Bincang Perempuan

Berani ‘Gila’

Oleh: Adelina Savitri Lubis

HARI ini kami kedatangan tamu. Se­orang perempuan. Lahir 35 tahun silam. Djeni Buteto namanya. Akrab disapa Djeni. Film La Lebay dan film Protest (Suara dari Jalanan) menjadi dua karya yang pernah dia lahirkan. Kamis ini, pada Juli yang terik, Djeni menawarkan tentang cerita ‘formula’ berproses. “Aku tahu setiap orang pasti memilikinya,” katanya me­ngawali bincang kami hari itu.

“Aku lebih suka menggunakan kata ‘halu’ untuk istilah ‘formula’ tadi, lebih lekat dengan pekerjaanku,” sambar Sarah.

“Ya apa pun istilahnya ini adalah sesuatu yang kamu butuhi ketika kamu berproses,” bilangnya.

Dia mulai bercerita, katanya ada sema­cam desakan untuk melakukan ‘sesuatu’ hal sebelum berproses. Baginya dini hari adalah waktu yang tepat untuknya mulai berproses. Secangkir teh panas, musik yang dia sukai, dan kemudian dia pun mulai bekerja.

“Saat sepi, hening, di mana aku tak mendengar suara apa pun, saat itulah ima­jinasiku liar menguasaiku,” ungkapnya.

“Oke, kalau aku drama korea. Haahaa­ha,” sahut Nona.

Menurut Nona, usai menonton drama korea, semacam ada semangat yang me­ngawang di raganya. Maka pekerjaannya pun mulus terlalui.

“Aku butuh cemilan saat bekerja. Saat itu otakku bekerja, maka mulutku juga harus bekerja, seiring bersama, cemilan habis, pekerjaan pun tuntas,” bilang Ira.

“Halu ku itu adalah tidur seharian. Seperti mengembalikan energi ke puncak­nya, ketika bangun, bak baterai aku ber­pacu dalam kerjaan,” ucap Sarah.

“Kalau kamu, apa Man?” tanya Ira kepada Manda.

“Entahlah, sehari-hari pekerjaanku tak sepelik kalian. Kalian tahu kan aku hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga, aku pikir tak ada yang begitu istimewa tentang formula berproses tadi,” beber Manda.

“Aku paham sih situasi Manda. Meski hanya ibu rumah tangga, tapi semua pekerjaan rumah tangga ditangani oleh asisten rumah tangga. Menyapu tidak, memasak tidak,” sahut Sarah.

“Tapi setelah kupikir-pikir, formulaku adalah kalian. Maksudku memiliki teman-teman seperti kalian itu yang membuat aku semangat untuk bertahan menjalani hidupku,” ujar Manda.

“Oh so sweetnya kamu Man. Terima kasih sayang,” timpal Nona tersenyum.

“Tapi entahlah, bagiku formula atau halu bukan sekadar untuk killing time yang kalian sebutkan tadi. Tapi pada proses pencapaian eksistensi diri. Sesuatu yang luar biasa, bukan sekadar pekerjaan yang rutin,” sambung Djeni.

“Maksudnya?” tanya Nona.

“Sebagai manusia yang kebetulan berjenis kelamin perempuan, apa yang paling ingin kamu capai dalam hidup kamu. Pasti ada ingin dan harap yang tersimpan di relung hati kan?” jawab Djeni.

“Seperti target, ekspetasi atau apa pun yang terhubung dengan nama yang melejit. Populer, begitukah Djen?” tanya Sarah.

“Poinnya sesuatu yang kamu wariskan untuk anak cucu, sebuah karya yang tak pernah dimiliki siapa pun. Eksistensi diri,” sahut Djeni.

“Wah kalau begitu, kita tidak perlu memiliki formula atau halu. Yang diperlukan menjadi ‘gila’, bukan dalam pengertian sakit jiwa ya,” ucap Manda.

“Menjadi ‘gila’, wah seperti apa pro­sesnya? Aku seperti gagal paham memak­nai kata ‘gila’ itu Man,” bilang Nona.

“Setuju. Contoh sederhana misalnya, Leonardo da vinci. Lahir sebagai anak haram. Pada zaman itu anak haram tak bisa mengikuti sekolah hingga Leonardo terpaksa belajar dengan cara mengintip dari jendela sekolah dengan cermin. Itulah sebab dia menulis dengan tangan kiri dan tulisannya terbalik. Tapi usaha kerasnya itulah yang akhirnya membuat dia menjadi seniman ternama dari abad pertengahan,” bilang Djeni.

“Oh aku juga pernah mendengar kisah tragis di balik nama besar orang-orang yang populer. Prof. Stephen Hawking contoh lainnya. Keterbatasan fisik yang dialami akibat penyakit syaraf bukan penghalang baginya untuk menuliskan karya-karya terbaiknya. Hampir 42 tahun dia beraktifitas di kursi roda, dan tidak bisa berbicara hampir 28 tahun lamanya. Tapi ternyata dia berhasil,” sahut Manda.

“Jadi kalau kamu Djen? Apa yang sedang kamu impikan saat ini? Setelah dua karyamu yang telah usai itu?” tanya Sarah.

“Hm, entahlah. Aku galau kalau menja­wab pertanyaan itu. Tapi aku pikir semua orang, siapa pun pasti butuh pengakuan. Dengan terakui itu membuk­tikan, proses keras­mu atau kegilaanmu dalam berproses itu berhasil pada akhirnya, iya kan?” jawab Djeni.

“Ya kupikir juga begitu, hanya orang ‘gila’ yang berhasil. Jika kamu tak berani ‘gila’ maka keberhasilanmu biasa-biasa saja, begitu hematku,” sahut Sarah.

Hmmmm...

()

Baca Juga

Rekomendasi