Sukses Bisnis Olah Hasil Laut

MEMANFAATKAN ane­­ka hasil tangkapan laut, Ber­lian Laut memproduksi berba­gai macam produk maka­nan olahan hasil laut di Pesisir Lamongan. Bisnis maka­nan olahan hasil laut ini dirintis oleh Shofia Aqilah (36) bersama dengan ibunya Erning Subaihah sejak tahun 2011.

Shofia adalah alumnus Fakul­tas Hukum di salah satu pergu­ruan tinggi Jawa Timur. Ia me­mu­lai bisnis makanan olahan ha­sil laut setelah mandeg menja­lankan usaha konveksi baju mus­lim. Shofia berpikir untuk mem­buka bisnis makanan, karena bisnis ini memungkinkan perpu­ta­ran uang yang lebih cepat. Me­nu­rutnya pula, semua orang pasti bisa membuat bisnis makanan. Seperti halnya, ia dan keluar­ga­nya yang memang sudah memi­liki kegemaran makan dan me­ma­sak.

Layaknya sudah berjodoh, pada tahun 2011, tepat dengan saat dinas perikanan Lamongan sedang gencar-gencarnya meng­ga­lakkan UMKM, Shofia dita­wari saudara jauhnya, Pak Toha mengikuti pelatihan usaha. Ak­hir­nya, dari situlah muncul ide untuk banting stir ke bisnis maka­nan olahan hasil laut yang saat ini ia tekuni.

Awal memulai bisnis olahan hasil laut, Shofia mengaku mera­sa kesulitan membuat logo dan nama brand yang tepat. Shofia pada akhirnya mendapat nama yang cocok, yakni Berlian Laut yang dibantu oleh Dinas Perika­nan Lamongan. Ketika ditanya mengapa ia memilih nama Ber­lian Laut? Shofia menjelaskan bahwa makna dari berlian itu sangat dalam. Orang tidak akan tahu seberapa berharganya ber­lian, jika mereka tidak bisa me­ng­olahnya dengan tepat. Begitu pula dengan produk hasil laut, ketika orang tidak mengolahnya menjadi bentuk olahan lain (diversifikasi), produk hasil laut tidak akan memiliki harga jual yang tinggi. Maka, Shofia memi­lih untuk mengolah produk hasil laut menjadi olahan yang bernilai ekonomi lebih tinggi.

Tidak sampai di situ, setelah mendapatkan nama yang co­cok pun Shofia masih belum juga me­nemukan produk apa yang akan ia jual dari olahan hasil laut tadi. Bahkan sam­pai ijin PIRT didapatkan pada bulan Juni 2012, Shofia ma­sih belum juga mene­mu­kan produk apa yang akan dijual.

Menurut cerita Shofia, sejak mulai terpikir usaha olahan hasil laut di tahun 2011, Shofia dan ibunya masih sibuk melakukan ujicoba resep membuat abon. Shofia mengaku benar-benar baru belajar membuat abon dari nol sehingga ia harus berulang kali trial dan error. Shofia pun sem­pat diajari temannya yang seorang koki kapal ke berbagai negara. Dari temannya lah ia menemukan cara membuat abon ikan, hingga Shofia menemukan komposisi yang tepat untuk produk pertamanya, yakni abon ikan tuna.

Pada awal pembuatan produk abon ikan, Shofia pun mengaku belum memiliki peralatan yang memadai. Modal awalnya dalam melakukan uji coba pembuatan abon berkisar 200-300 ribu rupiah. Saat itu, Shofia masih meng­gunakan peniris abon manual, se­hingga abon tidak bisa benar-benar kering yang berpengaruh pada keawetan abon buatannya. Namun, Shofia mengaku bersyu­kur karena tidak lama kemudian, ia mampu membeli mesin pro­duksi abon dari temannya yang sebelumnya juga memproduksi abon.

Seiring produk abon Berlian Laut dikenal di masyarakat se­ki­tar, banyak dari pelang­gan­nya yang menanyakan mengapa Ber­lian Laut tidak memproduksi pro­duk lain seperti kerupuk? Hal ini pun memotivasi Shofia untuk mulai belajar membuat kerupuk.

Produk keduanya berupa ke­ru­puk, Shofia awali melalui ker­ja­sama dengan tetangganya yang seorang produsen kerupuk. Se­lain Shofia memasrahkan produk ke­rupuk kepada tetangganya, Sho­fia pun ikut belajar membuat ke­rupuk di rumah tetangganya. Kerupuk Shofia pun laku, dan penjualan semakin meningkat, namun tetangga Shofia angkat tangan untuk membantu proses pro­duksi kerupuknya karena me­rasa capai. Tetangganya pun me­minta Shofia untuk memproduksi ke­rupuk sendiri.

Shofia pun memproduksi ke­ru­puk bersama ibunya dan diban­tu satu karyawan. Menurut Sho­fia, produksi kerupuknya akan laku keras ketika berada pada mu­sim kemarau. Jadi, kalau di mu­sim penghujan kerupuk tidak ter­lalu laku.

Shofia mengaku mampu memproduksi kerupuk sekitar 30 kg dalam sehari, tentunya meng­gu­nakan mesin produksi. Seka­rang pun, Shofia juga sudah me­mi­liki tempat produksi sendiri meskipun masih sederhana. (BU/int)

()

Baca Juga

Rekomendasi