha­wan handal.

()

Baca Juga

Rekomendasi