Mungkin, Kemungkinan, dan Insyaallah

Oleh: Pramudito

DALAM komunikasi sehari-hari da­lam bentuk percakapan atau tulisan kita sering menggunakan kata "mung­kin", "ke­mungkinan", dan "insya­allah". Maka perlu diperhatikan pe­ma­kaian yang tepat atas kata-kata diatas.

Perhatikan contoh kalimat perta­ma "Saya mungkin akan datang ke per­temuan itu". Sedangkan pada con­toh kalimat ke­dua "Kemungkinan saya akan datang ke pertemuan itu". Maka manakah yang benar di antara ke­­dua kalimat diatas? Bila ditilik dari su­dut kaidah, arti dan tata bahasa, ka­limat pertama itulah yang benar. Kata "mung­kin" adalah tepat digunakan da­lam kalimat "Saya mungkin akan da­tang ke pertemuan itu". Sedangkan kata "kemungkinan" dalam kalimat "Kemungkinan saya akan datang ke pertemuan itu", adalah tidak tepat.

Mengapa demikian? Karena kata "mungkin" dan "kemung­kinan" me­mi­liki arti yang berbeda. Dalam ana­lisis tata bahasa kata "mungkin" me­ru­pakan adverb atau pembantu yang me­­nyertai kata kerja. Kata "mungkin" da­lam kalimat diatas mem­berikan kete­ra­ngan kata "datang" sebagai kata ker­ja (verb). Jadi tanpa adanya kata kerja "datang" kata "mungkin" tidak ber­guna disini, karena tidak menjelas­kan se­suatu kata kerja apa pun. Dalam ka­mus Besar Bahasa Indonesia (KB­BI) kata "mungkin" diartikan sebagai: tidak atau belum tentu; barang­kali; bo­leh jadi; dapat terjadi; tidak musta­hil; dan seterusnya. Sedangkan kata "ke­mungkinan" merupakan kata ben­da (noun) dan dalam tata kalimat bisa men­jadi subyek atau obyek. Jadi da­lam kalimat "Kemungkinan saya akan da­­­tang ke pertemuan itu" tidak tepat ka­­­rena kedudukan "kemungkinan" menyaingi ka­ta "saya" sebagai sub­yek yang adalah kata benda (noun). Dalam kalimat bahasa Indonesia tidak lazim ditemui dua noun atau sub­yek di taruh berderet dalam rang­kaian suatu kali­mat. Dalam KBBI arti "ke­mung­kian" sebagai noun adalah: perihal yang mungkin; perihal yang me­mung­kinkan sesuatu terjadi; se­suatu yang mungkin terjadi; dan se­te­rusnya. Maka adakah lebih tepat bila kita me­ngatakan "Kemungkinan saya datang ke pertemuan itu besar se­kali." Dalam ka­limat ini posisi "ke­mungkinan" adalah sebagai noun dan juga subyek.

Dalam suatu berita di surat kabar ada kutipan ucapan seorang tokoh par­pol yang mengatakan: "Jokowi mung­kin akan terpilih lagi sebagai pre­siden dalam pemilu 2019". Maka se­andai­nya tokoh itu menggunakan kata "ke­mungkinan" akan lebih tepat begini: "Kemungkinan Jokowi akan ter­pilih lagi sebagai presiden cukup besar".

Lalu bagaimana dengan penggu­naan kata "Insyallah?". Se­seorang sering mengatakan: "Insyallah saya akan datang ke pertemuan itu". In­sya­allah mengandung arti lebih kurang: bila Tuhan mengizinkan. Kata "insya­allah" atinya hampir sama atau mirip de­ngan "mungkin" yang tidak mem­beri­kan kepas­tian seratus persen. Men­jadi tidak jelas lagi bila seseorang ber­­janji untuk datang, tapi karena me­rasa malas ia tidak jadi da­tang. Apa­kah hal itu karena Tuhan tidak meng­izin­kan? Padahal ketidakdatangannya itu lebih disebabkan karena alasan pri­badi yang dibuat-buat. Jadi sebe­nar­­­nya si "aku" boleh dikatakan ber­dosa karena dengan dalih tidak di­izin­kan Tuhan ia tidak me­nepati janji un­tuk datang ke acara tersebut. Maka ada­lah pan­tas seandainya Tuhan ma­rah karena nama "Tuhan" di­per­main­kan oleh umat-Nya.

Penulis berpendapat hendaklah kita berhati-hati dan bijak dalam meng­­gunakan kata-kata "mungkin", "ke­­mungkinan" dan "insyaallah" da­lam pemakaian (percakapan) se­hari-hari. Semakin pasti kita mem­be­ri­kan janji, akan lebih menyenang­kan la­wan bicara kita! ***

* Penulis lepas, pemerhati arti bahasa

()

Baca Juga

Rekomendasi