Oleh: Satria Dwi Saputro
MASYARAKAT yang dalam kesehariannya selalu diisi dengan mengonsumsi rokok seolah telah menjadi kebiasaan hidup yang sulit dihilangkan. Begitu juga dengan fenomena merokok tersebut yang tak hanya dilakukan yang berumur di atas tiga puluh tahunan tetapi juga diikuti oleh mereka yang baru berumur sepuluh sampai lima belas tahunan. Itu menjadi problema yang dihadapi oleh berbagai negara di mana pun termasuk Indonesia.
Bagi masyarakat yang mengonsumsi atau yang tak mengonsumsi rokok telah tahu bahwa merokok dapat mendatangkan berbagai jenis penyakit berbahaya yang mengancam nyawa. Tapi dalam realitanya justru banyak dari kalangan masyarakat kita terutama kaum remaja yang merokok, sehingga peran orangtua, sekolah, lingkungan, dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjauhkan para remaja agar tak menyentuh rokok.
Sedikit mengulik mengenai jumlah remaja yang menjadi perokok aktif totalnya sudah sangat banyak sekali yakni sekitar 58,6 juta jiwa yang terdiri dari 55,05 juta pria dan 3,5 juta perempuan (kompas.com/10/06/2013). Tingginya jumlah remaja yang menjadi perokok aktif tak hanya didominasi oleh kaum pria saja melainkan kaum hawa pun menjadi perokok sehingga pengaruh merokok sangat cepat menjalar yang banyak menghinggapi para remaja yang masih sekolah.
Begitu tingginya jumlah remaja kita yang menjadi perokok aktif tentunya ada yang melatarbelakangi mengapa sampai sebegitu banyaknya kaum generasi muda bisa terjebak untuk merokok. Berbagai sumber menyebutkan bahwa remaja yang merokok paling banyak disebabkan oleh tempatnya bergaul atau bersosialisasi di lingkungannya.
Hal ini dapat dilihat bahwa perilaku remaja yang sering ingin coba-coba tentang hal baru menyebabkan ia ingin mengetahui tentang apa yang dilakukan oleh temannya. Contoh, jika seorang remaja yang tak merokok melihat temannya sedang merokok dan ia ditawari untuk merokok dengan diiming-imingi akan nikmatnya dari merokok, tentunya si remaja yang tak merokok tersebut akan timbul rasa ingin tahunya tentang bagaimana rasanya merokok dan bisa jadi ia terjebak lalu mencoba untuk merokok seperti yang dilakukan teman sepergaulannya.
Di samping itu juga, faktor-faktor lainnya yang menyebabkan remaja menjadi perokok aktif selain tempat bergaulnya ialah lingkungan di rumahnya yang ia melihat anggota keluarganya yang juga merokok dan akses untuk mendapatkan rokok yang begitu mudah sehingga menyebabkan distribusi rokok dari penjual kepada pembeli sangat mudah sekali dilakukan. Juga rokok yang dijual mempunyai harga murah dan terjangkau bagi seluruh kalangan masyarakat, yang mengakibatkan para remaja yang berumur antara 10-19 tahunan bisa dengan mudah untuk membelinya karena harganya yang begitu murah.
Padahal diketahui bahwa rokok itu bila dihisap dan dihirup asapnya maka dapat mengganggu kesehatan tubuh kita. Penyakit-penyakit yang bisa timbul dari merokok adalah batuk-batuk, asma, rusaknya paru-paru, dan lain-lain.
Selain dampak buruk merokok dilihat dari sisi kesehatan juga berdampak pada sisi ekonomi si perokok. Banyaknya remaja yang merokok seringkali menjadi kecanduan atau ketergantungan terhadap rokok sehingga untuk memenuhi ketergantungan tersebut maka rokok harus dibeli terus-menerus setiap harinya. Kadang kaum remaja yang ingin membeli rokok tak punya uang dan biasanya akan mencari cara bagaimana untuk mendapatkan rokok, dan salah satu caranya ialah dengan berutang kepada teman atau meminta uang saku lebih kepada orangtua.
Tempat-tempat umum seperti pasar, di dalam angkot, kantin, tempat duduk umum sering dijadikan tempat bersantai untuk merokok oleh remaja. Tempat-tempat tersebut bukanlah tempat yang tepat untuk merokok karena ada orang lain juga yang berbaur di tempat tersebut dan terpaksa harus menghirup asap rokok dari para remaja yang merokok sembarangan.
Sedari itulah bagi para orangtua, sekolah, dan pemerintah secara eksklusif dapat mengampanyekan tentang bahaya merokok. Seperti orangtua dapat memberi contoh kepada anaknya dengan tak merokok di depan anaknya sehingga sang anak tak pernah terpikir untuk ikut-ikutan merokok seperti orangtuanya. Begitu juga dengan lingkungan sekolah dapat lebih aktif dalam menyampaikan edukasi tentang bahayanya merokok agar para siswa termotivasi untuk menjauhi rokok, serta bagi pemerintah agar lebih serius dalam mengatur regulasi hukum mengenai rokok sehingga peredarannya di masyarakat dapat dibatasi dan menjauhkan remaja untuk memakainya.
Dengan adanya kerja sama dari berbagai pihak untuk menjauhkan remaja agar tak mengonsumsi rokok sehingga fenomena remaja yang merokok dapat diubah menjadi fenomena remaja yang berprestasi dan berkarya. Karena remaja yang keren itu bukanlah dengan merokok tapi berbuat yang terbaik bagi nusa dan bangsa. * Oktober 2014