RINDU ibu, rindu kampung halaman. Rindu tanah kelahiran yang mengenangkan kisah masa lalu, dalam puisi Tanita Liasna. Keberadaan ibu dikampung, mengingatkan betapa kasih sayang ibu merupakan hal yang tak dapat dilupakan.
Ibu membawaku pulangku pulang menuliskan kasih sayang (yang) tiada mampu berbalas, tulis Tanita Liasna pada puisi Dalam Selarik Puisi. Menuliskan apa yang selama ini menjadi kisah catatan perjalanan kehidupan.
Juga pada puisi MerindukanMu, merupakan tafsir dari kegelisahan yang coba diatasi dengan menumbuhkan harapan, kembalinya semangat hidup. Tentu merupakan cara untuk mencapai kebahagiaan melabuhkan cinta pada dermaga kehidupan semesta.
Rindu kampung halaman, merupakan keinginan untuk melepaskan bayang-bayang masa silam, Itulah sebabnya, kenapa dijalanan jutaan orang beriringan, jalan-jalan seperti mengular, ungkap Rifan Nazhip dalam puisi Jalan Mengular.
Pulang kampung bertemu keluarga, melepaskan suka cita setelah lama tak berjumpa. Karena rasa rindu, membuat diri tidak lagi peduli melihat sesak yang berjejal. Dan bahkan rasa penat akan terkalahkan oleh rasa rindu ingin bertemu ibu. Tulis Rifan Nazhip.
Rindu Novita Sari Purba dalam puisi Seperempat Hari yang belum Berlalu, adalah rindu pada kekasih yang menenangkan hati. Kisah yang kemudian merubah masa penantian, merasakan hasrat sampai pada keteduhan jiwa.
Rindu yang tidak serta merta terpenuhi, meskipun harus menunggu terlalu lama, sebut Novita Sari Purba. Gadis tak serupa dara merinduimu pada sekon tak kenal waktu untuk batas mencipta ilusi baru yang tak lain adalah aku pun kamu, kekasih.
Perkara rindu, sebagaimana ungkap Frengki S Purba dalam puisi Jawaban Rindu. Tidak ada yang lebih menenangkan hati, selain dari menerima jawaban yang menyenangkan. Tapi rindu berbagi pada kekasih hati yang lain, memang sangat menyakitkan.
Jawaban dari kerinduan, bukan dengan penghianatan cinta kekasih. Rindu yang sebenarnya bagaimana menjaga kesetiaan, bukan sebaliknya menjadikan rindu kekasih sebagai alat mempermainkan perasaan.
Tentang rindu tulis Artika Vicentia Manik, rindu hanya sebuah dendang yang syahdu, tapi rindu bagiku sebagai selaput hati membungkusnya rapi dalam diam bersama doa pengiring kehidupan. Rindu melukiskan pengabdian yang tulus untuk saling memberi dan mengasihi.
Tentang Malam Lailatul Qadar, malam seribu bulan dalam puisi Marta Juliati S. Pada malam itu, malaikat turun ke bumi ingin menyapa langsung pada diri hamba yang terpilih, bagi pemilik hati yang bersih penuh cinta ilahi.
Mengkritisi lingkungan yang makin kumuh, dalam pandangan Andil Siregar pada puisi Aek Silang dan Suara Dari Desa /1/2/3. Aek Silang seperti Aek Sibundong yang sudah mulai berunah seperti kali Kali Ciliwung.
Kini kedua alir sungai Aek Silang dan Aek Sibundong itu, tak ubahnya seperti tempat pembuangan limbah dan sampah. Menjadi budak sanitasi dimana pora-pora tak lagi riang bermain di dalamnya, ungkap Andil Siregar.
Desa telah berubah, bentangan sawah, hutan dan bahkan hewan, tak lagi dapat hidup tenang. Semuanya tergusur untuk pembangunan gedung-gedung. Segarnya udara di paru-paruku, jangan kau cemari dengan polusi pabrikmu. Syahdunya cekikikan Sibigo dan Ambaroba Jangan kau kalahkan dengan hiruk pikuk kenderaanmu, tulis Andil Siregar. (Afrion)